BAGAIMANA hukum menjamak shalat karena macet? Ada sebuah pertanyaan tentang hal ini yang diajukan kepada Ustaz Bachtiar Nasir, Lc. Ustaz, saya terjebak macet dari jam 5 sampai jam 8 di tol, sehingga tidak sempat shalat Maghrib.
Yang ingin saya tanyakan, manakah yang lebih baik menjamak dengan Isya atau mengqadha Maghrib setelah Isya ustadz? Terima kasih ustadz.
Baca Juga: Menjamak Shalat saat Bepergian
Hukum Menjamak Shalat karena Terjebak Macet
Dijawab oleh Ustaz Bachtiar Nasir bahwa shalat merupakan kewajiban dan ibadah yang paling utama dalam Islam setelah syahadat yang waktunya telah ditentukan oleh Allah SWT.
Allah SWT menegaskan dalam firman-Nya:
Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman. (QS. Al-Nisa` [4]: 103).
Allah SWT juga memerintahkan:
“Peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa. Dan berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu’.” (QS. Al-Baqarah [2]: 238).
Seorang muslim semestinya selalu melaksanakan ibadah shalat itu tepat pada waktunya, dan selalu menjaganya agar jangan sampai sekalipun ia meninggalkannya, khususnya bagi laki-laki, sedangkan bagi wanita muslimah memang ada halangan syar’i yang menghalanginya untuk melakukan ibadah sholat, yaitu berupa haid dan nifas.
Jangan sampai kita termasuk orang-orang yang lalai akan shalatnya atau termasuk golongan yang menyia-nyiakan shalat, sebagaimana yang ditegaskan dalam Al-Qur`an:
Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan. (QS. Maryam [19]: 59).
Apabila telah masuk waktu shalat maka hendaknya kita melaksanakannya sebelum melakukan perjalanan, atau kita mempercepat perjalanan kita sehingga kita bisa melaksanakan sholat pada waktunya ketika sampai tujuan.
Kita juga bisa berusaha untuk berhenti terlebih dulu untuk melaksanakan shalat jika itu memungkinkan, apalagi jika kita mengendarai kendaraan sendiri.
Janganlah kita melakukan perjalanan setelah masuk waktu, padahal kita tidak yakin akan sampai sebelum waktu sholat itu habis.
Tetapi, jika memang seseorang melakukan perjalanan atau menaiki kendaraan sebelum masuk waktu shalat, dan dia memang tidak bisa berhenti untuk melaksanakan shalat yang telah masuk waktunya, serta menurut perkiraannya bahwa ia tidak mungkin sampai pada waktunya.
Maka, jika shalat itu adalah shalat yang bisa dijamak seperti shalat Zuhur dengan Ashar atau Maghrib dan Isya maka ia boleh mengakhirkan shalat itu dan menjamaknya.
Seperti halnya menjamak Maghrib dan Isya sebagaimana yang Saudara tanyakan.
Jadi bukan mengqadha tapi menjamak antara Maghrib dan Isya dan dilakukan pada waktu Isya yang disebut jama’ ta`khir. Dan dalam jama’ ta`khir, maka diperbolehkan untuk mendahulukan sholat Isya dulu baru kemudian melaksanakan sholat Maghrib.
Namun, yang lebih baiknya adalah melakukannya sesuai urutan shalat tersebut, yaitu melakukan shalat Maghrib dulu baru kemudian shalat Isya.
Rasulullah SAW mengajarkan bahwa jika memang keadaan mendesak, meskipun perjalanan kita tidak sampai jarak yang diperbolehkan untuk mengqashar shalat, kita diperbolehkan untuk menjama’ karena Islam tidak menghendaki kesulitan bagi umatnya.
Hal itu berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas:
Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata: Rasulullah SAW shalat Dzuhur dan Ashar di Madinah secara jama‘, bukan karena takut dan juga bukan dalam perjalanan.
Berkata Abu Zubair: saya bertanya kepada Sa’id; Mengapa beliau berbuat demikian? Kemudian ia berkata; Saya bertanya kepada Ibnu’ Abbas sebagaimana engkau bertanya kepadaku: Kemudian Ibnu ‘Abbas berkata: Beliau menghendaki agar tidak menyulitkan seorangpun dari umatnya.” [HR. Muslim].
Sedangkan jika shalat itu shalat yang tidak bisa dijama’ dengan yang setelahnya seperti Ashar dengan Maghrib, maka ia harus melaksanakan sholat itu sebelum keluar waktunya semampunya.
Hendaklah sebisa mungkin ia menghadap kiblat ketika takbiratul ihram, dan jika ia tidak bisa ruku’ dan sujud maka cukup dengan isyarat saja.
Jika ia tidak dalam keadaan berwudhu maka hendaklah ia bertayammum. Dalam hal ini, ia tidak boleh menunda shalatnya sampai habis waktu shalat itu.
Dan untuk kehati-hatian maka hendaklah ia mengulangi shalat itu ketika sudah sampai di tujuan atau pada kondisi sudah bisa melaksanakan shalat dengan benar, sebagaimana pendapat mazhab Syafi’i dan Maliki.
Wallahu a’lam bish shawab. [ind/aql/Cms]