DERETAN sultan ini mungkin jarang tercatat dalam sejarah dunia. Mereka berperan mendirikan universitas sekaligus membiayai para mahasiswanya.
Uttiek M. Panji Astuti, dalam tulisannya berjudul “Para Penuntut Ilmu”, (8/6/2022) mengungkapkan deretan sultan, penguasa, dan saudagar dermawan yang rela mengongkosi atau membiayai para pelajar dalam menuntut ilmu.
Dengan apik, ia membahas bagaimana seorang pelajar yang menuntut ilmu di luar negeri membuka bermacam peluang yang tak terduga. Berikut tulisan selengkapnya.
Belum lama viral kabar tentang pilihan seorang artis Indonesia yang menikahi temannya saat kuliah di salah satu universitas ternama di dunia.
Bermacam soalan dimunculkan netizen, termasuk pria Indonesia yang kurang “berkualitas” sehingga si Mbak ini memiih warga negara Amerika keturunan Korea Selatan.
Tulisan ini tentu tak hendak membahas hal tersebut. Namun, banyaknya mahasiswa Indonesia yang kuliah di luar negeri membuka bermacam peluang yang tak terduga.
Beragam kesempatan muncul, termasuk peluang berkarier di perusahaan-perusahaan ternama, hingga jatuh hati dan menikahi warga dunia.
Global Flow of Tertiary-Level Students yang dikeluarkan Unesco Institute for Statistics 2021 merilis daftar negara-negara dengan jumlah mahasiwa Indonesia terbanyak.
Tiga negara teratas adalah Australia dengan jumlah mahasiswa Indonesia sebanyak 13.880, Malaysia 8.440, Amerika 7.984.
Saudi Arabia menempati peringkat ke tujuh dengan jumlah mahasiswa Indonesia sebanyak 1.551, lalu Turki di peringkat ke sembilan dengan jumlah mahasiswa Indonesia 1.218.
Saya mencari-cari Mesir, ternyata tak masuk dalam daftar 15 besar.
Baca Juga: Mengenal Aurangzeb Alamgir, Sultan India yang Memajukan Peradaban Islam (2)
Deretan Sultan yang Mendirikan Universitas sekaligus Membiayai Mahasiswanya
Mengapa negara-negara itu menjadi favorit? Tak lain karena besarnya peluang beasiswa. Tak hanya biaya pendidikan, namun juga termasuk biaya hidup.
Kalau sekarang negara yang memberikan sejumlah besar beasiswa didominasi oleh negara-negera non Muslim, tidak demikian halnya di abad pertengahan di mana peradaban dunia sedang dalam genggaman Islam.
Sudah menjadi mandatory bahwa sistem pendidikan Islam itu gratis. Negara, sultan, penguasa, atau para dermawan yang akan mengongkosinya melalui skema waqaf.
View this post on Instagram
Selama berabad-abad hal itu lestari. Tersebutlah Universitas Al Azhar di Kairo, Universitas Al Qawariyyun di Fes-Maroko yang masih berdiri kokoh hingga kini, sekalipun sekarang tak sepenuhnya gratis lagi.
Tak hanya dibiayai negara, banyak juga sekolah yang didirikan dan ditanggung biayanya oleh individu.
Seperti, Madrasah Farisiya yang didirikan oleh Amir Faris ad-Din al-Baky, Madrasah Nahriya dan Madrasah Nasiriya yang didirikan Syekh Nasr.
Di masa Daulah Utsmani, Madrasah Othmania didirikan. Menariknya, madrasah itu dikepalai oleh seorang perempuan yang dipercaya oleh keluarga Isfahan Shah Khatun yang mengongkosi madrasah itu.
Bahkan banyak individu yang mendirikan sekolah di luar negerinya.
Seperti Madrasah Khatuniya yang berada di Baitul Maqdis, madrasah ini didirikan oleh putri Syams ad- Din bin Muhammad Sayf ad-Din dari Baghdad yang bernama Oghl Khatun.
Mengapa banyak saudagar kaya dan para dermawan pada masa itu tertarik mendirikan sekolah dan mengongkosinya?
Salah satunya dari hadist, “Ada dua orang bersaudara di zaman Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Yang satu biasa datang untuk menuntut ilmu syar’i, sedangkan yang satunya lagi bekerja.
“Maka orang yang bekerja ini mengeluh kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam tentang saudaranya (yang menuntut ilmu).
Beliau pun bersabda, “Bisa jadi kamu diberi rezeki (oleh Allah) karena sebab ia (saudaramu yang menuntut ilmu agama).” [HR. At Tirmidzi no.2345]
Bagi mereka yang saat ini berlapang harta, yuk ini saatnya memberikan komitmen untuk menjadi sponsor pendidikan bagi anak-anak muda yang tengah menuntut ilmu syar’i, supaya keberkahan senantiasa mengiringi.