HIDUP ini sebuah perjalanan panjang. Kadang mendaki dan kadang menurun. Tapi, lebih banyak mendakinya daripada turunan.
Pernahkah naik gunung? Kalau yang pernah tentu bisa membayangkan. Kalau yang belum, ya mungkin juga bisa mengira-ngira seperti apa asyik dan penatnya.
Bagi yang nggak suka, mungkin pernah terlintas pertanyaan, “Ngapain sih, kayak nggak ada kerjaan aja!”
Mungkin ungkapan itu lebih ke arah gugatan daripada sebuah pertanyaan. Karena jawabannya memang nggak perlu.
Nah bagi yang pernah, apalagi yang hobi, akan merasakan hal lain selain asyik dan penat. Yaitu, perjalanan naik gunung itu tak ubahnya seperti sebuah perjalanan kehidupan.
Bagaimana kalau naik gunungnya tidak dengan berjalan kaki? Mungkin dengan sepeda, motor, atau mobil.
Dengan kendaraan pun, kesan perjalanan ke gunung akan memberikan hikmah seperti sebuah perjalanan kehidupan.
Ide dasar dari naik gunung itu adalah sosok puncak sang gunung. Terlihat begitu indah, meskipun dilihat dari kejauhan. Atau bahkan hanya melalui gambar atau video.
Dari situlah ada keinginan kuat untuk menikmati keindahan itu dengan lebih dekat. Ingin berada di situ. Ingin menginjakkan kaki di situ. Dan ingin mendapatkan penglihatan dari arah situ.
Berbagai keinginan inilah yang mendorong tekad untuk berjuang keras agar bisa sampai di puncak. Meskipun perjalanannya butuh keberanian, tenaga, dan bekal yang cukup.
Perjalanan menuju puncak lebih banyak naiknya daripada turun. Dan sebaliknya, perjalanan dari puncak akan lebih banyak turunnya daripada naik.
Baik naik maupun turun, dua-duanya memiliki upaya tersendiri. Naik memang berat, tapi turun pun tidak bisa dianggap ringan.
Dari semua pengalaman para pendaki, perjalanan bersama tim jauh lebih mengasyikkan daripada sendirian. Setidaknya, ada teman yang bisa diajak untuk berbagi beban dan pengalaman.
Kadang, tentang cerita berbagi ini jauh lebih berkesan daripada tentang puncak itu sendiri. Karena puncak bisa dilihat tanpa harus kesana. Tapi pengalaman berbagi tak mungkin bisa ada kesan tanpa pernah mengalaminya.
Dan akhirnya, meski semunya menyisakan capek dan mungkin sedikit luka atau cedera, mereka yang usai dari puncak merasakan bahagia.
Karena dari perjalanan itulah, mereka memperoleh pelajaran dari sebuah perjalanan yang saat ini sedang dilakoni. Yaitu, kehidupan itu sendiri.
Yah, perjalanan hidup ini langkah demi selangkah akan dilalui. Tak peduli apakah yang mengalami tergolong malas atau rajin, mau atau enggan, punya bekal atau tidak, tahu jalan atau nggak, berjalan lambat atau cepat; semua harus bergerak dan bergerak.
Ada masa di mana akan tiba di sebuah titik yang bernama puncak. Dan setelah puncak akan ada perjalanan turun setelah sebelumnya mendaki.
Semoga semua kita akan seperti pendaki saat tiba kembali dari akhir perjalanan. Yaitu rasa bahagia.
Akhir dari perjalanan hidup itu adalah kematian. Dan bahagia yang paling bernilai itu adalah bahagia di saat kematian (husnul khatimah). [Mh]