ChanelMuslim.com – Waktu seorang istri boleh mengajukan khulu. Ustaz, saya mau bertanya, jika seorang wanita mengajukan khulu karena saat nadzhor mengatakan tidak memiliki utang. Namun setelah menikah, baru menjelaskan ada utang belasan juta dan meminta istri untuk menjual harta benda yang dimiliki sebelum nikah; menganggap harta istri adalah harta suami.
Sebaliknya, suami meminta jimak setiap hari dengan kondisi istri hamil muda dan dokter sudah mengatakan agar dilakukan sepekan sekali tetapi suami tidak mau mendengarkan, atau saat istri sakit dan suami mengetahui dengan jelas, justru “meminta”; marah dengan sebab remeh dan melampiaskan kepada barang atau membaret-baretkan pisau ke barang atau menyuruh istri memakan sesuatu barang beracun. Apakah dengan alasan ini diperbolehkan mengajukan khulu?
oleh: Ustaz Farid Nu’man Hasan
Baca Juga: Istri Tidak Shalat, Suami Ikut Berdosa
Waktu Seorang Istri Boleh Mengajukan Khulu
Jawaban:
Ada beberapa keadaan wanita boleh khulu’, di antaranya:
1. Minta cerai karena suami tidak mampu menafkahi, baik karena terlalu miskin atau malas.
2. Impoten, ini sebenarnya masih ada kaitan di nomor 1, yaitu nafkah batin. Ini juga boleh minta cerai, dan pernah terjadi di zaman nabi, seorang wanita yang mengeluh ke Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam karena suaminya “seprti kain basah” kata istrinya.
3. Suami yang buruk akhlaknya (KDRT, atau lainnya)
4. Suami melakukan maksiat besar, seperti zina, mabuk, selingkuh, meninggalkan shalat. Sebagian ulama bahkan mengatakan meninggalkan shalat sudah cukup dinyatakan cerai sebab suaminya telah murtad. Ini mazhab Hambali.
5. Suami Junun (gila), sehingga tidak bisa menjalankan fungsinya dalam banyak hal.
6. Suami yang tidak good looking, lalu istri khwatir bermaksiat dan tidak bisa melayani suaminya dengan baik. Ini pernah terjadi di masa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam yaitu yang dialami oleh Qais bin Tsabit, sahabat nabi yang shalih, tapi istrinya tidak sabar karena penampilannya. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam pun membolehkan perceraian itu. Ini kisah ada dalam Shahih Bukhari.
7. Suami murtad, ini jelas mesti dipisahkan.
Untuk point 1 s.d. 6, BERSABAR adalah lebih baik, sambil memberikan peluang dan kesempatan bagi suami memperbaiki dirinya. Ada pun menuntut cerai adalah HAK, tentu bersabar lebih baik daripada menuntut hak, walau itu tetap dibolehkan.
Demikian. Wallahu a’lam. [ind/Cms]