Nabi Musa memutuskan pergi meninggalkan Mesir dengan perasaan takut dan terburu-buru. Takut kalau ada seseorang dari kaum Fir’aun yang membuntutinya dan terburu-buru tanpa mengetahui kemana ia pergi dan jalan yang harus ia tempuh, karena ia belum pernah keluar dari negeri Mesir sebelumnya.
Ia dikejar oleh pasukan Fir’aun karena tidak sengaja telah memukul orang Mesir hingga tewas karena membela laki-laki dari Bani Israil.
Musa tidak bermaksud untuk pergi ke negeri Madyan, namun ke negeri itulah ternyata kakinya melangkah dan negeri itulah ujung dari jalanan yang ditelusurinya.
Baca Juga: Orang Mesir yang Tewas di Tangan Musa
Nabi Musa Pergi Meninggalkan Mesir dengan Ketakutan
Dia berdoa kepada Allah, “Mudah-mudahan Tuhanku memimpin aku ke jalan yang benar.” Maksudnya adalah semoga jalan yang ia tempuh ini mengantarkannya ke sebuah tempat yang aman dan tidak diketahui oleh bala tentara Fir’aun.
Ketika ia sampai di sumber air negeri Madyan yang mana sumber tersebut adalah satu-satunya sumur Kaum Madyan untuk memperoleh air.
Dan Madyan sendiri adalah nama sebuah kota yang dahulu pernah dibinasakan penduduknya oleh Allah, yaitu penduduk Aikah kaum Nabi Syu’aib.
Menurut sebagian ulama, pembinasaan kaum tersebut terjadi sebelum zaman Nabi Musa.
Ketika Musa telah sampai di sumur tersebut, dia menjumpai di sana sekumpulan orang yang sedang memberi minum (ternaknya) dan dia menjumpai di belakang orang banyak itu, dua orang perempuan sedang menghambat ternaknya.
Keduanya mencegah ternak mereka untuk tidak bercampur dengan ternak orang lain. Nabi Musa kemudian bertanya, “Apakah maksudmu dengan berbuat begitu?”
Kedua perempuan itu menjawab, “Kami tidak dapat mengambil air sumur itu kecuali para penggembala yang semuanya laki-laki itu pergi, kami tidak mungkin ikut berdesak-desakan dengan mereka sedangkan alasan mengapa kami yang menggembalakan ternak ini karena ayah kami sudah tua dan tidak mampu lagi untuk melakukannya.”
Setiap kali para penggembala selesai mengambil air dari sumur tersebut, mereka meletakkan sebuah batu besar di mulut sumur itu. Batu besar tersebut biasanya tidak dapat diangkat kecuali oleh sepuluh orang.
Kemudian setelah sumur itu ditutup datanglah kedua orang perempuan untuk memberikan minum ternak mereka dari sisa-sisa air minum ternak para penggembala tadi.
Maka pada hari itu, Musa mendekati sumur tersebut dan mengangkat sendiri batu yang menutupi sumur, lalu ia mengambil airnya dan memberikan air itu kepada kedua perempuan tadi.
Mereka akhirnya dapat memberikan minum ternak mereka dengan cukup, bahkan lebih, dan setelah itu Musa kembali mengambil batu besar tadi untuk menutup sumur tersebut.
Kemudian Musa kembali ke tempat yang teduh. Tempat teduh yang dimaksud adalah di bawah pohon yang daunnya lebat untuk berteduh.
Setelah itu ia berdoa, “Ya Tuhanku sesungguhnya aku sangat memerlukan sesuatu kebaikan (makanan) yang Engkau turunkan kepadaku.”
Dari sanalah kemudian Allah mengabulkan do’a Nabi Musa dan mempertemukannya dengan keluarga Nabi Syu’aib. [Ln]