Oleh: Tulus Abadi, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI)
ChanelMuslim.com- Selain acara keluarga dan bersilaturahmi, salah saru acara utama saat libur Lebaran adalah mengunjungi tempat-tempat wisata favorit. Ada beberapa catatan terkait pengelolaan sektor pariwisata selama Libur Lebaran, yakni:
1. Menurunnya tingkat kenyamanan, keamanan dan keselamatan.
Menurunnya aspek keamanan dan keselamatan bahkan sejak konsumen menuju ke tempat pariwisata. Sebab banyak sekali pengunjung pariwisata menggunakan kendaraan bak terbuka/truk, baik skala kecil dan atau besar. Polisi tampak membiarkan dan tak berkutik dengan hal ini. Polisi tidak melakukan penegakan hukum terhadap masyarakat yang menggunakan kendaraan bak terbuka tersebut. Padahal truk adalah angkutan barang, bukan angkutan manusia/orang. Terbukti, sebuah truk terjungkal ke dalam sungai di Kab. Purbalingga, 3 orang tewas dan puluhan luka serius.
Rendahnya aspek keamanan dan kesalamatan juga terjadi di lokasi wisata. Meletusnya kawah Waleri di loka wisata Dataran Tinggi Dieng, adalah salah satu buktinya. Bersyukur tidak ada korban jiwa dan luka serius dalam kejadian itu. Namun dalam kasus ini tampak ada keteledoran serius dari pengelola wisata Dieng. Pasalnya jauh-jauh hari BMKG sudah memperingatkan bahwa jarak terdekat dari kawah hanya 100 meter. Tetapi fakta di lapangan hal ini dilanggar. Pengunjung wisata dibiarkan melewati jarak yang telah ditentukan. Pengelola wisata Dieng hanya mempertimbangkan _income_ saja, dan mengabaikan aspek keselamatan pengunjung sebagai konsumen jasa wisata.
2. Harga produk kuliner tidak wajar.
Para pedagang menggunakan aji mumpung dengan mengenakan harga yang sangat mahal kepada konsumen jasa pariwisata, khususnya untuk kuliner, lebih dari 100 persen dari harga biasanya. Padahal dari sisi *UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen*, konsumen produk kuliner berhak memperoleh informasi sejelas-jelasnya mengenai apa yang dihidangkan berikut harganya secara transparan. Secara tegas disebutkan pada UU Perlindungan Konsumen bahwa _pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yg tidak benar atau menyesatkan mengenai harga atau tarif suatu barang dan atau jasa_. Oleh karena itu daftar harga di tempat kuliner tidak boleh menyesatkan konsumen. Restoran yang tidak mematuhi UU Perlindungan Konsumen bisa dipidana maksimal lima tahun penjara atau denda paling banyak Rp 2 miliar.
Hal ini terjadi karena lemahnya pengawasan Dinas Pariwisata Pemda setempat. Seharusnya Pemda setempat juga membuat regulasi/Perda yang jelas terkait dengan daftar menu dan daftar harga di setiap warung/rumah makan/resto; sehingga pemilik warung/rumah makan/resto tidak menjerat leher konsumen dengan harga yang tidak masuk akal. Kasus pedagang lesehan di Malioboro menjadi bukti fenomena tersebut. Hal ini juga terjadi di semua tempat wisata. Menerapkan harga yang tidak wajar justru menjadikan kontra produktif bagi tempat wisata tersebut.
3. Managemen lalu lintas di sekitar lokasi wisata.
Lalu lintas si tempat wisata rata-rata mengalami kemacetan parah, bukan hanya menuju ke tempat wisata saja, tetapi berdampak pada mobilitas lalu lintas secara keseluruhan. Ini menandakan _traffic management_ di tempat wisata sangat lemah dan buruk, salah satunya minim antisipasi. Kondisi ini dipicu minimnya petugas resmi, sehingga yang memainkan peran justru para “pak ogah” atau tukang parkir liar (preman), yang seenaknya mengatur lalu lintas demi mendapatkan tips. Pemda setempat seharusnya menerjunkan Sapol PP untuk membantu mengatasi kemacetan di pusat-pusat keramaian. (Mh/ind/foto: tribunnews.com)