1. Tidak sabar dengan keuntungan kecil. Akhirnya mudah tergiur bergonta-ganti bisnis dan meninggalkan yang sedang dirintis.
Ada janji keuntungan besar terlalu cepat beralih tanpa riset yang mendalam. Dan model orang pertama ini juga biasanya jadi sasaran empuk para penipu berskema ponzi, investasi bodong dengan janji return yang nggak masuk akal.
Prinsip mereka nggak masuk akal nggak papa yang penting masuk kantong. Hehehe. Biasanya cuma awalnya saja.
Baca juga: Obrolan Suami Istri
2. Ingin usahanya cepat besar bahkan ingin buka cabang. Padahal belum tentu siap secara sumber daya.
Buka cabang itu tidak selalu menjadi indikator keberhasilan usaha. Jumlah karyawan yang banyak juga belum tentu menandakan usahanya berhasil.
Ada banyak yang tergesa-gesa membuka cabang karena ingin omsetnya berlipat. Padahal membuka cabang atau ekspansi juga berarti biaya yang juga meningkat.
Jika resources-nya belum cukup. Bertumbuh terlalu cepat justru menjadi jalan tercepat membunuh bisnisnya sendiri.
3. Menganggap semua usaha sejenis adalah lawan, sehingga tidak merangsang pikiran untuk memunculkan ide kolaborasi. Yang ada hanya selalu berkompetisi.
Di era industri 4.0 dimana informasi adalah aset yang sangat penting. Maka kolaborasi adalah langkah paling efektif untuk meningkatkan pengetahuan dan bertumbuh.
Kolaborasi memungkinkan banyak wilayah bisnis baru yang dikerjakan. Dan lebih banyak customer yang dipuaskan. Kolaborasi menjadikan kita lebih siap menghadapi perubahan.
Karena sendiri itu berat, Mblo!
4. Tidak mampu mengerem gaya hidup di saat baru memiliki sedikit keuntungan. Baru untung sedikit, sudah berganti gaya hanya ingin terlihat sebagai pengusaha.
Jalan-jalan terlalu sering, staycation, beli barang branded, upgrade gaya hidup dan circle pertemanan. Padahal itu bukan sesuatu yang mendesak.
Baca selengkapnya di oase ChanelMuslim.com