ChanelMuslim.com- Sesuatu atau seseorang yang sangat dicintai tentu akan sangat dihormati. Tapi kadang, kenyataannya tidak demikian.
Ketika seseorang akan masuk ke rumah tetangga, ia akan mengucapkan salam. Salam diucapkan begitu lembut dan sopan. Manakala tuan rumah tidak juga menjawab, orang itu pun pulang.
Fenomena itu sangat wajar. Dan itulah yang disebut dengan adab, atau aturan kesopanan. Hal ini akan interaksi antar manusia berjalan dengan baik.
Namun begitu, bayangkan jika kita masuk ke rumah sendiri. Atau ke kamar kos teman akrab kita. Apakah kita akan diam saja ketika tidak ada jawaban salam dari dalam. Padahal, kita yakin di dalam sana ada orangnya.
Rasanya tidak. Kita akan lebih keras lagi mengucapkan salam. Bahkan bukan hanya salam, pintu pun mungkin akan digedor supaya bisa terdengar.
Contoh lain, ketika kita bertamu ke rumah yang baru dikenal dan tamu tidak menyediakan air minum, apakah kita akan minta air minum.
“Kok nggak ada air minumnya?” Bisakah ucapan seperti itu kita lontarkan?
Rasanya tidak. Kita akan diam saja. Sementara, di dalam hati seperti ada suara protes: kok nggak disediakan air minum sih?
Sekarang, bayangkan jika itu terjadi di rumah sahabat dekat kita. Kita sudah duduk lama, ngobrol ngalur ngidul, tapi nggak disediakan air minum. Apakah kita berlaku jaim seperti saat bertamu tadi?
Tentu tidak. Kita akan dengan luwes dan tanpa basai-basi akan protes ke sahabat dekat kita. “Air minumnya mana?” begitu kira-kira.
Begitu pun dalam hubungan pria dan wanita. Ketika kakak adik dalam satu rumah bertemu. Adiknya yang perempuan kebetulan mengenakan pakaian minim. Terus ia bilang, “Maaf ya, Kak. Saya pake pakaian minim begini!”
Rasanya, ucapan itu terdengar agak aneh. Karena hubungan kakak adik yang terjalin begitu lama sudah saling memaklumi satu sama lain.
Begitu pun antara suami dan istri. Rasanya, tak seorang pun suami atau istri yang akan bilang, “Maaf ya, saya pake pakaian minim begini!”
Bandingkan jika ketika bertamu atau bertemu dengan orang yang baru dikenal. Ucapan seperti di atas menjadi sangat lazim dan pantas untuk diucapkan.
Pertanyaannya, kenapa ada standar yang berbeda? Dan standar yang berbeda itu menjadi sebuah kelaziman, di mana pun kita berada.
Hal tersebut karena sebuah kelaziman. Yaitu, adanya adab atau kesopanan yang harus dipegang dalam masyarakat. Dan hal itu muncul secara alami.
Sementara ketika sudah terjadi keakraban, apalagi hubungan kakak adik atau suami istri; standar sopannya menjadi sangat berbeda.
Dalam masyarakat Betawi pernah ada ucapan, “Kirain siape!” Hal itu terucap ketika teman akrabnya datang dengan ucapan salam yang begitu formal.
Ada pepatah Arab mengtakan: idzaa tamaamul mahabbah, saqothol adab. Artinya, ketika cinta sudah terjalin sempurna, maka runtuhlah tata kesopanan.
Namun, pepatah ini tidak berlaku untuk orang-orang yang memang patut untuk dihormati. Seperti kepada ayah ibu, guru, ustaz atau ustazah, dan lainnya.
Karena meskipun sudah sangat terjalin cinta, terhadap beliau-beliau itu harus tetap ada kesopanan yang lebih. Menghormati mereka bukan sekadar menghormati dirinya. Tapi menghormati Dzat yang telah menghormatinya. Yaitu, Allah subhanahu wata’ala. [Mh]