KELUARGA itu bersatunya sejumlah orang dalam ikatan pernikahan. Dan cinta adalah kekuatan tali pengikatnya.
Semua kita berasal dari ayah dan ibu. Keduanya bersatu dalam ikatan bersama yang bernama keluarga. Keluarga pun akan berkembang membentuk keluarga baru.
Namun begitu, tidak sedikit mereka yang merasa bahwa dirinya hanya sekadar bagian dari sejumlah orang di sebuah rumah.Tak ada yang lebih dari itu termasuk cinta.
Setidaknya, ada tiga makna cinta dalam sebuah keluarga. Yaitu:
Satu, bersama dalam fisik dan jiwa.
Kebersamaan menjadi hal pokok dalam keluarga. Makan bersama, kumpul bersama, tidur di rumah yang sama, dan seterusnya.
Namun begitu, jangan artikan kebersamaan hanya sebatas tubuh atau fisik. Orang-orangnya ada dan berkumpul di waktu yang sama, tapi jiwanya entah di mana.
Inilah fenomena saat ini. Di mana di sebuah ruangan ada ayah, ibu, dan anak. Tapi masing-masing sibuk dengan hapenya sendiri. Mereka memang sedang bersama, tapi jiwanya sedang berpisah.
Jadi, kebersamaan bukan sekadar pada fisik. Tapi juga pada jiwa. Di mana satu sama lain saling menyimak tentang suasana hati mereka.
Jadi, rumah bukan seperti tempat parkir yang hampa jiwa. Rumah adalah tempat berlabuhnya hati untuk memadukan cinta mereka.
Dua, bersama dalam suka dan duka.
Tidak semua anggota keluarga dalam keadaan serba sempurna. Ada yang beruntung seperti berprestasi dalam pendidikan dan kerja, ada juga yang gagal.
Kadang, keluarga hanya memberikan apresiasi pada mereka yang beruntung. Sementara menyisihkan mereka yang gagal. Bukan memberikan dukungan agar bisa bangkit, justru menyalahkan.
Di sinilah makna cinta keluarga. Bahwa cinta bukan pada hal yang menyenangkan saja. Tapi yang menyusahkan pun bagian dari dinamika cinta.
Dengan kata lain, cinta keluarga menerima keadaan apa saja. Yang baik disyukuri dan yang gagal dibantu. Justru yang gagal inilah yang lebih butuh banyak porsi cinta.
Tiga, dimensi cinta bukan hanya untuk di dunia.
Islam mengajarkan bahwa keluarga itu akan berkelanjutan di akhirat sana. Suatu saat, akan ada pertemuan ‘lanjutan’ antara anggota keluarga yang beriman. Yaitu, ketika mereka akan berkumpul dalam surga.
Seperti orang tua menanti anaknya. Atau, anak yang menanti orang tuanya. Satu sama lain saling memberikan syafaat atau pertolongan kepada Allah agar keluarganya bisa bersama dalam surga.
Karena itu, cinta yang diporsikan di dunia juga ditujukan agar semuanya dipastikan berada dalam bakti dan takwa kepada Allah.
Jadi, cinta tidak dimaksudkan selalu dalam senyum dan dukungan. Tapi juga karena ingin memastikan bahwa semuanya selalu dalam ridha Allah. [Mh]