ChanelMuslim.com- Meski berpasangan, pria dan wanita tidak selalu memiliki suasana kecerdasan diri yang selaras. Adakalanya, salah satu di antara keduanya berada dalam ego yang manja. Saat itulah, pasangan yang kecerdasan dirinya normal mundur selangkah. Orang sering mengatakannya, “Yang waras ngalah!”
Dikatakan berpasangan menunjukkan dua titik kutub yang berada pada suasana seimbang. Dan seimbang tidak selalu berarti sama. Jika satu kutub bernilai 4, maka kutub berikutnya juga 4. Tapi jika salah satunya berada di nilai minus, maka yang satunya lagi harus lengser sementara di titik minus, agar selisihnya selalu nol.
Teori inilah yang pernah disampaikan ahli fisika seperti Newton. Ia mengatakan bahwa suatu benda tidak akan bergerak alias seimbang jika hasil penjumlahan semua gaya pada benda itu menghasilkan angka nol.
Jika keduanya bernilai plus, walaupun di angka 1, tidak akan ada masalah. Walau minim, tapi tetap seimbang. Tapi jika salah satunya minus, yang satunya lagi jangan memaksakan diri untuk di titik plus. Melainkan mengalah sesaat untuk juga berada di titik minus.
Inilah yang orang sebut dengan istilah mengalah. Mengalah adalah posisi diri yang tidak pada sewajarnya. Posisinya bisa condong ke kiri atau kanan. Dan berada pada posisi tidak normal seperti ini memang berat dan melelahkan. Tapi, anggap saja seperti orang yang sedang berolah raga.
Misalnya, seorang suami pulang ke rumah dengan membawa polutan intrik-intrik kantornya. Ia tiba-tiba menjadi gampang marah. Ketika tiba di rumah, istrinya pas sedang ke toko sebelah untuk membeli keperluan dapur. Pintu rumah belum bisa dibuka karena terkunci.
Setelah akhirnya bertemu, sang suami bilang, “Kamu sudah nggak suka sama aku lagi. Aku pulang, kamu malah pergi!”
Mendapati itu, sang istri berdiam sejenak. Ia berucap, “Maaf ya, Mas. Tadi, aku ke warung buat beli cabe. Maaf jadi nggak bisa nemuin Mas.”
Itulah di antara contoh titik keseimbangan yang diperankan sang istri. Ia cepat menangkap suasana minus ego suami yang berada di titik minus. Ia pun mengalah untuk sejenak berada juga di titik minus atau tidak normal. Meski tidak bersalah, sang istri meminta maaf.
Bayangkan jika sang istri ikutan marah karena merasa dituduh yang tidak-tidak. Titik keseimbangan yang sebenarnya bisa diraih dengan sangat sederhana, akan semrawut tidak karuan.
Langkah keseimbangan itu sangat sederhana. Yaitu, mengalah atau mundur dan condong sejenak.
Dengan catatan, pergeseran ke titik minus dari salah satu pihak tidak terjadi berulang atau permanen. Tapi, hanya insidentil atau sesaat. Tapi jika berlangsung permanen, solusi ini bukan cara yang pas.
Perhatikanlah, berapa beda usia antara Aisyah r.a. dengan Rasulullah saw. Berkisar di atas tiga puluhan tahun. Yang satu pantasnya sudah punya cucu, yang satunya lagi masih seperti remaja. Apa yang dilakukan Nabi yang mulia untuk mencari titik keseimbangan mereka berdua.
Di saat bersama Aisyah, Nabi saw. bergaya seperti pemuda. Ia mau berlomba lari, bercanda, dan lainnya. Suatu gaya yang tidak dilakukan Nabi saw. saat bersama para sahabatnya, yang laki maupun yang perempuan.
Ketika Aisyah menunjukkan rasa manja dan cemburunya, layaknya anak muda yang sedang jatuh cinta, Nabi saw. memberikannya ruang yang luas. Seolah, ia saw. sedang menikmati cemburu kekasihnya.
Apakah Aisyah seperti itu terus selamanya? Tidak. Pelan tapi pasti, Aisyah bergerak menuju titik keseimbangan yang dimiliki sang suami saw.: menjadi bijak, dan penuh hikmah.
Jadi, mengalah untuk sesaat bukan sebuah kekalahan. Seperti orang yang sedang mancing ikan, ia membiarkan tali pancingnya terus ditarik ikan. Pelan tapi pasti, ia menarik tali itu agar bisa kembali ke titik normal. (Mh/bersambung)