ANTARA Burkini dan Bikini. Pengadilan tertinggi Prancis telah memutuskan untuk melarang penggunaan “burkini” di fasilitas renang umum.
Sementara, wanita dengan tampilan bertelanjang dada di depan umum tidak akan ditindak alias diperbolehkan.
Dewan Negara Prancis, pengadilan administratif tertinggi di negara itu, menganggap bahwa jika mengizinkan burkini atau sejenis pakaian renang wanita Muslim, maka akan melanggar tata pemerintahan sekuler dan undang-undang yang menentang pengaruh agama. {Republika, 24 Juni 2022]
Jurnalis dan Travel Writer Uttiek M. Panji Astuti menulis, Burkini yang dipermasalahkan itu adalah pakaian renang model tertutup dari ujung kepala sampai kaki dengan penutup kepala yang biasa dikenakan Muslimah.
“Sesuatu yang sangat umum dijumpai di kolam renang atau pantai di Indonesia, Malaysia dan negara Muslim lainnya. Namun selalu dipermasalahkan di negara Barat, utamanya Prancis,” tulisnya pada (24/6).
Burkini diciptakan oleh desainer Australia keturunan Lebanon bernama Aheeda Zanetti.
“Ini tentang integrasi dan penerimaan serta bagaimana menjadi sama tanpa dihakimi. Sulit bagi kami saat itu, komunitas Muslim. Mereka memiliki rasa takut melangkah keluar, termasuk ke kolam renang umum dan sebagainya,” jelas Zanetti dalam wawancaranya dengan The Guardian.
Menariknya, pelanggan burkini yang diproduksinya sebanyak 60%-nya adalah non Muslim.
“Burkini tidak hanya dikenakan Muslim, namun juga mereka yang menjunjung nilai kesopanan dan tidak ingin memakai bikini karena alasan kesehatan,” lanjutnya.
Menariknya, saat UU pelarangan burkini disahkan di Prancis, belum lama berselang Amerika membatalkan UU ketelanjangan yang melarang wanita bertelanjang dada di pantai.
Sebuah proposal Nantucket, Massachusetts berjudul “Gender Equality on Beaches” memungkinkan siapa pun untuk bertelanjang dada di pantai, telah disahkan bulan lalu pada pertemuan kota tahunan.
Amandemen itu berbunyi: “Untuk mempromosikan kesetaraan bagi semua orang, setiap orang diperbolehkan bertelanjang dada di pantai umum atau pribadi di kota”.
“Astagfirullah! Kalau sekarang Prancis begitu getol menyoal pakaian Muslimah, dari jilbab hingga burkini, sungguh tak tahu diri,” tambah Uttiek.
Mereka harus belajar sejarahnya lagi. Bagaimana Muslim Andalusia mengajarkan cara berpakaian sesuai musimnya pada mereka.
Baca Juga: Muslimah Australia Diusir dari Pantai Prancis karena Burkini
Antara Burkini dan Bikini
View this post on Instagram
Seperti diketahui, pakaian di negara 4 musim tidak sama dengan kita yang tinggal di negara tropis. Di mana sepanjang tahun, pakaian yang sama bisa dikenakan kapan saja.
Di negara 4 musim, hal itu tidak berlaku. Semisal di musim dingin tidak memakai pakaian tebal yang bisa menghangatkan tubuh, akan berakibat fatal.
Pembagian fashion berdasar musim yang masih digunakan hingga hari ini merupakan buah pikir seniman multitalenta bernama Abu l-Hasan ‘Ali Ibn Nafi’ atau yang di Barat dikenal dengan nama Ziryab.
Tak hanya mengajarkan cara memilih bahan pakaian yang sesuai dengan musimnya, sehingga membuat nyaman pemakainya, Ziryab pun mengajarkan tentang keindahannya.
Pakaian musim dingin berwarna lebih gelap dan bahan yang lebih berat dilengkapi dengan bulu-bulu yang menghangatkan.
Di musim gugur bisa memilih warna merah, kuning, dan oranye, yang mencerminkan perubahan warna daun.
Sedang di musim semi, Ziryab mengajarkan bahwa warna cerah akan mengingatkan pada bunga yang sedang bermekaran. Di musim panas, putih dan warna terang lainnya menjadi pilihan.
Burkini vs bikini bukan sekadar pilihan cara berpakaian, namun sesungguhnya simbol pertarungan antara haq dan bathil yang akan terus berlaku hingga akhir zaman.[ind]