BAGAIMANA hukum bisnis tukar menukar mata uang? Seperti diketahui, bisnis semacam ini dibutuhkan oleh mereka yang ingin pergi ke negara tertentu. Namun, dalam Islam bolehkah seperti itu?
Ada titipan pertanyaan tentang bisnis mata uang.
Baca Juga: Nikah Syighar: Pernikahan Tukar dengan Pernikahan
Hukum Tukar Menukar Mata Uang
Seperti diketahui, bisnis tukar mata uang merupakan menukar uang (rupiah) dengan mata uang asing yang lebih tinggi nilainya pada saat nilai tukarnya menurun dan menukarkannya kembali saat nilai tukarnya naik.
Demikian seterusnya apakah hal ini termasuk riba?
Mohon pencerahan. Syukron.
Al-Ustadz Abu Fudhail ‘Abdurrahman Bin Umar hafizhahullah menjelaskan bisnis jual beli mata uang hukumnya boleh dengan syarat transaksi tunai serah terima di tempat dan dari jenis mata uang yang berbeda walaupun jumlahnya yang berlebih.
Tidak boleh ada tempo, jika ada temponya, maka terjatuh ke dalam riba nasiah.
Syekh Abdul Aziz ibnu Baz berkata,
العمل تختلف فإذا باع عملة بعملة أخرى يدا بيد فهذا ليس فيه ربا، كأن يبيع الدولار بالجنيه المصري أو بالعملة اليمنية يدا بيد، فلا بأس وهكذا إذا باع أي عملة بعملة أخرى، يدا بيد فإنه ليس في هذا ربا، أما إذا باع العملة بعملة أخرى إلى أجل كأن يبيع الدولار بالعملة اليمنية إلى أجل أو بالجنيه المصري أو الإسترليني، أو الدينار الأردني أو العراقي أو غير ذلك إلى أجل هذا يكون ربا؛ لأنه نزلها منزلة الذهب والفضة، فلا يجوز بيع بعضها ببعض، نسأ، بل لا بد من القبض في المجلس
“Mata uang itu, berbeda-beda. Apabila seseorang membeli mata uang dengan mata uang lainnya serah terima di tempat dengan tunai, maka hal ini bukan riba, adapun jika dia melakukan hal ini dengan tempo seperti dia menjual dolar dengan mata uang Yaman dengan pound Mesir atau pound sterling, dinar urdun atau irak atau selain itu sampai batas waktu tertentu.
Ini adalah riba karena mata uang ini kedudukannya sama dengan emas dan perak tidak boleh memperjual belikannya dengan tempo. Bahkan harus serah terima di tempat.” (Fatāwā Nūrun ‘Alā ad-Darb, 19/ 160-161).
Adapun jika mata uangnya sama, tidak boleh ada kelebihan walaupun serah terima di tempat dan tunai, jika seperti ini terjatuh ke dalam riba.
Syekh Abdul Aziz ibnu Baz berkata,
أما ربا الفضل فإنه يقع بالعملة بنفسها إذا باع العملة بالعملة نفسها متفاضلا كأن يبيع الجنيه الاسترليني بجنيه استرليني وزيادة، كجنيه استرليني بجنيهين هذا ربا ولو كان يدا بيد، أو يبيع العملة السعودية عشرة ريالات بأحد عشر ريالا، هذا ربا فضل، وإذا كان بأجل كان ربا فضل ونسيئة جميعا، فيها نوعا الربا. وهكذا ما أشبه ذلك كالدولار بدولارين أو بثلاثة إلى أجل أو حالا يدا بيد هو ربا فضل، فإن كان إلى أجل كان ربا فضل ونسيئة. اجتمع فيه الأمران هذه أوجه الربا.
“Adapun riba fadhl (melebihkan), maka bisa terjadi dengan sesama mata uang itu sendiri, apabila seseorang menukarkan mata uang yang sama dengan dilebihkan, seperti menjual mata uang pound mesir dengan poud mesir yang dilebihkan, pound sterling satu dengan dua pound sterling, ini riba walaupun serah terima di tempat dengan tunai, atau menjual sepuluh riyal mata uang saudi dengan sebelas riyal. Ini namanya riba fadhl.
Apabila dengan tempo waktu, maka ini namanya riba fadhl dan nasiah, terkumpul padanya dua jenis riba.” (Majmū’ al-Fatāwā 19/174).
Jadi kesimpulannya. Boleh seseorang melakukan bisnis menukar mata uang baik rupiah atau yang lainnya dengan mata uang yang berbeda walaupun dengan cara dia membelinya pada saat nilai tukarnya menurun dan menjualnya pada saat nilai tukarnya naik dengan syarat serah terima di tempat dan tidak adanya tempo, jika tidak terpenuhi syarat ini, maka termasuk ke dalam riba nasiah.
Adapun jika dengan mata uang yang sama, maka tidak boleh dilebihkan, jika dilebihkan, terjatuh ke dalam riba fadhl dan tidak boleh ada tenggang waktu atau tempo, jika dilakukan ini, maka terjatuh ke dalam riba nasiah.
Jika dilebihkan dan ada tenggang waktu, maka terjatuh ke dalam riba fadhl dan riba nasiah. Semoga Allah menyelamatkan kita semua dari segala macam muamalah riba.
Wallahua’lam. [Cms]
📃 Sumber: Majmu’ah al-Fudhail
https://t.me/TJMajmuahFudhail