ChanelMuslim.com- Pasangan suami istri adalah dua manusia biasa. Ada kelebihannya, tapi nggak sedikit kekurangannya. Kelebihan akan menambah wibawa mereka di mata anak-anak. Tapi kekurangan pun bisa menurunkannya.
Hati-hati dengan Candaan
Candaan itu bisa bikin segar suasana. Semua tertawa, dan tertawa bisa melepas ketegangan sementara. Tapi, meski candaan, jangan buka celah merosotnya wibawa. Baik di pihak suami maupun istri.
Candaan yang berefek negatif itu di antaranya mempertontonkan kekurangan diri. Misalnya, suami yang mencandai tubuh istri yang mulai jumbo. Jika itu dijadikan bahan candaan keluarga, akan menurunkan wibawa istri di mata anak-anak.
“Waduh, pantas aja nasinya jadi cepat habis. Ada yang lagi ngebesarin badan.”
“Kalau ayah naik angkot bareng ibu, ongkosnya bisa dihitung tiga kali ya.”
Candaan lain bisa juga muncul dari pihak istri. Tentu, tentang kelucuan sosok suami. Tapi jika kurang hati-hati, candaan di tengah ruang keluarga ini bisa menurunkan wibawa suami.
“Kalau ngelihat ketampanan Jenderal Idi Amin, kok jadi ingat wajah Bapak, ya.”
“Bapak kok cemberut aja sih. Lagi boke’ ya.”
“Bapak kok rambutnya pada memutih. Lagi puber kedua, ya.”
Boleh jadi, candaan-candaan seperti itu dianggap biasa untuk sebagian budaya. Yang dicandai sama sekali tidak tersinggung. Dan yang menyimak akan gampang terhibur.
Namun, di sisi lain, akan membuka celah buat anak-anak untuk kurang menganggap sakral ayah ibunya. Suatu saat, candaan bukan lagi datang dari suami atau istri. Tapi dari anak-anak sendiri mengikuti yang dicontohkan ayah ibunya.
Karena itu, meski candaan bisa melahirkan keakraban, suami istri harus hati-hati memilih candaan yang baik. Bisa bikin ketawa keluarga, tapi tidak menurunkan wibawa mereka sendiri.
Jangan Asal Curhat ke Anak
Tidak ada yang sempurna dari suami istri. Begitu pun ketika mereka sudah menjadi ayah ibu senior. Karena makin senior, justru banyak kekurangannya: fisik, nalar, dan penghasilan.
Ketika ada ketidaksukaan, ketidakcocokan, dan sejenisnya terhadap suami atau istri, hati-hati untuk memilih teman curhat. Baiknya, hindari curhat ke anak-anak. Meskipun mereka sudah mulai dewasa.
Karena hal ini sama saja dengan membuka aib tentang ayah ibu mereka sendiri. Lebih repot lagi jika kasusnya teramat sensitif. Misalnya, ayah mau kawin lagi, ibu punya “teman baru”, dan lainnya.
Jika curhat seperti ini terjadi, tidak banyak yang bisa diperoleh dari anak-anak. Justru, hanya memperlebar terbukanya aib suami istri sendiri.
Boleh saja mengajak anak-anak diskusi soal problem ayah atau ibu mereka. Tapi, hanya pada kasus yang tidak membuka aib dan memang menjadi kasus bersama.
Misalnya, ayah atau ibu yang tiba-tiba terjerat kasus ITE. Terjadilah peristiwa penahanan oleh aparat. Kalau anak-anak sudah menjelang dewasa, membuka kasus ini ke mereka tidak masalah. Justru curhat atau diskusi akan mencerahkan pikiran anak-anak. Bahwa, ayah atau ibu mereka bukan kriminal. Bersambung. (Mh)