ChanelMuslim.com- Suami istri itu juga manusia. Tak luput dari khilaf dan salah. Teguran kadang seperti obat yang bisa pahit sekali rasanya.
Siapa pun bisa melakukan salah. Bisa disengaja, bisa juga tidak. Mestinya biasa saja, jika ada yang salah, ada pula yang menegur. Bisa suami yang salah, bisa juga istri. Saat itulah, teguran menjadi yang paling dibutuhkan.
Adu Argumen itu Baik
Hal yang harus dibiasakan dalam keluarga adalah adu argumen. Bisa dalam forum keluarga, antara ayah ibu dengan anak-anak; juga antara suami istri.
Saling argumen antara suami istri bisa dibilang sebagai dasar pembiasaan. Jika ini tidak ada, sulit akan ada saling argumen antara orang tua dengan anak-anak; bahkan antara anak-anak sendiri. Yang ada hanya keputusan dan pemaksaan.
Biasanya, anak-anak yang tumbuh dalam keluarga yang tidak biasa berargumentasi, akan sulit berorganisasi di masyarakat. Karena dasar dinamika organisasi adalah argumentasi.
Dalam hal menegur ini, argumentasi akan menguji siapa yang salah dan benar. Atau, apa yang ditegurkan sebagai kesalahan atau kekurangan yang alami.
Contoh, suami lupa dengan janji akan menjemput istri di suatu tempat. Setelah lama menunggu, akhirnya istri menanyakan melalui ponsel. Tapi, ponsel yang dihubungi tak aktif.
Istri pun bingung. Mau menunggu terus, tak jelas sampai kapan. Mau pulang sendiri, khawatir suami dalam perjalanan menjemput. Ternyata, sebabnya karena suami lupa.
Ketika keduanya bertemu, yang mestinya dikedepankan adalah saling argumentasi. Bukan saling menghujat dan membela diri.
Jadi, yang harus disampaikan istri adalah menanyakan dengan tenang. Dan yang harus disampaikan suami adalah menjelaskan kenapa ia bisa lupa dan kenapa ponselnya tidak aktif. Setelah itu, saling memaafkan.
Catatan, tidak akan ada proses argumentasi yang baik jika masing-masing pihak tidak memberikan kesempatan kepada lawan bicaranya. Silahkan bicara, tapi silahkan juga untuk mendengarkan.
Teguran Harus ‘To The Point’
Jangan sungkan untuk menegur. Apalagi antara suami istri. Kalau pasangan ini masih sangat baru, mungkin bisa dianggap wajar. Tapi kalau sudah tahunan, kayaknya ada yang tidak beres.
Lontarkan teguran pada inti masalahnya. Contoh, menegur suami yang tidak transparan dengan jumlah gaji.
Istri bisa langsung menanyakan jumlah gaji suaminya. Mulai dari gaji pokok dan tunjangan-tunjangannya. Begitu pun dengan pendapatan dalam wiraswasta. Istri bisa langsung menanyakan berapa penghasilan per bulan.
Kalau suami menutup-nutupi, tanyakan sebabnya. Jika suami marah dengan pertanyaan ini, jelaskan urgensinya. Yaitu, penjelasan kenapa suami istri harus saling memahami berapa penghasilan rutin mereka. Karena hal ini akan berpengaruh pada kebijakan anggaran keluarga.
Begitu pun jika ada utang piutang. Saling memahami suami istri dalam hal ini, bukan hanya terkait anggaran keluarga, melainkan juga nilai syariatnya. Yaitu, jika terjadi sesuatu pada suami, istri paham betul dengan kewajiban dan hak suami dengan pihak lain.
Jika saling tegur antara suami istri sudah terbiasa, diharapkan tidak ada lagi salah sangka, curiga, dan adanya rasa superioriti dan imperioriti dalam hubungan keduanya. Seberapa pun pahitnya teguran itu. [Mh]