KISAH-KISAH perjuangan dalam mencari ilmu termasuk dengan menempuh perjalanan jauh ini bisa menjadi inspirasi untuk kita semua. Mungkin, saat ini ini begitu banyak buku dan majelis ilmu yang bisa kita datangi dengan mudah untuk mendapat berbagai pengetahuan.
Bahkan hanya dengan duduk dan memegang smartphone atau komputer kita dapat membaca berbagai macam hal dan mendapat pengetahuan tentang berbagai hal termasuk ilmu agama.
Tahukah bagaimana zaman dulu ketika buku masih belum ada, orang-orang harus mendatangi orang yang memiliki ilmu untuk mengetahui kebenaran satu hadits yang disampaikan Rasulullah. Begitupun juga untuk memahami satu ayat Quran, seorang shalih menempuh perjalanan yang jauh.
Baca Juga: Berjalan Menuntut Ilmu Artinya Meniti Jalan Menuju Surga
Kisah-Kisah Perjalanan Jauh dalam Mencari Ilmu
Berikut penuturan beberapa kisahnya;
Bertanya Kebenaran Sebuah Hadits
Abu Ayub menemui Uqbah bin Amir yang berada di Mesir. Abu Ayub ingin bertanya kepada Uqbah bin Amir tentang sebuah hadist yang didengarnya dari Rasulullah.
Sesampainya Abu Ayub di Mesir, ia singgah di kediaman Maslamah bin Mukhklad Al-Anshari yang kala itu menjadi amir (gubernur) Mesir.
Maslamah diberi kabar perihal kedatangan abu Ayub, lalu ia bergegas keluar rumah, dan memeluk Abu Ayub. Ia bertanya, “Apa yang membuatmu datang ke sini, wahai abu Ayub?”
Abu Ayub menjawab, “Hadist yang aku dengar dari Rasulullah. Selain aku dan Qubah tidak ada yang mendengar hadist tiu. Utuslah seseorang yang bisa mengantarku ke rumah Uqbah!”
Maslamah mengutus seseorang yang menunjukkan rumah Uqbah.
Uqbah diberitahu perihal kedatangan Abu Ayub. Uqbah pun bergegas keluar rumah, dan memeluk Abu Ayub. Ia bertanya, “Apa yang membuatmu datang ke sini, wahai abu Ayub?”
Abu Ayub menjawab, “Hadist yang aku dengar dari Rasulullah. Selain kau dan kamu tidak ada yang mendengar hadist ttentang menutup aib seorang mukmin.”
Uqbah berkata, “Benar. Aku mendengar Rasulullah bersabda, “Barasiapa menutupi aib seorang mukmin di dunia, maka Allah akan menutupi aib orang itu pada Hari Kiamat.”
Abu Ayub berkata kepada Uqbah, “Kamu benar.” Setelah berkata demikian, Abu Ayub meninggalkan rumah Uqbah.
Kisah lainnya
Ibnu Aqil menyatakan bahwa Jabir bin Abdullah telah bercerita padanya. Jabir bercerita, bahwa seseorang sahabat Nabi menyampaikan hadist kepadanya. Aku membeli seekor onta. Itu selama sebulan, hingga aku tiba di negeri Syam. Di sana aku bertemu dengan Abdullah bin Unais. Aku kabarkan kepadanya bahwa Jabir telah menunggu di gerbang. Abdullah bertanya, “(Maksudmu) Jabir bin Abdullah?”
Aku mengatakan, “Iya.”
Abdullah keluar, lalu memeluk.
Aku mengatakan kepadanya, “Aku dengar sebuah hadist yang belum pernah aku ketahui sebelumnya. Aku takut jika aku atau kamu mati, (sementara kamu belum menyampaikannya kepadaku).”
Ia berkata, “Aku mendengarkan bahwa Nabi bersabda, “Allah membangkitkan manusia atau para hamba dalam keadaan telanjang, tidak dikhitan, dan buhman.”
Aku bertanya, “Apa itu arti buhman?”
Ia menjawab, “Ia tidak membawa apa-apa, lalu memanggilnya dengan suara yang didengar juga oleh orang yang jauh.” Aku menduga ia mengatakan, “Sebagaimana juga didengar oleh orang yang dekat. (Suara itu berkata), “Aku adalah Maha Raja, tidaklah seorang ahli surga masuk ke dalam surga sementara ada seorang alhi neraka yang meuntut ahli surga itu karena kezhalimannya kepada (ahli neraka) itu; dan tidaklah seorang ahli neraka masuk ke dalam neraka sementara ada seorang ahli neraka (lain) menuntut ahli neraka itu karena kezhalimannya kepada (ahli nereka) lain/”
Aku bertanya, “Bagaimna itu bisa terjadi, sementara kita menghadap Allah dalam keadaan telanjang dan buhman.”
Ia menjawab, “Dengan kebaikan dan keburukan.”
Bejalan dari Kufah ke Madinah untuk Mempelajari Sebuah ayat
Al-Mughirah bin An-Nu’mam berkata, “Aku mendengar Said bin Jubair berkata, “Para ulama kufah berbeda pendapat dalam memahami ayat, “dan barangsiapa yang membunuh orang mukmin dengan sengaja, maka balasannya ialah neraka jahannam, ia kekal didalamnya.” (An-Nisaa’:93).
Maka aku pun melakukan perjalanan jauh, agar aku bisa bertanya kepada Ibnu Abbas perihal maksud ayat tersebut. Ibnu Abbas pun menjawab “Ayat (Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya ialah jahannam) ini turun terakhir kali, dan tidak ada ayat yang lain yang menakshanya (menghapusnya).”
Jika untuk satu hadits dan satu ayat saja mereka rela berjalan jauh, semoga kita yang telah hidup di zaman yang penuh kemudahan dapat terus menambah ilmu kita dan tidak pernah puas untuk terus belajar.
Abdullah bin al-Mubarak rahimahullaah berkata, “Ilmu itu ada tiga tingkatan: siapa yang masuk kepada tingkatan pertama maka ia akan sombong, siapa yang masuk tingkatan kedua maka ia akan menjadi orang yang tawadhu’, dan siapa masuk tingkatan ketiga maka pasti ia akan merasa bahwa dirinya belum banyak mengetahui”. (Lihat Tadzkirotus Sami’ Wal Mutakalim: 65)
[Cms]
(Sumber: Golden Stories Kisah-Kisah Indah Dalam Sejarah Islam, Mahmud Mustafa Sa’ad & Dr. Nashir Abu Amir Al-Humaidi, Pustaka Al-Kautsar)