Sebagai manusia, penting sekali kita memahami dan meresapi pernyataan istigfar. Jadi, ketika kita beristigfar, kita dapat memahami bahwa kita memohon ampunan kepada Allah dengan kesungguhan hati, dengan penuh menyesal, dan berusaha tidak mengulangi dosa yang sama.
Baca Juga: Alangkah Besar Keutamaan Beristigfar
Pernyataan Istigfar, Pengakuan Kezaliman dalam Diri
ظَلَمْتُ نَفْسِي وَاعْتَرَفْتُ بِذَنْبِيْ فَاغْفِرْ لِي ذُنُوْبِي جَمِيْعًا إِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلاَّ أَنْتَ
“Aku telah menzalimi diri sendiri dan aku mengakui perbuatan dosaku, maka ampunilah dosa-dosaku seluruhnya. Sesungguhnya tidak ada yang bisa mengampuni dosa kecuali Engkau.”
Sungguh indah sekali bimbingan Allah bagi orang yang berdosa untuk meminta ampunan kepadaNya semata, dengan pengakuan bahwa ia telah mendzholimi diri sendiri dengan perbuatan dosa tersebut.
Sebagaimana Allah mengajarkan kepada Nabi Adam kalimat taubat, yang di dalamnya terkandung pengakuan bahwa ia telah mendzholimi diri sendiri, sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an :
قَالاَ رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْلَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ
“Mereka berdua (Adam dan Hawa’) berkata : ‘Wahai Tuhan kami, sesungguhnya kami telah mendzholimi diri kami, jika Engkau tidak mengampuni dan memberi rahmat kepada kami, niscaya kami akan termasuk orang-orang yang merugi.“ (Q.S Al-A’raaf : 23).
Pengakuan dosa seorang hamba yang dosanya terkait antara dirinya dengan Allah memang hanya disampaikan kepada Allah, tidak kepada makhluk lain, bahkan disyariatkan untuk dirahasiakan.
Jika kita telah melakukan perbuatan dosa yang itu bukan merupakan dosa kita kepada sesama manusia, maka kita harus menyembunyikan dan tidak memberitahukan kepada orang lain bahwa kita telah melakukan perbuatan dosa tersebut.
Berkaitan dengan hal ini Rasulullah Shollallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
كُلُّ أُمَّتِي مُعَافَى إِلاَّ اْلمُجَاهِرِيْنَ وَإِنَّ مِنَ اْلمُجَاهِرَةِ أَنْ يَعْمَلَ الرَّجُلُ بِاللَّيْلِ عَمَلاً ثُمَّ يُصْبِحُ وَقَدْ سَتَرَهُ اللهُ فَيَقُوْلُ يَا فُلاَنُ عَمِلْتُ اْلبَارِحَةَ كَذَا وَكَذَا وَقَدْ باَتَ يَسْتُرُهُ رَبُّهُ وَيُصْبِحُ يَكْشِفُ سَتْرَ اللهِ عَنْهُ
“Semua ummatku dimaafkan kecuali al-Mujaahiriin, yaitu seseorang yang berbuat dosa pada malam hari kemudian pada pagi harinya -padahal Allah telah menutupi aibnya itu – dia berkata : ‘Wahai fulan, tadi malam aku berbuat ini dan itu, padahal malam harinya Allah telah menutup aibnya, pada pagi harinya ia membuka penutup aib dari Allah untuknya tersebut.” (H.R Al-Bukhari-Muslim dalam Shahihnya).
Imam AsSuyuthi Rahimahullah menjelaskan : Al-Mujaahirin adalah seseorang yang menampakkan perbuatan kemaksiatannya dan menceritakan kepada orang lain. (Lihat AdDiibaaj juz 6 hal 296 cetakan Daaru Ibn Affan tahun 1416 H).
[Cms]
http://telegram.me/alistiqomah