BERLOMBA dalam kebaikan maksudnya bukan hanya mengamalkan kebaikan, tetapi menyempurnakan, tuntas dan segera melaksanakan kebaikan.
Ustaz K.H. Iman Santoso, Lc., M.E.I. menukil surat Al Baqarah ayat 148.
Allah Subhanahu wa taala berfirman:
فَٱسۡتَبِقُواْ ٱلۡخَيۡرَٰتِۚ
“Maka berlomba-lombalah kamu dalam kebaikan” (QS Al Baqarah 148)
Petikan ayat yang sama disebutkan juga dalam surat Al-Maidah 48. Adapun ayat yang mempunyai kemiripan makna dengan potongan ayat di atas banyak disebutkan dalam Al-Quran.
Berlomba dalam kebaikan maksudnya bukan hanya mengamalkan kebaikan, tetapi menyempurnakan, tuntas dan segera melaksanakan kebaikan.
Jadi, siapa yang berlomba dalam kebaikan di dunia, maka dia akan menjadi pemenang di akhirat.
Kebaikan di ayat tersebut bentuknya jama’, artinya banyak atau segala macam bentuk kebaikan yang banyak dan bermanfaat untuk diri dan orang lain yang diajarkan Islam, baik hukumnya wajib maupun sunnah.
Baca Juga: Bolehkah Membandingkan Diri dengan Orang Lain dalam Kebaikan
Berlomba dalam Kebaikan di Dunia, Jadi Pemenang di Akhirat
Ustaz Hasan Ibnu Abdurrahman mengatakan, “Kewajiban lebih banyak dari waktu yang tersedia”.
Jika kewajiban itu banyak, maka yang sunnah lebih banyak lagi. Sejatinya, seorang muslim sedang berlomba dengan waktu yang tersedia dalam melakukan kewajiban.
Ibnu Rajab berkata,
“Tatkala sahabat Nabi Shallallahu alaihi wa sallam mendengar ayat tersebut, mereka memahami bahwa maksudnya setiap diri harus bersungguh-sungguh agar menjadi pemenang dalam perlombaan.
Sehingga mendapatkan kemuliaan dan sampai pada derajat yang tinggi.
Salah satu dari kita jika melihat orang lain beramal yang dirinya tidak mampu, takut kalau dia mendahului dalam amal tersebut, dan merasa bersedih karena tertinggal.
Perlombaan mereka itu dalam urusan derajat tertinggi di akhirat. Kemudian datang generasi berikutnya, dan kondisinya terbalik, perlombaan mereka dalam urusan dunia dan segala kesenangan dunia yang fana”.
Berkata Hasan Al-Bashri: “Janganlah engkau menunda-nunda, karena engkau hanya menguasai hari ini, tidak hari esok. Jika engkau mendapatkan hari esok, maka jadikan seperti hari ini.
Dan jika tidak mendapatkan hari esok, engkau tidak menyesal atas amal yang sudah dilakukan hari ini”.
Berkata Said bin Al-Musayyid salah seorang tokoh tabiin yang tinggal di Madinah, terkait komitmennya dalam menegakkan shalat jamaah:
ما أذن المؤذن منذ ثلاثين سنة إلا وأنا في المسجد .
“Tidaklah muadzin mengumandangkan adzan selama 30 tahun, kecuali saya sudah ada di masjid”.
Dan Said bin Al-Musayyib bukan hanya komitmen kuat dalam shalat, tetapi pada ajaran Islam yang lain termasuk jihad fi sabilillah.
Beliau ikut jihad fi sabilillah padahal salah satu matanya sudah tidak melihat. Ketika dikatakan, “Engkau sedang sakit”.
Maka beliau jawab, “Allah memerintahkan kita keluar berjihad baik dalam keadaan ringan maupun berat”.
Beliau memahami surat At-Taubah 41, “Berangkatlah kamu baik dalam keadaan ringan maupun berat, dan berjihadlah dengan harta dan jiwamu di jalan Allah.
Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu jika kamu mengetahui”.[ind]