ChanelMuslim.com – Ketika takut hafalan al-qur’an terlupakan adalah salah satu penyebab seseorang tidak mau menghafal Al-Qur’an. Rasa takut ini sebenarnya didasari dengan adanya keterangan dari sebagian ulama bahwa lupa hafalan al-Qur’an merupakan salah satu di antara dosa-dosa besar.
Oleh: Slamet Setiawan, S.H.I
Di antara penyebab yang membuat seseorang tidak mau menghafal al-Qur’an adalah adanya rasa takut jika suatu saat nanti ia tidak bisa menjaga hafalannya, takut hafalannya lupa bahkan hilang.
Rasa takut ini bukan hanya dapat menimpa mereka yang punya keinginan untuk menghafal al-Qur’an dan belum sempat memulainya karena masih ragu, tetapi juga bisa menimpa mereka yang sedang dalam proses menghafal dan belum sempat menyelesaikan hafalannya. Pun bisa juga menimpa mereka yang sudah selesai menghafalnya dengan sempurna.
Baca Juga: Barakallah, Siswa SMP JIBBs Tingkatkan Capaian Hafalan Alquran
Ketika Takut Hafalan Al-Qur’an Terlupakan
Rasa takut ini sebenarnya didasari dengan adanya keterangan dari sebagian ulama bahwa lupa hafalan al-Qur’an merupakan salah satu di antara dosa-dosa besar.
Ketika rasa takut tersebut menimpa seseorang yang sudah punya keinginan untuk menghafal al-Qur’an namun ia belum sempat memulainya karena terlalu banyak hal yang dipertimbangkannya, biasanya rasa takut tersebut dapat menjadi penyebab timbulnya keraguan.
Dengan demikian, jika rasa takut tersebut lebih mendominasi dibandingkan dengan harapannya untuk dapat hafal al-Qur’an, tak jarang seseorang akhirnya mengurungkan niatnya untuk menghafalkannya.
]ika rasa takut tersebut menimpa seseorang yang masih dalam proses menghafal dan belum sempat menyelesaikan hafalannya, ketika rasa takut tersebut mengalahkan harapannya untuk dapat menyelesakan hafalan al-Qur’an.
Ia juga biasanya membuat seorang penghafal ragu untuk melanjutkan hafalannya sehingga memilih untuk menjaga hafalan yang sudah didapat, walaupun hanya sedikit, dan tidak mau melanjutkan hafalannya karena takut apa yang akan dihafalkannya itu nantinya tidak mampu ia jaga.
Adapun jika rasa takut tersebut menimpa seseorang yang sudah menyelesaikan hafalannya, biasanya rasa takut ini bukan lagi merupakan sesuatu yang negatif, bahkan ia menjadi rasa takut yang positif.
Dengan adanya rasa takut itu, seseorang akan lebih semangat menjaga hafalan al-Qur’annya, karena tidak ada pilihan lain yang harus ia lakukan terhadap hafalannya selain menjaga dan memeliharanya dengan baik.
Kesimpulannya adalah bahwa takut ‘lupa hafalan’ itu bisa menjadi sesuatu yang negatif, bisa juga menjadi sesuatu yang positif.
Ketika ia menimpa seseorang yang belum menghafal al-Qur’an, jika ia memang menimpa orang yang hatinya lemah, rasa takut itu bisa mempengaruhi niatnya untuk menghafal al-Qur’an, membuatnya ragu, bahkan membuatnya malah tidak jadi menghafal.
Sebaliknya, ketika ia menimpa seseorang yang sudah berhasil menghafal al-Qur’an dengan sempurna, rasa takut itu biasanya bukan lagi menjadi sesuatu yang negatif, tetapi justru memberinya dorongan untuk senantiasa menjaga dan memelihara hafalan al-Qur’annya agar jangan sampai terlupakan. Semakin besar rasa takut tersebut, semakin besar pula semangat untuk menjaganya.
Baca Juga: Kisah Nuha , Hafalan Alquran Yang Melejitkan Prestasinya
Cara Menguatkan Hati yang Lemah
Lantas, bagaimana solusinya agar orang yang belum atau hendak menghafal tidak terkena pengaruh negatif dari rasa takut tersebut? Jawabannya sederhana, ubahlah yang negatif itu menjadi positif.
Caranya, kuatkan hati kamu yang tadinya lemah. Sebab karena hati yang lemah itulah akhirnya sesuatu yang sebenarnya positif bisa menjadi negatif buat kamu.
Hati yang kuat adalah hati yang mampu menyingkirkan hal-hal yang negatif sekaligus mampu menghadirkan sisi positif dari setiap sesuatu. Jadi, perbaiki dulu hati kamu, banyak-banyaklah merenungkan hal-hal yang positif.
Perbandingan antara hafal al-Qur’an dan tidak, secara sederhana dapat diilustrasikan dengan perbandingan antara kaya dan miskin. Kekayaan adalah sesuatu yang identik dengan kesenangan, kelebihan harta, dan terpenuhinya segala keinginan.
Sementara kemiskinan biasanya identik dengan kesengsaraan, kekurangan harta, kelaparan, dan lain sebagainya. Salah satu tabiat manusia memang selalu menginginkan kesenangan dan kebahagiaan, tidak berlebihan kiranya jika dikatakan bahwa hampir setiap manusia menginginkan kekayaan.
Walaupun sebenarnya kekayaan sendiri merupakan ujian di mana akan dimintai pertanggungjawabannya di hadapan Allah. Dari mana ia mendapatkan harta tersebut, untuk apa ia gunakan, semuanya akan menjadi pertanyaan yang harus dijawab di akhirat nanti.
Akan tetapi, apakah kalian sendiri lebih memilih miskin daripada kaya karena takut kekayaan tersebut tidak dapat kalian jaga dari hal-hal yang bisa menyengsarakan kalian di akhirat nanti?
Pada kenyataannya, banyak orang yang tetap menginginkan kekayaan dengan rasa optimis bahwa kekayaan tersebut akan digunakannya dalam berbagai kebaikan.
Demikian pula seharusnya kalian lebih memilih menghafal al-Qur’an.
Baca Juga: Anak 7 Tahun menjadi Penguji Hafalan Alquran
Hafalan Al-Quran adalah Kekayaan
Bukankah al-Qur’an sendiri adalah kekayaan yang sebenarnya? Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam sendiri sebagaimana dapat kita temukan di dalam Musnad Abi Ya’la-pernah bersabda:
“Al-Qur’an adalah kekayaan, tidak ada kefakiran setelahnya, dan tidak ada kekayaan selainnya.” Kalian seharusnya lebih pantas memilih kekayaan dari al-Qur’an daripada memilih kekayaan dunia.
Kalian juga seharusnya lebih memilih hafal al-Qur’an dengan tetap optimis bahwa hafalan yang kalian miliki itu akan kalian pelihara dengan sebaik-baiknya, sama dengan ketika kalian memilih kaya dengan tetap optimis bahwa kalian akan mempergunakan kekayaan tersebut dengan sebaik-baiknya.
Jika dengan kekayaan kalian yakin bisa bersedekah dan membantu orang lain, dengan hafal al Qur’an seharusnya kalian juga yakin bahwa kalian bisa memberikan manfaat dari al-Qur’an yang kalian hafal untuk diajarkan kepada orang lain.
Bukankah sebaik-baik manusia adalah yang mempelajari dan mengajarkan al-Qur’an? Wallahu a’lam.[ind]