ChanelMuslim.com – Surat Al-Kahfi ayat 5 menjelaskan bahwa orang-orang yang mengatakan Allah memiliki anak adalah mereka yang tidak memiliki ilmu. Sementara itu, ayat 6 menegaskan agar tidak bersedih kepada mereka yang tidak beriman.
Baca Juga: Tafsir Surat Al-Kahfi Ayat 3 dan 4
Isi Surat Al-Kahfi Ayat 5
مَّا لَهُم بِهِۦ مِنۡ عِلۡمٖ وَلَا لِأٓبَآئِهِمۡۚ كَبُرَتۡ كَلِمَةٗ تَخۡرُجُ مِنۡ أَفۡوَٰهِهِمۡۚ إِن يَقُولُونَ إِلَّا كَذِبٗا
“Tidaklah mereka dan ayah-ayah mereka memiliki ilmu dalam hal itu. Sungguh besar (dosa) karena kalimat yang keluar dari mulut mereka. Tidaklah mereka mengucapkan itu kecuali kedustaan.”
Ustaz Abu Utsman Kharisman menyatakan orang-orang yang mengatakan bahwa Allah memiliki anak hanyalah mengucapkan itu berdasarkan persangkaan.
Mereka ikut-ikutan dengan keyakinan yang diwariskan dari ayah-ayah (nenek moyang) mereka.
Allah menyatakan bahwa sangat dahsyat kedustaan dan dosa akibat ucapan mereka itu. Allah menyebut ‘kalimat yang keluar dari mulut mereka’ menunjukkan bahwa secara lisan memang itu yang mereka ucapkan, tapi pada dasarnya dalam lubuk hati yang terdalam mengingkari itu.
Mereka sebenarnya tidak yakin bahwa Allah memiliki anak (faedah penjelasan Syaikh Ibn Utsaimin).
Ayat ini menjelaskan demikian besarnya dosa akibat ucapan itu. Ucapan yang ringan diucapkan, bahwa Allah memiliki anak, tetapi akibat dan dosanya sangat besar.
Baca Juga:cTafsir Surat Al-Kahfi Ayat 2
Jangan Bersedih
فَلَعَلَّكَ بَٰخِعٞ نَّفۡسَكَ عَلَىٰٓ ءَاثَٰرِهِمۡ إِن لَّمۡ يُؤۡمِنُواْ بِهَٰذَا ٱلۡحَدِيثِ أَسَفًا
“Janganlah engkau membinasakan dirimu dengan kesedihan (yang sangat) dengan membuntuti mereka ketika mereka tidak beriman dengan berita ini (Al-Qur’an).” (Q.S. Al-Kahfi: 6)
Makna kata “alaa aatsaarihim” pada ayat tersebut adalah mengikuti jejak-jejak mereka, membuntuti mereka dengan harapan mereka berubah pikiran menjadi beriman setelah sebelumnya ingkar dan menentang (disarikan dari penjelasan Syaikh Ibn Utsaimin).
Rasulullah manusia yang paling bersemangat agar manusia mendapatkan petunjuk. Beliau juga sangat bersedih jika seseorang tidak mau menerima dan menentang nasehat, sebagai bentuk kasih sayang beliau yang sangat kepada umat.
Oleh sebab itu, Allah membimbing beliau untuk tidak terlalu bersedih jika ada orang-orang yang tidak mau beriman setelah tegak hujjah kepada mereka. Sesungguhnya hidayah hanyalah di Tangan Allah:
إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
“Sesungguhnya engkau (wahai Muhammad) tidaklah bisa memberi hidayah (taufiq) kepada orang yang engkau cintai (sekalipun), akan tetapi Allahlah yang memberi hidayah kepada siapa yang dikehendaki-Nya.
Dia Paling Mengetahui orang-orang yang (berhak) mendapatkan hidayah (Q.S al-Qashash: 56)
Ayat ini juga memberikan pelajaran kepada kita bahwa seseorang yang diperintah untuk berdakwah kepada manusia hendaknya ia berusaha semaksimal mungkin dengan menempuh berbagai sebab (yang syar’i) dalam menyampaikan hidayah kepada manusia dan menutup segala celah yang mengarahkan mereka pada kesesatan dengan bertawakkal kepada Allah.
Apabila mereka mendapat hidayah dengan sebab itu, maka itulah yang diharapkan. Namun, apabila tidak, janganlah bersedih berlebihan karena hal itu tidaklah bermanfaat, justru akan melemahkan jiwa dan kekuatan kita. (Disarikan dari Tafsir as-Sa’di) [Cms]