• Tentang Kami
  • Iklan
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
Senin, 19 Mei, 2025
No Result
View All Result
FOKUS+
  • Home
  • Jendela Hati
    • Thinking Skills
    • Quotes Mam Fifi
  • Keluarga
    • Suami Istri
    • Parenting
    • Tumbuh Kembang
  • Pranikah
  • Lifestyle
    • Figur
    • Fashion
    • Healthy
    • Kecantikan
    • Masak
    • Resensi
    • Tips
    • Wisata
  • Berita
    • Berita
    • Editorial
    • Fokus +
    • Sekolah
    • JISc News
    • Info
  • Khazanah
    • Khazanah
    • Quran Hadis
    • Nasihat
    • Ustazah
    • Kisah
    • Umroh
  • Konsultasi
    • Hukum
    • Syariah
Chanelmuslim.com
No Result
View All Result
Home Syariah

Status Shalat Jumat bagi Musafir

Oktober 21, 2022
in Syariah
Dibangkitkan kembali setelah mati selama seratus tahun

Foto: Pexels/Aarti Vijay

102
SHARES
782
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterWhatsappTelegram
Dapatkan Informasi Terupdate Terbaru Melalui Saluran CMM Dapatkan Informasi Terupdate Terbaru Melalui Saluran CMM Dapatkan Informasi Terupdate Terbaru Melalui Saluran CMM
ADVERTISEMENT

BAGAIMANA status shalat Jumat bagi seorang musafir? Kalau dia tetap ikut shalat Jumat apakah setelah nya shalat qadar Ashar atau dia ikut shalat Jumat tapi niat qashar Zuhur Ashar.

Baca Juga: Musafir dan Imam Baghdad, Sang Imam Istighfar

Status Shalat Jumat bagi Musafir

Ustaz Farid Nu`man menjelaskan bahwa status Shalat Jumat bagi yang safar Sssungguhnya shalat jumat TIDAK WAJIB bagi yang safar, cukup baginya Zuhur dan Ashar di jamak secara taqdim.

Itulah yang dilakukan oleh Nabi ﷺ jika safar dihari Jumat, dan inilah yang sesuai petunjuk sunah. Syaikh Sayyid Sabiq menjelaskan tentang orang-orang yang tidak wajib shalat Jumat, di antaranya:

المسافر وإذا كان نازلا وقت إقامتها فإن أكثر أهل العلم يرون أنه لا جمعة عليه: لان النبي صلى الله عليه وسلم كان يسافر فلا يصلي الجمعة فصلى الظهر والعصر جمع تقديم ولم يصل جمعته، وكذلك فعل الخلفاء وغيرهم.

Seorang yang safar, jika walau pun dia berhenti untuk sementara mukim, sesungguhnya mayoritas ulama mengatakan bahwa seorang yang safar tidak wajib shalat Jumat, karena Nabi jika sedang safar tidak shalat Jumat tapi dia shalat Zuhur dan Ashar secara jamak taqdim, dan dia tidak melaksanakan shalat Jumatnya, itu juga dilakukan para khalifah dan selain mereka. (Fiqhus Sunnah, 1/303).

Jikalau ikut Jumatan, apakah bisa dijamak dan qashar dengan Ashar?

Dalam hal ini khilafiyah para ulama. Hambaliyah mengatakan itu menyelisihi sunah, bahkan mereka membid’ahkan.

Sementara Syafi’iyah membolehkan dengan jalan mengqiyaskannya dengan jamak “Zuhur dan Ashar.”

Jalan keluarnya adalah ikuti saja apa yang nabi ﷺ lakukan.

Wallahu A’lam.

CATATAN TAMBAHAN:

Berapa lamakah interval waktu dibolehkannya jamak dan qashar?

Hal ini tergantung keadaan safarnya. Seseorang safar tidak lepas dari tiga keadaan. Safar dengan tujuan menetap di suatu daerah atau negeri.

Menetap maksudnya menjadi penduduk tetap dengan dibuktikan kepemilikan ID card negeri tersebut, baik KTP atau KK.

Maka, kebolehannya hanya ketika safar saja. Sesampainya di tempat tujuan maka sudah tidak ada rukhshah/keringanan tersebut, kecuali kembali dia menjalani safar di waktu lain atau dia mengalami berbagai masyaqqat (kesulitan) di sana, maka kembali berlaku hukum jamak, seperti hujan lebat, sakit, takut kepada musuh, bencana alam, dan semisalnya.

Safar dengan niat untuk singgah, maka ini ada dua macam: Singgah dengan waktu yang belum jelas, seperti peperangan, berobat, dan semisalnya, yang waktu selesainya tidak bisa dipastikan.

Maka, selama itu pula dia boleh menjamak dan qashar. Sebab statusnya tetap seorang yang safar. Dahulu Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengqashar 20 hari ketika perang Tabuk.

Para sahabat ada yang mengqashar dua tahun, setahun, enam bulan, karena mereka tidak berniat menjadi penduduk tetap dan tidak jelas kapan pulangnya, seperti yang dikatakan Syaikh Sayyid Sabiq dalam Fiqhus Sunnahnya.

Singgahnya sudah diketahui lamanya dan kapan pulangnya, seperti dinas kantor, ziarah ke rumah saudara, dan semisalnya. Maka, ini dibatasi.

Secara ringkas, dalam madzhab Hanafi durasinya adalah 14 hari, selebihnya tidak boleh. Madzhab Syafi’iyah dan Malikiyah tiga hari selebihnya tidak boleh.

Sedangkan Hanabilah (Hambaliyah) adalah empat hari, selebihnya tidak boleh.

Demikian. Wallahu a’lam. [Cms]

Sumber: Alfahmu.id – Website Resmi Ustadz Farid Nu’man.

Tags: Status shalat jumat musafir
Previous Post

Hukum Menyusui Anak Lebih dari Dua Tahun

Next Post

Kisah Rasulullah dan Sahabat Tentang Kejujurannya

Next Post
Keberkahan Pergi pada Pagi Hari untuk Mencari Nafkah

Kisah Rasulullah dan Sahabat Tentang Kejujurannya

Jangan Mengkhianati Jabatan

Jangan Mengkhianati Jabatan

Lima bahan andalan menurut dr zaidul akbar

Lima Bahan Tingkatkan Daya Tahan Tubuh

.:: TERPOPULER

Chanelmuslim.com

© 1997 - 2022 ChanelMuslim - Media Pendidikan dan Keluarga

Navigate Site

  • IKLAN
  • TENTANG KAMI
  • PEDOMAN MEDIA SIBER
  • REDAKSI
  • LOWONGAN KERJA

Follow Us

No Result
View All Result
  • Home
  • Jendela Hati
    • Thinking Skills
    • Quotes Mam Fifi
  • Keluarga
    • Suami Istri
    • Parenting
    • Tumbuh Kembang
  • Pranikah
  • Lifestyle
    • Figur
    • Fashion
    • Healthy
    • Kecantikan
    • Masak
    • Resensi
    • Tips
    • Wisata
  • Berita
    • Berita
    • Editorial
    • Fokus +
    • Sekolah
    • JISc News
    • Info
  • Khazanah
    • Khazanah
    • Quran Hadis
    • Nasihat
    • Ustazah
    • Kisah
    • Umroh
  • Konsultasi
    • Hukum
    • Syariah

© 1997 - 2022 ChanelMuslim - Media Pendidikan dan Keluarga