KALIMAT tahlil yang berbunyi “laa ilaaha illallaah” bukan sekedar kalimat yang sering kita ulang-ulang dalam tiap ibadah. Namun ada dua rukun dalam kalimat tahlil ini yang harus kita penuhi dan pahami maknanya. Sebagai konsekuensi dari keimanan kita kepada Allah, dan jika kita mengikar kedua rukun ini maka kita telah merusak keimanan kita:
1). An-Nafyu (peniadaan) yang termanifestasi dalam kalimat “laa ilaaha” (tidak ada yang berhak disembah). Yaitu meniadakan dan menganggap batil setiap penghambaan kepada selain Allah baik dalam wujud keris, batu, pohon, jimat-jimat, manusia, jin, hewan dan seluruh makhluk, sebagaimana dilansir dari Manhajul Haq.
Baca Juga: Tata Cara Itikaf Ramadan dan Rukunnya
Dua Rukun dalam Kalimat Tahlil
2). Al-Itsbat (penetapan) yang terkandung dalam kalimat “illallaah” (selain Allah). Yaitu menetapkan hanya Allah sajalah yang berhak diberikan penghambaan sesuai dengan sunnah (petunjuk) Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam.
Maka siapa yang konsekuen dengan kalimat tauhid berarti dia telah bersedia untuk meninggalkan penghambaan, pengagungan dan ketergantungan hati kepada selain Allah.
Dirinya hanya mau lebih tunduk kepada Allah, menghamba hanya kepada-Nya, meskipun risikonya harus menyelisihi atasan, kawan sejoli, maupun kebiasaan yang berlaku di masyarakat.
Dirinya sadar bahwa perbuatan syirik adalah kezaliman terbesar. Akibat perbuatan syirik -meski sekali- kalimat tauhid yang dia lisankan seumur hidupnya menjadi tidak berguna sampai dia bertaubat kepada Allah.
Pantas jika Allah abadikan ucapan Nabi Ibrahim di dalam Al-Qur’an agar menjadi pelajaran bagi kita karena beliau teladan yang konsekuen menjalankan kalimat tauhid ketika mengingkari kemauan bapaknya dan kaumnya yang menghamba kepada selain Allah
وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ لِأَبِيهِ وَقَوْمِهِ إِنَّنِي بَرَاء مِّمَّا تَعْبُدُونَ إِلَّا الَّذِي فَطَرَنِي
“Dan ingatlah ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya dan kaumnya, “Sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kalian sembah tetapi (aku hanya menghamba kepada) Tuhan yang menciptakan aku.” (Az-Zukhruf: 26-27)
Semoga Allah memberi taufik kepada kita agar selalu mentadabburi makna dibalik kalimat tauhid setiap kali mengucapkannya dan mengindahkan syarat-syaratnya dari ilmu, keyakinan, keikhlasan, penerimaan, kejujuran, ketundukan, kecintaan, sehingga kalimat itu benar-benar menjadi kunci surga.