MASJID Ji’ronah digunakan penduduk Makkah sebagai tempat miqat untuk umroh. Tempatnya berada disebelah timur laut kurang lebih 24 km dari Masjidil Haram.
Miqat, dalam konteks perjalanan umroh adalah titik awal yang ditetapkan untuk para jamaah umroh memulai ihram dan niat mereka untuk menunaikan ibadah umroh.
Baca juga: Ketahui, Kisah Masjid Aisyah Ummul Mu’minin
Masjid Ji’ronah, Tempat Miqat untuk Umroh
Di antara berbagai miqat yang telah ditetapkan oleh Nabi Muhammad adalah Masjid Ji’ronah. Masjid ini memiliki makna sejarah yang dalam dan menjadi titik miqat bagi orang-orang yang datang dari arah Madinah.
Masjid ini pun sama mengalami beberapa kali perbaikan dan yang Nampak sekarang adalah hasil pembaharuan dan perluasan oleh King Fahd bin Abdul Azis.
Tempat ini memiliki luas bangunan sebesar 430 meter persegi dan daya tampungnya sebanyak 1000 jemaah.
Ji’ronah adalah nama sebuah perkampungan Wadi Saraf, di tempat ini terdapat sumur yang airnya dikenal memiliki rasa tersendiri.
Menurut sebuah riwayat nama tersebut diambil dari julukan seorang wanita yang terkenal dungu, berhubungan dengan turunnya surat An-Nahl ayat 92.
Setelah berlangsungnya perang Hunain pada tahun 8 Hijriah yang dipimpin langsung oleh Rasulullah dengan hasil rampasan perang (ghanimah) yang cukup banyak, ia beristirahat di perkampungan Ji’ronah ini.
Dalam pembagian harta ghanimah ini, Rasulullah membagikannya kepada orang-orang yang baru masuk Islam dari kota Makkah.
Sedikit pun tidak diberikannya kepada kaum Anshar, sehingga hal tersebut menyebabkan desas-desus di kalangan Anshar.
Follow Official WhatsApp Channel chanelmuslim.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
Dengan bijaknya Rasulullah segera menjelaskan persoalan disertai maksud dan tujuannya yang sangat mulia, bahkan ada pertanyaan dari-Nya yang sangat mengetuk dan menggetarkan hati kaum Anshar.
Pertanyaan itu berupa, “Apakah kalian lebih suka kembali pulang bersama dengan binatang domba dan unta? Ataukah kalian memilih kembali pulang bersama dengan Rasul Allah?”.
Mendengar apa yang disampaikan Rasulullah, kaum Anshar menangis tersedu-sedu seraya menjawab, “Kami ridha dan rela dengan apa yang telah engkau putuskan ya Rasulullah”. [Din]