PRIORITAS urusan hidup ini jelas. Yaitu, perbaiki urusan diri sendiri, keluarga, sanak kerabat, dan orang lain.
Manusia itu makhluk sosial yang kadang terasa menjadi lebih hidup ketika mengurusi urusan orang lain. Padahal, urusan diri sendiri masih perlu banyak perbaikan.
Kalau ditanya pembicaraan apa yang paling menarik untuk disimak? Sebagian menjawab, pembicaraan tentang orang lain yang sudah dikenal. Bisa sahabat, tetangga, kerabat, dan lainnya.
Sayangnya, tema pembicaraan yang menariknya bukan tentang kebaikan mereka. Tapi tentang keburukannya.
Apa saja yang kelihatan buruk dari orang lain, meskipun secara objektif kecil, terasa begitu besar dan sangat menarik untuk disimak.
Kalau kekurangan bahan, bisa share bahan ke teman ngerumpi. Dan menimpali omongan tentang ini rasanya begitu mengasyikkan.
Di mana asyiknya? Yaitu ketika suasana pembicaraan memposisikan diri kita dan teman ‘diskusi’ sebagai hakim yang bisa memutuskan apa saja: yang ini baik, dan yang ini buruk.
Lalu, apakah hasil ‘diskusi’ itu akan disampaikan ke pemilik masalah? Sama sekali tidak. Pemilik masalah hanya sebagai acuan saja. Kegiatan pokoknya justru pada keasyikan menghakimi si pemilik masalah atau orang yang dibicarakan itu.
Bagaimana kalau nggak ada masalah yang terungkap dari orang-orang sekitar yang dikenal? Ya, cari masalah apa saja. Mungkin tentang publik figure, tema sinetron, atau siapa saja yang bisa diolah masalahnya.
Pertanyaannya, berapa lama waktu yang dibutuhkan hingga ‘diskusi’ tuntas? Jawabannya, tak ada batasan waktu. Kalau perlu terus bersambung.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menasihati, “Sebagian dari bagusnya Islam (agama) seseorang adalah meninggalkan apa-apa yang tidak bermanfaat.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi)
Yang bermanfaat itu bukan yang terasa enak kalau dilakoni. Tapi yang bisa memberikan nilai tambah, baik untuk keuntungan dunia maupun akhirat.
Keuntungan dunia misalnya ada nilai yang bisa didapat, misalnya bisnis, pengetahuan, kesehatan, dan lainnya. Sementara keuntungan akhirat antara lain pahala kebaikan.
Hidup ini nggak gratis, akan ada pertanggungjawabannya: untuk apa waktu dan kesempatan yang tersedia dihabiskan?
Kalau kita tidak piawai mencari pahala, jangan gemar buat dosa. Karena itu, isi waktu dan kesempatan yang Allah sediakan untuk kemaslahatan dunia dan akhirat.
Jangan untuk mengurus yang bukan urusan kita. Kecuali untuk benar-benar membantu atau membimbing orang lain agar selamat dari keburukan.
Tapi kalau hanya sekadar ‘asyik-asyik’ saja, bukan maslahat yang akan didapat. Tapi dosa yang terus ditumpuk dan dibesarkan.
Jangan kepo dengan urusan orang lain. Kecuali jika diminta untuk membantu oleh si empunya masalah. Jangan juga hobi ‘diskusi’ tentang urusan orang lain. Karena urusan kita sangat banyak. [Mh]