JIKA kamu berbuat baik, (berarti) kamu berbuat baik untuk dirimu sendiri. Dan jika kamu berbuat jahat, maka (kejahatan) itu untuk dirimu sendiri. (QS. 17: 7)
Ada seorang calon pemimpin yang ingin menunjukkan bahwa ia berempati dengan para petani. Dibuatlah video saat dirinya bersama beberapa petani sedang menanam padi.
Sayangnya, sang calon kurang memahami bagaimana caranya menanam padi. Pertama, ia terjun ke lumpur sawah dengan sepatu bot, padahal para petani biasa dengan bertelanjang kaki.
Kedua, inilah yang mungkin dirasa fatal, ia menanam padi dengan gerakan maju. Padahal para petani menanam padi dengan gerakan mundur. Karena itulah kegiatan itu disebut nandur atau nanam dengan cara mundur.
Tentang berbuat baik, ada yang disebut dengan empati dan simpati. Kata-katanya mirip, tapi subjeknya berbeda.
Kalau seseorang berempati kepada orang lain, maka orang lain akan bersimpati pada orang itu. Jadi, bisa dibilang, simpati merupakan buah dari empati seseorang kepada orang lain.
Empati itulah sikap baik atau perbuatan baik seseorang yang dilakukan murni dari nurani sendiri. Tidak karena pamrih, atau ingin mendapatkan pujian orang.
Misalnya, ada anak muda yang empati dengan seorang nenek yang sedang menyebrang jalan raya. Anak muda itu pun mengorbankan waktu dan tenaganya untuk membantu si nenek agar selamat. Maka, nenek dan orang-orang sekitar yang melihatnya begitu simpati kepada si anak muda.
Dengan kata lain, kebaikan kita kepada orang lain akan kembali kepada diri sendiri. Kalau kita berbuat baik kepada tetangga, maka tetangga pun akan membalas kebaikan itu kepada kita.
Kepada siapa pun, bahkan apa pun, kebaikan itu dilakukan; maka kebaikan itu akan kembali kepada si pelakunya. Bukan hanya kepada manusia.
Misalnya, jika kita berbuat baik kepada tanaman di hutan, maka hutan akan (seolah) memberikan kebaikan kepada kita, dalam bentuk kesejukan, penyaring polusi udara, penahan banjir, dan lainnya.
Balasan kebaikan dari manusia berupa simpati ini bersifat kontan. Artinya tidak bisa direkayasa. Jika simpatinya terus-menerus, maka orang akan meyakini bahwa kita pasti orang baik. Meskipun orang lain mengatakan tidak.
Balasan itu baru sebatas dari sesama manusia atau alam. Tentu, dari Allah subhanahu wata’ala akan jauh lebih besar lagi.
Jadi, jika kita ingin banyak kebaikan datang ke diri kita, perbanyaklah berbuat baik kepada orang lain. Karena kebaikan akan kembali kepada pelakunya. Begitu pun dengan kejahatan, juga akan kembali kepada pelakunya. [Mh]