ChanelMuslim.com- Dunia ini hiasan. Sebaik-baik hiasan adalah wanita shalihah.
Pernikahan menghalalkan hubungan pria dan wanita. Bukan hanya halal, hubungan suami istri bahkan mendapat ganjaran pahala.
Seorang sahabat Nabi pernah bertanya, “Ya Rasulullah, bagaimana mungkin urusan tentang syahwat bisa meraih pahala?”
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Kalau hubungan itu dilakukan terhadap yang bukan halal, akan mendapat dosa. Maka, hal yang sebaliknya akan mendapat pahala.”
Namun begitu, hubungan suami istri bukan hanya tentang urusan ranjang, atau seksual. Lebih dari itu, hubungan suami istri Allah sebut sebagai azwaja. Persis seperti dua benda yang dialiri magnit positif dan negatif, yang selalu nempel dalam hal selera, jiwa, dan rasa.
Sebagai Guru dan Teladan Buat Anak-anak
Ayah dan ibu itu sekolah pertama untuk anak-anak. Keduanya sebagai guru, sekaligus sebagai pasangan yang selalu menjadi teladan untuk anak-anak.
Hubungan suami istri inilah yang menjadi rahasia kesuksesan tokoh-tokoh besar. Di balik tokoh besar itu, selalu ada sosok teladan ayah ibu yang begitu kuat.
Peran sebagai guru dan teladan tidak bisa dipisahkan. Guru ketika suami istri itu mengajarkan nilai-nilai dasar untuk anak-anak. Dan teladan ketika keduanya mempraktekkan nilai-nilai yang diajarkan itu dalam dunia nyata.
Seperti, suami mengajarkan keberanian, kesantunan, kemurahan hati, kejujuran, kerajinan dan ketekunan, keikhlasan, dan lainnya. Kemudian, mencontohkan kepada anak-anak bagaimana nilai-nilai dasar itu wujud dalam diri keduanya.
Peran strategis ini tidak bisa dibebankan kepada istri saja. Ibarat penglihatan yang baru bisa sempurna ketika dengan dua mata, begitu pun peran suami istri dalam hal ini.
Istri mungkin lebih berperan dalam pengajaran perilaku, hafalan, dan kasih sayang; sementara suami lebih kepada wawasan dan nalar anak-anak.
Peran ini tidak bisa dianggap sebagai tugas sambilan. Seperti, hanya di hari libur, hanya menjelang tidur, atau hanya ketika anak-anak punya PR sekolah. Tapi, terjadwal setiap hari seperti jadwal shalat yang begitu paten.
Tentu, porsi dan interaksinya berbeda sesuai usia anak-anak. Yang menjadi patokan, jangan sehari pun anak-anak balita dan usia SD terlewat oleh pengajaran ayah dan ibu mereka. Karena inilah usia emas mereka.
Selain kerja sama dan menjaga keteladanan, suami istri harus pandai menakar porsi antara ungkapan kasih sayang dan pengajaran ke anak-anak. Jangan dicampuradukan.
Contoh, jangan sampai misalnya suami begitu ketat dan tegas membangunkan anak-anak untuk shalat Subuh. Sementara, istri justru muncul sebagai sosok yang selalu memaklumi. Begitu pun sebaliknya.
Atau ketika istri mengajarkan anak-anak tentang berhemat, justru suami muncul sebagai sosok yang memberikan pengecualian dengan mencontohkan hal yang sebaliknya.
Di sinilah hubungan suami yang seperti jejaring untuk kebaikan anak-anak mereka. Peran ini merupakan hal berat. Tidak cukup didelegasikan ke guru sekolah, guru privat, guru ngaji, atau lainnya. Tidak boleh pula dilakukan secara sambilan dan sampingan. [Mh]