KEMENTERIAN Kelautan dan Perikanan (KKP) mengembangkan Banda Neira sebagai model integrasi antara konservasi laut, arkeologi, dan budaya maritim.
Melalui program Laut untuk Kesejahteraan (LAUTRA), Banda Neira diproyeksikan menjadi laboratorium ekonomi pesisir yang menyeimbangkan aspek ekologi, ekonomi, dan sosial budaya masyarakat pesisir.
Banda Neira merupakan contoh nyata bagaimana konservasi laut dapat berjalan berdampingan dengan pemberdayaan ekonomi masyarakat.
Baca juga: Rekomendasi Tempat Wisata di Labuan Bajo
Banda Neira Ditetapkan Sebagai Model Integrasi Konservasi Laut dan Budaya Maritim di Indonesia
“Program LAUTRA yang dijalankan KKP menempatkan Banda Neira sebagai kawasan prioritas karena memiliki kekayaan ekosistem laut sekaligus nilai sejarah dan budaya yang tinggi. Kami ingin membangun model pengelolaan laut yang tidak hanya lestari, tetapi juga mensejahterakan,” ujar Direktur Jenderal Pengelolaan Kelautan, Koswara, dikutip dari Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia.
Pada Selasa (21/10/2025) lalu yang bertepatan dengan momen Bulan Bakti Kelautan dan Perikanan dalam rangka HUT ke-026 tahun KKP, telah berlangsung talk show “Pilar Ekonomi Berkelanjutan Masyarakat Pesisir Banda Neira: Integrasi Arkeologi dan Budaya Maritim” di Auditorium Soe Hok Gie, Universitas Indonesia.
Kegiatan ini menjadi ajang pertemuan gagasan antara akademisi, pemerintah, dan masyarakat dalam membangun arah baru pengelolaan sumber daya laut berbasis warisan budaya.
Program Laut untuk Kesejahteraan (LAUTRA) mencakup 11 provinsi, 20 kawasan konservasi, dan 3 Wilayah Pengelolaan Perikanan dengan total area mencapai 8,3 juta hektare.
Melalui empat komponen utama penguatan kelembagaan konservasi, pembangunan ekonomi lokal, pembiayaan berkelanjutan (blue financing), dan manajemen proyek terpadu, KKP menargetkan lebih dari 75 ribu penerima manfaat langsung, termasuk 30 persen kelompok perempuan pesisir.
Banda Neira dinilai sebagai pusat pengembangan ekonomi pesisir berkelanjutan yang memadukan alam dan budaya.
KKP bersama mitra akademik mendorong pengembangan lima pilar utama, yakni diversifikasi ekowisata bertema sejarah dan bahari, pembentukan koperasi wisata maritim, pembangunan infrastruktur ekonomi lokal seperti dermaga wisata dan museum budaya laut, hingga pelatihan masyarakat menjadi storyteller dan pemandu wisata budaya bersertifikat.
Follow Official WhatsApp Channel chanelmuslim.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
Dari sisi akademik, Dr. Muhammad Farid, Rektor Universitas Banda Neira, menyebut Banda Neira sebagai “laboratorium hidup” pembangunan berkelanjutan yang menuntut kolaborasi lintas sektor.
Sementara Dr. Kastana Sapanli dari IPB University menegaskan potensi besar Banda Neira sebagai bagian dari Coral Triangle dan Spice Islands, yang ideal untuk pengembangan eco-diving, heritage spice tourism, dan agrowisata pala.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menekankan pentingnya keseimbangan antara perlindungan ekosistem laut, pemberdayaan masyarakat pesisir, dan pengembangan ekonomi biru berkelanjutan sebagai pilar utama pembangunan kelautan nasional. [Din]





