ADA orang yang paling merugi amalannya meskipun ia telah melakukan kebaikan. Kriteria kebaikan menurutnya ternyata sangatlah sia-sia karena tidak bersandar pada tuntunan Allah.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالأخْسَرِينَ أَعْمَالا (103) الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا (104) أُولَئِكَ الَّذِينَ كَفَرُوا بِآيَاتِ رَبِّهِمْ وَلِقَائِهِ فَحَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فَلا نُقِيمُ لَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَزْنًا (105)
“Katakanlah, “Maukah Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi amalannya?”
Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.
Mereka itu orang-orang yang kufur terhadap ayat-ayat Tuhan mereka dan (kufur terhadap) perjumpaan dengan-Nya, maka gugurlah amalan-amalan mereka dan Kami tidak mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka pada hari kiamat.”
(QS. Al-Kahf: 103-105)
Baca Juga: Berbuat Dosa hanya Merugikan Diri Sendiri
Siapakah Orang Paling Merugi Amalannya?
Al-Hafidzh Ibnu Katsir Asy-Syafii –rahimahullah– menjelaskan,
“Ayat ini tidak secara khusus ditujukan kepada Yahudi dan Nashara atau kelompok khawarij karena ayat ini termasuk ayat makkiyyah (turun sebelum Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam hijrah ke Madinah) yang audiensnya bukan mereka.
Sesungguhnya kandungan ayat ini bersifat umum mencakup siapa saja yang beribadah kepada Allah dengan cara tidak mengikuti petunjuk syariat-Nya.
Akan tetapi dirinya merasa yakin bahwa jalan beragama yang ditempuhnya itulah yang benar dan menyangka amalannya diterima dan dicintai Allah padahal kenyataannya tertolak.”
(Tafsirul Qur’anil Adzhim 5/202)
Ayat ini turun mengenai kaum musyrikin yang merasa di atas kebenaran padahal mereka menyekutukan Allah dalam penghambaannya.
Sedangkan orang-orang yang bertauhid yang memurnikan penghambaannya kepada Allah dituduh sebagai kaum yang sesat.
Termasuk cakupan ayat ini orang-orang yang tenggelam dalam keyakinan bid’ah dan amalan-amalan bid’ah yang lebih mengedepankan tradisi maupun hawa nafsu, logika dan perasaannya daripada sunnah (petunjuk) Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Semoga Allah senantiasa memberi petunjuk kita kepada taufiq.
Ustaz Fikri Abul Hasan, Alumni Ma’had Ihya’ As-Sunnah.