ChanelMuslim.com – Sumpah dan Janji Allah dalam surat Al-Balad. “Aku benar-benar bersumpah dengan kota ini (Mekah)” (QS. 90: 1)
Hampir semua ulama sepakat bahwa yang dimaksud negeri yang digunakan sumpah dalam ayat di atas adalah negeri kelahiran Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam, yaitu kota Makkah.
Oleh: Ustaz Dr. H. Saiful Bahri, M.A.
Setidaknya seperti demikian pendapat Ibnu Abbas, Mujahid, Qatadah, Atha’ dan Ibnu Zaid, seperti dituturkan Ibnu Jarir ath-Thabary.
Ibnu Katsir menambahkan bahwa Ikrimah juga berpendapat demikian.
“Dan kamu (Muhammad) bertempat di kota Mekah ini”. (QS. 90: 2)
Sumpah dan Janji Allah dalam Surat Al-Balad
Meskipun Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam lahir dan tinggal di Makkah, namun yang dimaksud alam ayat ini adalah bahwa kelak Nabi Muhammad akan bisa memasuki Makkah dengan tenang.
Karena itu, lafzah yang dipakai adalah “hillun” yang berarti halal. Karena keberadaan Rasulullah di tempat kelahirannya pun selalu identik dengan penderitaan, tekanan dan kesusahan-kesusahan yang diakibatkan dari perbuatan orang-orang kuffar Quraisy.
Seolah-olah beliau “diharamkan” atau terhalang dari menikmati hidup di kampung halamannya. Dalam salah satu riwayat, beliau bahkan menangis ketika meninggalkan Makkah saat hendak berhijrah.
Pada hakikatnya, beliau sangat mencintai Makkah, namun penduduknyalah yang menyia-nyiakannya dan menyakitinya bahkan mengusirnya.
Namun Allah Maha Mendengar, maka Dia kabulkan impian Rasulullah kembali ke tempat kelahirannya. Dalam keadaan tenang, terhormat dan takkan ada lagi yang mengharamkannya dari melakukan apapun di tempat itu kecuali hanya Allah.
Ini merupakan berita gembira bagi Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabatnya. Janji Allah tersebut akan terealisasi secara sempurna kelak pada tahun ketujuh hijriyah melalui sebuah peristiwa akbar yang diabadikan sejarah, Fathu Makkah.
Pada hari itu, beliau melindungi dan memuliakan orang-orang tertentu. Beliau memaafkan kesalahan dan kejahatan musuh-musuhnya yang sebagian juga merupakan keluarganya. Tak ada dendam sedikitpun di hatinya.
Namun, beliau juga memerintahkan kepada umat Islam untuk membunuh beberapa orang yang hari itu darahnya dihalalkan karena kejahatan yang tak lagi bisa ditoleransi.
Seperti Abdullah bin Khathl, bukan hanya karena berkhianat dengan pura-pura masuk Islam untuk memperoleh amanah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tapi dia juga bersekongkol dengan musyrikin Makkah dan kembali menjadi musyrik serta membunuh seorang Anshar yang waktu itu diutus bersamanya.
Muqis bin Dhababah juga termasuk dalam daftar orang yang dicari untuk dibunuh dengan dua kesalahan yang serupa: murtad dan berkhianat serta membunuh utusan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.
Juga beberapa nama lain di antaranya Ikrimah bin Abu Jahal yang kemudian melarikan diri dan bersembunyi di Yaman. Akhirnya beliau masuk Islam setelah Rasul shallallahu alaihi wa sallam wafat dan setelah itu beliau menebus semua kesalahannya dengan mendermakan kemampuannya untuk membela Islam.
Ikrimah pun menjadi salah seorang ulama tabi’in yang disegani.
“Dan demi bapak dan anaknya”. (QS. 90: 3)
Sebagian mufassirin berpendapat bahwa yang dimaksud bapak di sini adalah Adam. Ada juga yang mengatakannya Nuh atau Ibrahim alaihis salam.
Sedangkan Imam al-Mawardi mengatakan bahwa yang dimaksud “bapak” di sini adalah Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam dan “anak” adalah umatnya.
Hal tersebut karena ada konsideran yang disebut di dua ayat sebelumnya yang membicarakan tentang beliau.
Namun, Imam al-Alusy lebih memilih penafsiran umum terhadap ayat ini yaitu setiap bapak dan keturunannya. Ini untuk menunjukkan kekuasaan Allah.
Bapak hanyalah merupakan salah satu sebab keberadaan anaknya, namun pada hakikatnya yang menjadi penentu dan pencipta hanyalah Allah Yang Maha Kuasa.
Baca Juga: Tadabbur Surat Al-Balad Akhir Jalan Mendaki
Akibat Salah Persepsi
“Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia berada dalam susah payah”. (QS. 90: 4)
Yang dimaksud dengan “كبد” adalah kesulitan dan kesusahan yang ditemui manusia dalam kehidupannya. Baik yang berupa kepayahan fisik yang bisa dirasakan oleh tubuh manusia dan penyakit-penyakit yang dideritanya, ataupun kepayahan psikis yang hanya bisa dirasakan seperti rasa sedih dan takut.
Dalam Surat al-Insyiqaq Allah juga menjelaskan makna lain dari kepayahan ini, yaitu kerja dan usaha yang keras.
“Hai manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja dengan sungguh-sungguh menuju Tuhanmu, maka pasti kamu akan menemui-Nya” (QS. 84: 6) karena ketika di dunia manusia telah berusaha bekerja keras untuk memenuhi segala keperluan hidupnya.
Sebagian di antara mereka bahkan berlebihan hingga melupakan hak jasadnya untuk beristirahat. Sebagian lagi bahkan melupakan Allah, Dzat yang membuatnya berkecukupan dalam kehidupannya.
Sebagian manusia menyadari kekeliruannya, sehingga ia pun semakin bekerja dan berusaha keras untuk memenuhi hak-haknya, keluarganya, masyarakat sekelilingnya, dan tentunya Allah.
Dalam keadaan payah seperti yang dijelaskan di atas, sebagian manusia juga memiliki orientasi hidup yang salah dan persepsi yang tidak benar tentang kehidupannya.
“Apakah manusia itu menyangka bahwa sekali-kali tiada seorang pun yang berkuasa atasnya? Dan mengatakan: “Aku telah menghabiskan harta yang banyak”. Apakah dia menyangka bahwa tiada seorangpun yang melihatnya?”. (QS. 90: 5-7)
Setidaknya, ada tiga kesalahan persepsi orang-orang kafir yang kemudian bisa menyebabkan mereka memusuhi Rasulullah dan ajaran yang dibawanya.
Kesombongan yang melampaui batas sehingga ia merasa menjadi orang yang berkuasa. Dengan kedudukan dan posisi sosial serta harta yang melimpah menyebabkan seseorang lupa bahwa ada Dzat Yang Maha Kuasa.
Bahwa yang mereka namakan “kebaikan” adalah mempertahankan posisi mereka meskipun dengan menghabiskan harta.
Maka tak masalah jika harta yang mereka peroleh baik dengan jalan baik atau tidak benar mereka mubadzirkan karena tak mengerti prioritas investasi yang benar.
Dengan merasa bahwa tak seorang pun bisa mengawasi gerak-geriknya, maka ia bisa seenaknya berbuat, meskipun itu melawan hati nurani dan menzhalimi diri sendiri serta orang lain.
Sadarkah ia, bahwa harta yang ia cari dan kemudian mereka mubadzirkan kelak akan ditanya oleh Allah dari mana ia mendapatkannya dan ke mana saja ia habiskan?
Seharusnya orang-orang yang salah persepsi di atas sadar akan karunia Allah yang luar biasa yang dalam surat ini hanya disinggung beberapa saja, yang berkaitan dengan misi besar surat ini.
“Bukankah kami telah memberikan kepadanya dua buah mata. Lidah dan dua buah bibir. Dan kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan”. (QS. 90: 8-10)
Dua mata, lidah, dua bibir adalah sekian dari nikmat Allah yang melekat dalam jasad manusia. Bahkan ia bisa melihatnya sendiri dengan berdiri di depan cermin, maka ia akan segera mendapatinya.
Seharusnya ia bisa melihat. Dengan dua mata. Bahkan seandainya satu matanya ditutup pun ia masih akan tetap bisa melihat nikmat Allah subhanahu wa taala.
Lantas, apa yang membuatnya buta dan tak mampu melihat karunia Allah yang sangat tak terbatas ini. Lidah dan bibirnya pun tak digunakan dalam koridor syukur terhadap Allah.
Justru ia menggunakan untuk melawan Allah. Mobilisasi massa untuk melawan ajaran Allah.
Bukan hanya itu, Allah juga telah menyediakan dua jalan; yaitu jalan kebaikan dan jalan kegelapan.
Masing-masing jalan dengan gamblang dijelaskan Allah ujung serta konsekuensi yang akan diterima bagi setiap penempuh jalan tersebut.
Jalan kebenaran dan kebaikan akan dipilih oleh orang-orang yang cerdas yang tahu prioritas amal dan kerja.
Sebaliknya, yang mengambil jalan pintas karena hati mereka tertutup.[ind]
(Bersambung bag. 2)