ChanelMuslim.com – Perempuan dan politik. Mestinya gambar ini diposting tanggal 12-13 Desember ketika Kongres Vl KPPI berlangsung. Saya dikirimi twibbon ini agar dapat ikut memeriahkan suasana.
Saya juga diundang secara offline dan online. Tapi saya tidak bisa hadir di keduanya, karena saat bersamaan dalam perjalanan di luar kota. Meski terlambat, mudah-mudahan ucapan selamat masih bermakna.
Selamat bagi presidium dan kepengurusan baru yang terpilih. Semoga mampu mengokohkan peran perempuan di ranah politik untuk kemajuan bangsa dan negara yang bermartabat, khususnya untuk kebaikan keluarga, perempuan dan anak Indonesia.
Keterlibatan Perempuan dalam Politik
Keterlibatan perempuan dalam politik bukanlah hal baru. Setidaknya dalam pandangan agama (Islam). Perempuan adalah mitra kerja laki-laki dalam memakmurkan bumi.
Baca juga: Tangisan Sejati dan Tangisan Palsu
Sebagaimana disabdakan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, ”Kaum wanita adalah saudara kandung kaum pria.” (Shahih al-Jami ash-Shaghir)
Karena itu, bagi perempuan merupakan keniscayaan berpartisipasi dengan terhormat dalam berbagai lapangan kehidupan. Agama tidak menghalangi perempuan menyampaikan pendapat, bertukar pikiran, atau bekerja sama dengan kaum laki-laki.
Tujuannya untuk mengerjakan satu pekerjaan yang membawa kemaslahatan dengan catatan mereka tetap memperhatikan ketentuan agama. (Abdul Halim ‘Tahrirul Mar’ah’)
Keikutsertaan perempuan dalam berbagai lapangan kehidupan merupakan pola yang telah diterapkan sejak masa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Ummu Syuraik misalnya, membuka pintu rumahnya untuk menyambut tamu. Orang-orang Muhajirin dan sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mampir ke rumah Ummu Syuraik. Sehingga rumahnya berubah seperti tempat pertemuan.
Ummu Hani dibenarkan sikapnya oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam ketika memberi jaminan keamanaan sementara kepada orang musyrik. Jaminan keamanan merupakan salah satu aspek bidang politik.
Di Indonesia, tinta emas telah mencatat bagaimana peran muslimah di panggung sejarah. Tjut Nya’ Dhien (1848), RA Kartini (1879), Rahmah El-Yunusiah (1900). Bahkan 300 tahun sebelum Kartini lahir, ada RA Retno Kencono putri Sultan Trenggono (wafat 1579) yang pernah bertahta di kota Jepara.
Jika politik dimaknai sebagai ranah kendali kekuasaan, Ibnu Khaldun mengatakan, ”Kekuasaan dan politik merupakan tanggung jawab dan amanah-Nya untuk mewujudkan kemaslahatan bagi segenap manusia.”
Wallahu a’lam.
Catatan Ustazah Wirianingsih di akun Instagramnya @wiwirianingsih pada Sabtu, 18 Desember 2021.
[Wnd]