LELAKI sepuh itu menerabas kerumunan jemaah yang menuju Masjidil Haram. Tangan kirinya menenteng kantong plastik hitam. Di bahu kirinya terselip tas selempang. Berjalan agak ringkih, ia terus melaju menerabas jemaah haji lainnya yang baru turun dari terminal Syib Amr.
Sebut saja namanya Rustam. Ia jemaah dari Embarkasi Solo (SOC). Kami, Tim Media Center Haji (MCH) Daker Makkah, berjumpa dengannya di sekitaran terminal Syib Amr, Jumat (31/5/2024) dini hari.
Baca juga: Ketahui, Syarat-Syarat Wajib Umroh
Sigap Petugas, Jaga Jemaah Terpisah Rombongan
Dalam perjalanan menuju terminal Syib Amr, kami melihat pria berusia 70 tahun itu berjalan seorang diri. Kami menghampiri dan menyapanya. “Aku pe muleh (saya mau pulang),” jawab Rustam sambil terus berjalan.
“Mbah nek bade wangsul terminale teng mriko (Mbah kalau mau pulang terminalnya di sana),” kata seorang teman sambil menunjuk arah terminal Syib Amr.
Ia tak menghiraukan petunjuk itu. Berkali-kali kami bujuk agar ia berbelok arah tak juga didengar. Sesekali langkahnya terhenti. Ia mengambil nafas panjang. Air minum yang kami tawarkan ditolaknya.
“Ora usah ngetutke aku. Isin aku (Tidak usah membuntuti saya, saya malu),” ujarnya sambil menepis tangan teman kami.
Rustam terus berjalan melewati pembatas yang tak boleh dilalui jemaah haji. Beruntung malam itu tak ada askar yang berjaga. Rustam leluasa blusukan menyusuri jalan yang ia sendiri sebenarnya tak tahu ke mana arah jalan itu bermuara.
Taufik, teman yang membuntuti sempat kehilangan jejak Rustam. “Mas, si mbah masuk lorong menuju terminal Bab Ali. Aku enggak bisa masuk,” kata dia saat saya hubungi.
Saat itu saya dan teman lainnya kebetulan sedang menolong jemaah lansia lainnya bersama Fredy Jaguar, petugas haji lainnya yang memang bertugas di wilayah Masjidil Haram.
Saya lapor Fredy. Fredy langsung melesat menuju lokasi Taufik menunggu Mbah Rustam.
Fredy langsung mencari jejak Rustam hingga nyaris menuju ke jalan besar di daerah itu. Kepada Fredy, Rustam berkukuh ingin menuju ke terminal Purworejo, mencari bus untuk pulang.
“Saya ikuti terus. Saya tawari balik gak mau. Yang bahaya kalau nanti dia menerobos ke jalan besar, banyak bus,” kata Fredy.
Fredy sadar tak bisa memaksa. Jemaah yang sedang mengalami demensia atau penurunan daya ingat seperti Rustam, kata Fredy, sedang tidak menjadi dirinya sendiri.
Baca juga: Jamaah Haji Dapat Smart Card di Makkah
Sebelum sampai di lorong bus, Rustam akhirnya menepi karena kelelahan. Ada bercak darah di kain ihram yang disandangnya. Kesempatan dimanfaatkan Fredy untuk mendekati Rustam. Perlahan ia membuka obrolan dengan pria asal Purworejo, Jawa Tengah tersebut.
Dari dekat Fredy tahu bahwa darah yang berada di kain ihram Rustam berasal dari luka akibat kateter atau alat bantu kencing. Sementara di dalam plastik hitam yang ia tenteng sedari tadi adalah kantung kateter yang berisi urinnya. ”Mungkin tergores atau gimana, jadinya keluar darah. Beliau langsung lemas, demam tinggi, saya langsung menghubungi petugas kesehatan,” kata Fredy.
Benar saja. Setelah dicek, suhu tubuh Rustam mencapai 40 derajat celcius. Ia juga lemas karena dehidrasi atau kekurangan cairan. Kata Fredy, Rustam telah berjalan lebih dari dua kilometer.
Tim kesehatan langsung membawa Rustam ke pos kesehatan terdekat. Di sana, ia mendapatkan perawatan sambil menunggu rombongannya menjemput. Sekitar pukul 06.00 waktu Arab Saudi, Rustam akhirnya bertemu dengan rombongannya dan diantar pulang ke hotel.
Dari keterangan anggota rombongan, Rustam sejak awal memang dipesankan jasa kursi dorong untuk melaksanakan umrah wajib. Karena selesai umrah lebih dulu, ia diantar ke pos awal.
”Nah, kondisi di pos itu kan crowded. Mungkin dia pusing atau gimana, belum lagi menahan sakit. Ternyata dia punya sakit prostat,” ujarnya.
Mungkin karena kondisi itulah akhirnya ia memilih untuk meninggalkan pos jasa dorong dalam kondisi demensia.
Sumber: Kemenag
[Vn]