MENYIKAPI polemik di media sosial tentang persoalan musik, Ustaz Farid Nu’man mengatakan bahwa seorang da’i dan aktivis Islam Itu seharusnya bagaikan dokter spesialis yang menentramkan.
Jika dokter spesialis dihadapkan dengan pasien yang mengalami komplikasi; mulai dari penyakit ringan, sedang, berat, dan sangat berat yang mengancam nyawa, maka dia akan memilih penyakit yang paling membahayakan bagi nyawa pasiennya untuk ditangani lebih dulu.
Tidak mungkin kutil dan cantengan di tubuh pasien menyita seluruh perhatian dan tenaga si dokter.
Dia akan menangani jantung yang bocor atau ginjal yang tidak berfungsi atau kanker hati atau pecahnya pembuluh darah yang dialami oleh pasien tersebut.
Inilah gambaran tentang apa seharusnya menjadi pusat perhatian, amal, diskusi, penyelesaian, dan kerja sama yang dilakukan oleh para aktivis Islam dan para da’inya.
Selesaikan agenda-agenda keumatan yang besar dan paling menyentuh jantung eksistensi umat.
Seperti murtadisasi di kantong-kantong muslim yang fakir dan miskin, pembantaian di Gaza, Rafah, dll, rusaknya moral para pemuda/i Islam, dll .. dibanding meributkan tanpa henti perkara khilafiyah yang memang menjadi perdebatan para ulama sejak belasan abad yang lalu.
baca juga: Soal Bayi Online, Ini Kata Ustaz Farid Numan Hasan
Ustaz Farid Nu’man Imbau Dai Seperti Dokter Spesialis yang Menentramkan
Lihatlah marahnya Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhuma kepada pemuda Iraq yang begitu perhatian terhadap “apa hukum membunuh nyamuk” padahal di negeri pemuda itu (Iraq) cucu Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dibunuh.
Dia lebih perhatian kepada darah nyamuk dibanding darah manusia.
Dalam Musnad Imam Ahmad diceritakan, Ibnu Abi Nu’aim berkata:
عَنِ ابْنِ أَبِي نُعْمٍ قَالَ كُنْتُ جَالِسًا عِنْدَ ابْنِ عُمَرَ فَجَاءَهُ رَجُلٌ يَسْأَلُ عَنْ دَمِ الْبَعُوضِ فَقَالَ لَهُ ابْنُ عُمَرَ مِمَّنْ أَنْتَ قَالَ أَنَا مِنْ أَهْلِ الْعِرَاقِ قَالَ انْظُرُوا إِلَى هَذَا يَسْأَلُنِي عَنْ دَمِ الْبَعُوضِ وَقَدْ قَتَلُوا ابْنَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَدْ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ هُمَا رَيْحَانَتِي مِنْ الدُّنْيَا
Saya pernah duduk di majelis Ibnu Umar. Lalu datanglah seorang laki-laki kepadanya dan bertanya tentang hukum menumpahkan darah nyamuk.
Lalu Ibnu Umar bertanya kepadanya, “Dari mana kamu?” laki-laki itu menjawab, “Dari penduduk Irak.”
Ibnu Umar kemudian berkata, “Lihatlah kepada laki-laki ini, dia menanyakan kepadaku tentang darah nyamuk, padahal mereka telah membunuh cucu Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam, padahal saya mendengar Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Hasan dan Husain adalah kebanggaanku (buah hatiku) di dunia ini.”
(HR. Ahmad no. 5670. Dinyatakan shahih oleh Syaikh Ahmad Syakir, Syaikh Syu’aib al Arnauth, dll)
Bukannya tidak boleh membahas khilafiyah. Silahkan bahas. Tapi bahaslah dengan ilmu, cinta, ukhuwah, bukan untuk jago-jagoan, lalu melupakan serangan musuh-musuh besar Islam yang siap menerkam kapan saja.
Lihatlah dan sadarlah.. orang-orang kafir dan munafik bertepuk tangan kegirangan di saat umat Islam, aktivisnya, dan para ustaz dan ulamanya ribut sendiri, bertengkar tiada ujung mendebat nasab Ba’alawi, halal-haram musik, Idul Adha ikut Wuquf atau tanggal 9 Zulhijjahnya di negeri masing-masing, dan perkara khilafiyah ijtihadiyah lainnya yang memang sejak zaman silam tidak pernah selesai.
Sepintar apa pun seorang Ustaz walau dia mampu membuat buku setebal sak semen, dia tidak akan mampu memfinalkan dan menghilangkan perkara yang diperselisihkan para ulama tersebut.
Jangan jadikan permusuhan dan keributan adalah kenormalan dalam kehidupan beragama.
Sebab, normalnya orang beragama adalah mencintai sesama saudaranya, menjaga lisannya, husnuzhan sesama muslim, lapang dada atas apa yang tidak disukai, mengapresiasi apa yang disukai, fanatik kepada Islamnya bukan fanatik kepada kelompok dan golongannya..
Jika kondisi Gaza, Refah, rusaknya moralitas pemuda, dan sederet persoalan berat umat Islam, tidak mampu menyadarkan dan membuat sesama muslim, aktivis, dan da’i-nya bersatu dan bergandeng tangan .. Lalu penderitaan apalagi yang harus kita alami untuk bisa bersama dan saling memaafkan?
Apakah kita menunggu dihentikan oleh batu nisan masing-masing…. ?
Wallahul Musta’an wa ‘Alaihit Tuklan.[ind]