ChanelMuslim.com- Suami istri itu juga manusia. Tak luput dari khilaf dan salah. Teguran kadang seperti obat yang bisa pahit sekali rasanya.
Siapa pun bisa melakukan salah. Bisa disengaja, bisa juga tidak. Mestinya biasa saja, jika ada yang salah, ada pula yang menegur. Bisa suami yang salah, bisa juga istri. Saat itulah, teguran menjadi yang paling dibutuhkan.
Bedakan Kekurangan dengan Kesalahan
Suami istri mana yang tidak terikat dalam rasa sayang dan cinta. Meski banyak kekurangan, sayang dan cinta tak akan berkurang.
Masalahnya, bedakan antara kekurangan dengan kesalahan. Kekurangan merupakan kemampuan alami yang dimiliki seseorang. Baik fisik maupun gerak. Jadi, asalnya memang sudah demikian.
Sementara kesalahan, merupakan ketidaksesuaian proses interaksi diri seseorang dengan sekitarnya menurut hukum syariat. Baik berbentuk pemikiran maupun perbuatan. Pendek kata, ada pelanggaran di situ.
Contoh, pelupa merupakan kekurangan, bukan kesalahan. Menyalahkan, apalagi menghukum orang pelupa sama saja seperti memarahi orang pendek yang tidak kunjung tinggi. Begitu pun dengan salting, grogi, dan sejenisnya.
Namun, kikir alias pelit merupakan kesalahan. Bukan kekurangan. Begitu pun dengan pemarah, juga merupakan kesalahan. Sejenis dengan itu adalah minder, penakut, serakah, dan lainnya.
Pertanyaannya, manja itu kekurangan atau kesalahan? Begitu pun dengan genit atau mata keranjang. Jika salah mengindentifikasi, boleh jadi, akan salah juga perlakuannya.
Teguran bukan Tanda Kebencian
Menyatunya suami istri dalam ikatan cinta kadang memunculkan saling mempengaruhi satu sama lain. Ada istilah, yang penting dia senang.
Hal ini menjadikan suami atau istri begitu sungkan bahkan takut mengecewakan jika melakukan teguran. Seolah teguran sebagai ungkapan kebencian.
Pelurusan ini memang tidak mudah. Butuh waktu dan pembiasaan.
Namun, yang menunjukkan bahwa teguran bukan kebencian adalah adanya dalil atau alasan. Sebelum menegur, siapkan di mana salahnya, dan benarnya menurut syariat seperti apa. Jangan sekadar ungkapan tidak suka.
Untuk hal ini, bisa minta bantuan pihak ketiga seperti orang tua atau orang bijak yang bisa menjelaskan di mana kesalahannya dan perubahannya seperti apa.
Teguran Bukan Menjatuhkan
Teguran yang baik bisa memunculkan kesadaran yang ditegur. Mungkin butuh proses agak panjang sehingga terjadi perubahan. Jadi, yang dibidik adalah kesadarannya.
Karena itu, pilih waktu dan suasana yang pas agar teguran bisa diterima dengan hati lapang. Seperti, tidak diketahui orang lain. Disimak dan bisa dipastikan tidak terjadi salah pengertian.
Contoh, suami suka menebar janji ke anak. Menebar janji nyaris sama dengan dusta. Ia menjanjikan sesuatu padahal hampir tidak mungkin diwujudkan.
Jangan koreksi atau tegur di depan anak. Karena itu seperti mengepung suami dengan bantuan kekecewaan anak.
Cari waktu yang tepat dan privat. Jelaskan bahwa sebenarnya anak-anak kecewa karena janji-janji sebelumnya tidak atau belum terwujud. Baiknya, begini dan begitu. [Mh/bersambung]