PERKAWINAN anak menjadi pemicu lahirnya bayi stunting dan juga perceraian di usia muda dan lebih populer disebut janda muda usia remaja atau akronim “Jamur”.
Dikutip dari Media Center BKKBN, perkawinan anak ini masih marak terjadi di Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah. Dari 3.850 perkawinan yang tercatat di Banjarnegara selama 2021, sebanyak 486 adalah pengantin remaja di bawah usia 19 tahun.
Hal tersebut mengemuka dalam sosialisasi percepatan penurunan stunting dan Sosialisasi dan KIE Program Bangga Kencana bersama Mitra Kerja, di Hotel Surya Yudha Kabupaten Banjarnegara (25/10/2022).
Baca Juga: Cegah Stunting dengan Deteksi Dini Kurang Gizi pada Remaja
Perkawinan Anak di Banjarnegara Menjadi Pemicu Lahirnya Bayi Stunting
Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Sunanto mengimbau masyarakat terutama pemuda Muhammadiyah sadar akan bahaya stunting.
“Kolaborasi dan dukungan dari semua pihak keluarga sangat berperan penting dalam pencegahan stunting,” ungkap pria yang akrab dengan panggilan “Cak Nanto” dihadapan 380 peserta yang merupakan guru TK/paud, Kader KB serta anggota Muhammadiyah di wilayah Banjarnegara.
Cak Nanto berharap kegiatan sosialisasi ini dapat membantu anak-anak Indonesia terutama di Banjarnegara terbebas dari stunting dan menjadi generasi unggul di Indonesia emas 2045.
Mewakili Kepala BKKBN, Direktur Komunikasi, Informasi dan Edukasi BKKBN Eka Sulistia Ediningsih mengatakan berdasarkan data elektronik pelaporan dan pencatatan Gizi Berbasis Masyarakat (E-PPGBM) stunting di Kabupaten Banjarnegara pada tahun 2022 menyentuh angka 21,23%.
“Ini artinya 1 dari 4 anak di Banjarnegara mengalami stunting” ujar Mak Eka sapaannya.
“Untuk menjadi 14% di tahun 2024, harus mengurangi kasus stunting 3.5% pertahun, lantas bagaimana pencegahannya? 55% stunting di Indonesia bersumber dari terjadinya pernikahan anak, untuk itu pencegahan stunting harus dimulai dari persiapan pernikahan dengan tidak melakukan pernikahan anak karena anatomi tubuh wanita belum siap untuk melahirkan anak sebelum usia 21 tahun” tambahnya.
Mak Eka juga menyampaikan pemeriksaan kesehatan calon pengantin (catin) 3 bulan sebelum menikah sangat dianjurkan, salah satu yang perlu jadi perhatian adalah lingkar lengan atas catin wanita minimal 23,5 cm dan HB tidak boleh kurang dari 11,5 mg/dl agar tidak terjadi anemia. Hal ini mencegah lahirnya bayi dengan resiko stunting.
Tak hanya itu Direktur KIE juga mengajak ibu-ibu yang memiliki baduta dan balita untuk membawa anaknya ke posyandu sebulan sekali dan selalu memberikan gizi yang baik, ASI eksklusif selama 6 bulan pasca lahir.
“Cukup satu butir telur sehari sudah mendukung pencegahan dan penurunan stunting,” terang mak Eka.
Senada hal tersebut, Kasi KIE Advokasi dan Penggerakan Dispermades PPKB Kabupaten Banjarnegara Fatkhurrohman menjelaskan bahwa tim percepatan penurunan stunting dan stakeholder sudah berupaya keras dalam pencegahan stunting.
Namun kasus stunting masih terus muncul dikarenakan pernikahan usia dini yang masih sering terjadi, hal itu jg memicu tingginya angka kasus perceraian sehingga menimbulkan “Jamur” atau Janda Muda Usia Remaja” di Kabupaten Banjarnegara.
Di Banjarnegara sendiri masih banyak pernikahan diusia anak, menurut data yang dibeberkan Fatkhur, tercatat catin dengan umur di bawah 19 tahun ada 486 dari 3.850 catin.
Untuk itu Fatkhur mengajak masyarakat agar terus berupaya melakukan pendewasaan usia perkawinan.
Kasi KIE itu juga mengatakan bahwa baduta harus diintervensi penuh agar tumbuh kembang nya optimal. Intervensi dilakukan oleh keluarga, Tim Pendamping Keluarga, Posyandu, Puskesmas dan sektor terkait.
Ketua Tim Pokja Adpin BKKBN Provinsi Jawa Tengah Nasri Yatiningsih menekankan masyarakat agar terus berkomitmen bersama dalam upaya pencegahan kasus stunting.