ChanelMuslim.com – Tinggal jauh atau dekat dengan orangtua? Mohon sarannya Ustazah, bagi wanita yang sudah menikah, lebih baik tinggal jauh dari orangtua atau dekat dengan orangtua?
Oleh: Ustazah Husna Hidayati, M.HI.
Seorang perempuan jika sudah menikah, maka hak perwaliannya bukan lagi pada orangtuanya tapi sudah berpindah kepada suaminya, termasuk pilihan mengikuti suami dalam hal tempat tinggal.
Kewajiban tinggal di rumah suami, merupakan salah satu hal yang sudah ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya.
Lebih dari itu, sungguh, Islam telah dengan tegas menyatakan bahwa kewajiban seorang istri untuk tinggal di rumah yang telah disediakan suami merupakan kewajiban istri sebagai hak suaminya.
Jika istri tidak bersedia tinggal bersama suami di tempat yang sudah disediakan. (Dr. Musa Kamil dalam buku Suami-Istri Islami).
Maka suami memiliki hak untuk menuntut dan memaksa istrinya agar bersedia tinggal di rumah yang sudah disediakan tersebut.
Hal ini menunjukkan betapa Islam ingin memuliakan seorang istri dan mengangkat derajat suami yang bertanggung jawab pada kedudukan mulia di sisi-Nya.
Sebenarnya, ada banyak sekali kelebihan tinggal di rumah sendiri bagi kita yang baru saja menikah.
Meskipun rumah tersebut masih berstatus sebagai rumah kontrakan, tapi jika tinggal di rumah yang terpisah dengan orangtua dan mertua akan menjadikan kita bebas belajar menentukan kebijakan-kebiijakan rumah tangga.
Baca Juga: Anakku, Inilah Tempat Tinggalmu
Perempuan Sudah Menikah, Tinggal Jauh atau Dekat dengan Orangtua?
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam juga telah memberikan penekanan, agar setiap laki-laki dan wanita yang sudah menikah berusaha untuk tinggal di rumah sendiri, berpisah dengan orangtua.
Hal ini dapat kita lihat dalam potret kehidupan pernikahan antara Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu dengan Fatimah Az-Zahra binti Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.
Setelah menikah, wanita paling mulia di sisi Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, itu Fatimah Az-Zahra bersedia mengikuti Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu tinggal di rumah sederhana yang telah disediakan.
Rumah yang disediakan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu itu sangat kecil dan hampir tak ada perabotan rumah tangga di dalamnya. Karena itu, disyariatkan agar suami istri selalu tinggal bersama.
Aturan seperti ini tidak hanya berlaku bagi umat Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, tapi juga menjadi ajaran nabi terdahulu.
Di antaranya Nabi Musa ‘alaihisshalatu was salam. Dalam al-Quran, tepatnya di surat al-Qashas ayat 23 hingga 30, Allah menceritakan keluarga Musa.
Setelah Musa menuju Madyan, beliau dinikahkan dengan putri salah satu orang soleh di kampung itu, dengan mahar, bekerja menjadi penggembala kambing selama 10 tahun.
Setelah Musa menyelesaikan tugasnya, beliau kembali ke Mesir untuk misi membebaskan Bani Israil yang dijajah Firaun. Dalam penggalan kisah, Musa kembali ke Mesir bersama istrinya
فَلَمَّا قَضَىٰ مُوسَى الْأَجَلَ وَسَارَ بِأَهْلِهِ…
“Tatkala Musa telah menyelesaikan waktu yang ditentukan dan dia berangkat dengan keluarganya..” (QS. al-Qashas: 29).
Ketika menafsirkan ayat ini, al-Qurthubi menyatakan, “Dalam ayat ini terdapat dalil bahwa seorang suami merantau dengan membawa istrinya sesuai yang diinginkan suaminya. Suami diunggulkan karena posisinya sebagai pemimpin keluarganya. (Tafsir al-Qurthubi, 13/281).
Dalam surah lain Allah berfirman,
أَسْكِنُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ سَكَنْتُمْ مِنْ وُجْدِكُمْ وَلَا تُضَارُّوهُنَّ لِتُضَيِّقُوا عَلَيْهِنَّ…
“Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka.” (QS. at-Thalaa: 6).
Demikianlah kemestian seorang istri untuk taat dan mengikuti suaminya untuk tinggal dan menetap setelah menikah sesuai dengan kemampuan dan pilihan suami.
Tidak menjadi soal apakah harus berdekatan dengan orangtua atau tidak. Sepanjang istri menaati keputusan suami. Wallaahu a’lam.[ind]