Ismyah Rokayah: di Manapun Berada, Allah di Situ Pula, Oleh : Rahmatullah, Founder Taklim Jurnalistik
ChanelMuslim.Com – Hidup memang penuh liku. Kesedihan, penderitaan, cacian, dan hinaan melebur menjadi satu. Tangis, tawa, susah, senang, derita, dan bahagia terjalin menjadi cerita dramatis, tetapi penuh makna.
Demikian yang disampaikan Ismyah Rokayah dalam membedah buku “Ditolong Allah” kepada ratusan pengunjung yang memadati Masjid Al-Aqsa Madinah, Surabaya, belum lama ini.
“Namun, semua itu sudah kulewati dan menjadi masa lalu,” kenangnya dalam “Halaqoh Usroh” Jama’ah Hidayatullah Surabaya berkerjasama dengan BMH Perwakilan Jawa Timur.
Baca Juga: Aku Hampir Putus Asa, Allah Beri Jalan
Ismyah Rokayah: di Manapun Berada, Allah di Situ Pula
Berbahagialah, sambung Ismyah, dia yang makan dari keringatnya sendiri, bersuka karena usahanya hasil sendiri, dan maju karena pengalamannya sendiri.
Istri Zainal Abidin Muhammad ini menyatakan semua adalah kenangan termanis yang dianugrahkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala yang tak terhingga. Mungkin seandainnya menyerah saat dilanda kesedihan, menurutnya cerita ini tidak cukup hanya sampai di sini dan tidak akan sepanjang kisah dalam buku ditolong Allah.
“Allah Maha Adil, Dia tidak akan menelantarkan hamba-Nya yang berusaha mendekati-Nya,” ungkap pemilik nama Yayah Rokayah, Ahad(26/3)
Buku yang dibedah ini mengisahkan tentang pengalaman luar biasa yang selalu ditolong Allah dalam segala urusannya hingga diluncurkan buku tersebut di Gimhae Undongjang, Korea Selatan, pada Senin (30/1/2017).
Adapun buku “Ditolong Allah”, lanjut Ismyah Rokayah, menyimpan pesan bahwa manusia tidak memiliki kekuatan selain pertolongan dari sang Pencipta yang memiliki nasib dan takdir manusia.
Semua yang menyelamatkan hanya Allah semata, dunia itu kecil. Bahkan di hati kita apa pun yang kita lakukan atas sepengetahuan dan pengawasan dari Allah.
“Dalam buku ini saya tulis pertolongan Allah dari menaklukkan kejamnya kota Jakarta sampai mendadak berhaji gratis dan juga keliling Indonesia,” ucap wanita asal Sunda.
Jakarta dan Garut
Wanita kelahiran Garut 10 Agustus 1979 ini mengungkapkan, saat berkelana di Kota Jakarta tidak merasakan hirupan udara segar, namun panas, tubuh basah dengan keringat. Sungguh sangat berbeda dengan kehidupan sebelumnya di kota Garut.
Ironis, katanya, banyak orang bergaya seperti artis, tapi juga banyak yang berpenampilan gembel. Jakarta memang penuh warna, Jakarta memang serba ada, Jakarta juga tempat orang bertarung dan mengadu nasib.
“Benarlah kata orang, jakarta lebih kejam daripada ibu tiri,” cerita Teteh Yayah, sapaanya.
Alumnus Universitas Moch Thamrin Jakarta ini menceritakan, dirinya beberapa kali mendapat bantuan dari Allah saat terus berusaha beribadah kepada-Nya dalam menghadapi bahaya atau pun meraih kesuksesan.
“Lebih jelasnya, simaklah dan bacalah buku Ditolong Allah,” katanya berpromosi. (Mh/Ipr)