ChanelMuslim.com- Romantisme rumah tangga itu seperti cerita bersambung. Ada saatnya mesra. Ada saatnya gundah gulana.
Semua yang merasakan dinamika rumah tangga paham betul bahwa pasang surut romantisme akan terjadi. Hal ini wajar. Karena pasangan manusia tak akan luput dari serba kekurangan.
Ada problem yang disebabkan oleh ketidakseimbangan emosi. Sedih, sesal, marah, hingga cemburu. Ada juga yang berasal dari luar rumah tangga. Seperti krisis keuangan, bencana, hingga munculnya PIL dan WIL: pria idaman lain atau wanita idaman lain.
Baca Juga: Teguran Pahit antara Suami Istri (3)
Yang perlu dipegang, semua pasang surut itu harus tetap terangkai sebagai cerita bersambung. Artinya, ada upaya untuk terus menyambung romantisme itu. Sehoror apa pun pasang surut itu. Jangan sampai cerita itu putus di tengah jalan. Dan, hanya akan menjadi penyesalan sepanjang jalan.
Tiga langkah berikut ini mungkin bisa menjadi pengayaan. Yaitu…
Satu, tinggalkan ketegangan secara mendadak.
Ketika dua pihak saling bersitegang, ketegangan akan terus memuncak. Masing-masing merasa bahwa pihaknya yang benar.
Ekspresi yang muncul beragam. Mulai kecaman, argumentasi yang saling menjatuhkan, hingga menghidupkan lagi luka lama yang sudah terkubur dalam.
Jika diteruskan, argumentasi dan marah menjadi sulit dipisahkan. Campur aduk menjadi satu. Nalar pun tidak lagi mengalir jernih. Salah-salah, bisa keceplosan ucapan yang tidak diinginkan dalam hubungan suami istri.
Di saat ketegangan akan menuju puncak, baiknya ada pihak yang mengambil inisiatif. Yaitu, dengan meninggalkan “arena pertempuran”. Tentu hal itu dilakukan untuk sementara hingga ketegangan mulai reda.
Seperti apa bentuknya? Bagi istri, mungkin bisa mengunci diri dalam kamar. Diam dan tidak memunculkan suara-suara yang tidak jelas. Isi suasana itu dengan istigfar, zikir, dan doa. Jangan justru sebagai pelampiasan emosi.
Untuk suami, mungkin bisa keluar rumah untuk sementara. Maksimal “hilangnya” tiga hari dua malam. Mungkin bisa diisi dengan i’tikaf di masjid, naik gunung, bermalam di kantor, atau silaturahim ke rumah keluarga besar yang dituakan.
Langkah itu diharapkan bisa melahirkan keseimbangan baru. Ada ruang untuk berkontemplasi. Ada momen untuk merasakan jika hidup tanpa pasangan. Walaupun sekadar dua hari.
Baca Juga: Tips Diskusi Nyaman dan Produktif Suami Istri
Dua, jangan biarkan rasa dan pikiran terdominasi dengan emosi.
Ketegangan memaksa seluruh energi diri untuk berputar kuat. Makan tak enak, tidur pun tak nyenyak. Jika hal tersebut berlanjut, maka energi akan terkuras habis. Ujungnya bisa sakit secara fisik, atau stres secara mental.
Coba lakukan pemutusan pusaran energi emosi ini ke hal lain yang disukai. Misalnya, menyibukkan diri dengan hobi. Seperti, mengurus tanaman, mencoba resep baru, berkunjung ke orang tua, dan lainnya. Untuk suami, bisa memancing ikan, olah raga, dan kegiatan lainnya yang sangat disukai.
Selingi di antara kegiatan hobi itu dengan zikir, tilawah, tasmi’, atau menyimak ceramah di ponsel. Coba segarkan lagi rasa dan pikiran agar kembali jernih.
Baca Juga: Makna Senyum Suami Istri
Tiga, konsultasikan problem ke orang bijak.
Boleh jadi, apa yang dianggap remeh seseorang memiliki bobot berat. Dan sebaliknya, yang dianggap super berat padahal hanya masalah remeh temeh.
Karena itu, berkonsultasi ke orang bijak bisa mengurai benang kusut yang dihadapi. Ia bisa seorang ustaz atau ustazah, orang tua yang berpengalaman, dan lainnya. Tentu setelah kita yakin bahwa “aib” yang diceritakan tidak terekspos kemana-mana.
Sampaikan dengan jujur apa adanya. Tidak subjektif, seolah pihak sinilah yang benar, sementara pihak sana yang salah. Dan, terima arahan itu apa adanya. Kalau benar, akui sebagai kebenaran dan berusaha untuk dilaksanakan.
Romantisme rumah tangga memang selalu menarik sebagai cerita bersambung. Sikapi dengan bijak dan hati-hati. Agar cerita bersambung itu tidak tiba-tiba putus di tengah jalan. (Mh)