ChanelMuslim.com- Marahan suami istri mungkin biasa. Ada kecewa, ada benci. Tapi, benci yang menumbuhkan rindu.
Hampir semua suami istri pernah marahan. Bisa karena sebab berat, bisa karena hal sepele. Tapi ujungnya, sama: kecewa dan benci.
Namun begitu, jangan biarkan kecewa dan benci bertahan lama. Paling lama, tiga hari saja. Siasati agar di masa kesenjangan itu, yang tumbuh bukan tambah kecewa. Melainkan semangat baru untuk semakin mesra.
Ingat Kebaikannya
Dalam masa senjang, nggak saling sapa satu harian, jangan melulu terkungkung di momen “benturannya”. Jangan terlalu terbawa arus dengan momen saat saling menumpahkan emosi.
Sudah, lupakan. Yang lalu paksa terus berlalu, dan itu hal yang tak mengenakkan. Cukup di situ saja. Tak perlu dikenang, apalagi dalam kenangan slow motion ulang.
Karena masa senjang itu tak menguntungkan siapa pun: istri atau suami. Dua-duanya rugi. Dua-duanya tak nyaman.
Coba luruskan lagi persepsi tentang pasangan kita. Bagaimana baiknya dia. Bagaimana berjasanya dia. Dan semua yang baik itu telah berlangsung sangat lama. Tentunya, jauh lebih besar bobotnya daripada hal yang membuat kecewa.
Contoh, dia memang ceroboh tapi sabarnya luar biasa. Dia memang kepo, tapi itu kan menunjukkan perhatiannya yang luar biasa. Dia memang super manja, tapi rasa sayangnya sangat luar biasa. Dia memang super hemat, tapi keshalehannya juga super tinggi. Dan seterusnya.
Coba kenang lagi dan lagi. Jangan biarkan gambaran buruk menyisip dalam kesenjangan itu. Apalah arti kesalahan kecil di banding kebaikannya yang melimpah.
Kalau saja, dua pihak memiliki pikiran yang sama di saat kesenjangan itu, maka hampir bisa dipastikan ujung dari marahan ini akan berakhir asyik. Bukan kecewa yang bersisa dan membekas, tapi kerinduan untuk bisa canda dan senda gurau lagi.
Buat “Kafarat” Pengakuan Salah
Jika masing-masing pihak mampu menjernihkan hati dan pikiran di saat masa senjang itu, akan terlihat siapa yang paling salah. “Iya, ya. Ternyata aku memang yang salah.”
Kalau poin itu sudah muncul, jangan tetap diam begitu saja. Segera bergerak untuk melakukan sesuatu. Dan sesuatu itu sebagai “kafarat” atau tebusan atas apa yang telah dilakukan.
Misalnya, membelikan hadiah. Apa saja, dan tak perlu repot untuk mencari yang mahal dan mewah. Cari yang menarik dan paling disuka.
Antara lain, membelikan atau membuatkan kuliner kesukaan. Jangan sekadar hadiahnya saja yang muncul ke permukaan, permohonan maaf juga harus tampil. Setelah itu, cairkan suasana.
Jangan salah paham tentang permohonan maaf. Dalam hubungan cinta, yang lebih dulu minta maaf tidak akan menunjukkan yang paling salah. Justru, akan tampil sebagai yang paling bijak.
Kalau maafnya sungkan untuk diucapkan, bisa lewat chatting. Lontarkan maaf dengan bahasa yang biasa dan lugas. Singkat tapi padat. Jangan diembel-embeli kalimat lain seperti, habis kamu sih yang bikin gara-gara…
Jadi, silahkan tenggelamkan benci dengan rasa rindu. Dan, raih lagi kemesraan baru. [Mh]