Oleh: Ustaz Farid Nu’man Hasan
ChanelMuslim.com–Walau berbeda tetap jaga akhlak. Akhlak adalah menjadi salah satu sebab diutusnya Nabi Muhammad Shalallahu’Alaihi wa Sallam.
Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
إنما بعثت لأتمم مكارم الأخلاق
Sesungguhnya aku hanyalah diutus untuk menyempurnakan akhlak.
(HR. Bukhari dalam Adabul Mufrad, Ahmad, Malik, Al Hakim, sanadnya: hasan)
Salah satu akhlak yg mesti dijaga adalah berkata yang baik dan benar, tidak menghina sesama muslim, walau terjadi perselisihan.
Mencaci sesama muslim adalah fasik dan termasuk kejahatan
Hal ini, Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam tegaskan:
سباب المسلم فسوق و قتاله كفر
Memaki-maki seorang muslim adalah kefasikan dan membunuhnya adalah kufur. (HR. Bukhari no. 48)
Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
.. بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنْ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ ..
.. Cukuplah seseorang telah berbuat jahat, ketika dia menghina saudaranya sesama muslim .. (HR. Bukhari no. 2564)
Salah satu bentuk hinaan adalah menghardik sesama muslim dengan nama-nama hewan, seperti anjing, babi, kecoak, .. sekarang yang tenar adalah kecebong dan kampret.
Memanggil dengan nama hewan dengan tujuan menghina adalah sangat terlarang
Ibrahim An Nakha’iy Rahimahullah mengatakan:
كانوا يقولون: إذا قال الرجل للرجل: يا حمار، يا كلب، يا خنزير؛ قال الله له يوم القيامة: أتراني خلقت كلبا أو حمارا أو خنزيرا؟
Mereka (para sahabat) mengatakan: “Jika seorang berkata kepada orang lain: Wahai Keledai! Wahai Anjing! Wahai Babi!
Maka pada hari kiamat nanti Allah Ta’ala akan berkata kepada dia: Apakah kau melihatku menciptakan dia sebagai Anjing, atau Keledai, atau Babi?
(Ibnu Abi Syaibah, Al Mushannaf no. 26102)
Pertanyaan Allah Ta’ala di atas, “Apakah kau melihatku menciptakan dia sebagai Anjing, atau Keledai, atau Babi?” Adalah pertanyaan untuk pengingkaran – istifham inkari, bukan Pertanyaan untuk dijawab.
Mujahid Rahimahullah, Beliau adalah pakar tafsir masa tabi’in salah satu murid terbaik Abdullah bin Abbas Radhiyallahu ‘Anhuma. Beliau berkata:
استسقى موسى، لقومه فقال: اشربوا يا حمير، قال: فقال الله له: لا تسم عبادي حميرا
Nabi Musa menuangkan air untuk kaumnya, lalu berkata: “Minumlah wahai keledai!” Maka Allah Ta’ala berkata kepadanya: “Jangan namakan hamba-Ku dengan Keledai”
(Ibnu Abi Syaibah, Al Mushannaf no. 26101)
Maka, hendaknya kita tidak memanggil saudara kita sesama muslim dengan nama hewan, baik untuk menghinanya atau semata-mata emosi kepadanya.
KAPAN DIBOLEHKAN?
Ada kondisi dibolehkan menyebut manusia dengan hewan, yaitu ketika manusia tersebut memang pantas menerimanya. Baik karena kekafiran atau pelanggaran terhadap syariat.
Misal, Allah Ta’ala menyebut orang-orang kafir dan ingkar kepada-Nya, orang-orang yang tidak menggunakan mata, telinga dan hatinya untuk mengenal Allah, dengan sebutan:
أُولَٰئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ
Mereka seperti hewan ternak, bahkan lebih sesat lagi.
(QS. Al-A’raf, Ayat 179)
Kepada Bani Israil yang melakukan pembangkangan kepada Allah Ta’ala:
وَلَقَدْ عَلِمْتُمُ الَّذِينَ اعْتَدَوْا مِنْكُمْ فِي السَّبْتِ فَقُلْنَا لَهُمْ كُونُوا قِرَدَةً خَاسِئِينَ
Dan sungguh, kamu telah mengetahui orang-orang yang melakukan pelanggaran di antara kamu pada hari Sabat, lalu Kami katakan kepada mereka, “Jadilah kamu KERA yang hina!”
(QS. Al-Baqarah, ayat 65)
Al-Qamah bin Abdullah bercerita:
أن ابن عمر، قال لرجل كلم صاحبه يوم الجمعة والإمام يخطب: «أما أنت فحمار , وأما صاحبك فلا جمعة له
Bahwa Ibnu Umar berkata kepada seorang laki-laki yang ngobrol dengan sahabatnya di saat imam sedang khutbah Jum’at;
“Kamu ini keledai, sedangkan sahabatmu tidak ada (pahala) Jumat baginya.”
(Ibnu Abi Syaibah, Al Mushannaf, no. 26103)
Kemudian, pembolehan juga terjadi dalam konteks penyebutan idiom, bahasa majaz, dan perumpamaan: seperti “macan kemayoran”, “kuda hitam”, “cacing kepanasan”, “anak ayam kehilangan induk”, .. ini bukan penghinaan tapi bahasa sastra yang tidak menggambarkan makna secara sesungguhnya.
Demikian. Wallahu a’lam.[ind]