MENDIDIK anak laki-laki tanpa ayah. Penting sekali mendidik seorang anak untuk menjadi seorang pemimpin, terutama anak laki-laki.
Tentu seorang anak laki-laki juga membutuhkan sosok terdekat untuk dijadikan contoh pemimpin dalam hidupnya.
Lalu, bagaimana anak laki-laki yang sudah tidak memiliki ayah?
Ustadz Bendri Jaisyurrahman telah menjawab mengenai hal ini.
Ustadz Bendri adalah aktivis dan konselor ketahanan keluarga di Indonesia.
Laki-laki itu harus dididik dengan cara laki-laki.
Follow Official WhatsApp Channel chanelmuslim.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam meskipun yatim, tapi sisi keayahannya tidak hilang.
Hal itu terjadi karena Nabi dapatkan dari sosok laki-laki sejati dari kakeknya.
Kakek Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam terlibat dalam proses pengasuhan.
Kemudian sepeninggal kakek, Nabi diasuh oleh pamannya.
Dari perjalanan hidup Nabi, dapat disimpulkan bahwa jika ayah tidak hadir dalam pengasuhan, maka harus ada sosok ayah pengganti dari sisi mahram.
Siapakah sisi mahram?
Misalnya paman dan kakek yang masih dalam lingkaran keluarga.
Baca juga: Mendidik Anak yang Keras Kepala
Mendidik Anak Laki-laki Tanpa Ayah
Segagah-gagahnya seorang ibu mendidik anak laki-laki, tidak akan segagah seorang ayah.
Cara marah dan tertawa antara laki-laki dan perempuan juga beda.
Dan hal ini semua akan memengaruhi tumbuh kembang anak.
Peran ayah sangat mempengaruhi bagaimana kondisi mental anak di masa depan.
Karena seorang ayah fitrahnya adalah menerapkan keyakinan pada anak. Menjadi pondasi yang menentukan tindakan anak di masa depan.
Jangan sampai orang tua memiliki utang pengasuhan terhadap anaknya.
Jangan sampai seorang anak semasa kecil tidak pernah melihat contoh kelaki-lakian atau keberanian dari ayahnya.
Khususnya fase tumbuh kembang anak diumur 7-15 tahun.
Seperti anak tidak mendapatkan contoh cara menyelesaikan masalah dengan berani dan bijak.
Ada stimulan-stimulan yang dibutuhkan anak di umur ini yang bisa kita lihat dari dua hal, yaitu ucapan dan tindakan.
Jika utang-utang pengasuhan ini tidak ditunaikan, maka akan berubah menjadi luka pengasuhan.[Sdz]