PRINSIP pertumbuhan dan perubahan dalam 7 kebiasaan efektif. Di setiap tahap kehidupan akan selalu terjadi pertumbuhan dan perkembangan.
Seorang anak belajar berguling, duduk, merangkak, dan kemudian berjalan serta berlari. Tiap tahap selalu penting dan masing-masing membutuhkan waktu. Tidak ada tahapan yang dapat dilewati begitu saja.
Baca Juga: Menanamkan Kebiasaan Baik Pada Anak
Oleh: Hifizah Nur, S.Psi., M.Ed. (Ketua Hikari Parenting School)
Prinsip Pertumbuhan dan Perubahan
Hal ini pun berlaku dalam semua fase kehidupan kita, dalam semua tingkat perkembangan, dari bayi, anak-anak, remaja, dewasa muda (18-40), dewasa menengah (40-60) dan dewasa akhir (di atas 60/70).
Semua skill juga membutuhkan peningkatan dan perkembangan yang bertahap, entah itu skill bermain piano, skill komunikasi efektif, menulis, bahasa Inggris, parenting dan sebagainya.
Hal ini juga berlaku bagi individu, perkawinan, keluarga, dan dalam berorganisasi.
Mudah sekali untuk memahami dan menerima fakta akan adanya proses tahapan pertumbuhan secara fisik.
Namun, untuk memahami bahwa emosi, hubungan sesama manusia, bahkan watak pribadi juga berkembang dari waktu ke waktu, adalah suatu hal yang kurang lazim dan lebih sulit untuk diterima.
Mengakui kalau kita masih belum paham saat belajar, atau belum mampu saat berhubungan dengan masyarakat, adalah hal yang paling sulit dilakukan.
Padahal mengakui bila kita belum mampu adalah langkah awal untuk berkembang dan menguasai keterampilan tertentu.
Jika seorang pelajar tidak membiarkan guru mengetahui tingkat kemampuannya dengan mengajukan pertanyaan atau mengungkapkan ketidaktahuan, ia tidak akan pernah belajar atau berkembang.
Pengakuan tentang ketidaktahuan adalah langkah awal dalam pendidikan.
Untuk berhubungan secara efekif dengan isteri, suami, anak, teman, atau rekan sekerja, kita harus belajar mendengarkan. Dan ini memerlukan kekuatan emosional.
Mendengarkan memerlukan kesabaran, keterbukaan, keinginan untuk mengerti – ini merupakan kualitas watak yang telah berkembang dengan baik.
Baca Juga: Refleksi di Penghujung Ramadan
Refleksi
Zaman ini berubah dengan sangat cepat. Teknologi internet menjadikan semuanya serba instan. Informasi bisa didapat dengan mudah, menghilangkan kesulitan kita untuk harus datang ke perpustakaan dan mencari referensi di sana. Teknologi ini menghilangkan jarak dan waktu.
Teknologi belanja online, belajar online, rapat online serta streaming berita dan hiburan, yang bisa dinikmati langsung tanpa mengharuskan kita on the spot, membuat hidup kita lebih mudah dan cenderung membuat kita malas.
Hidup serba instan ini bisa jadi membuat kita lupa belajar tentang cara “berproses.” Ilmu mudah didapat, dan cenderung berlebihan karena webinar hampir setiap jam ada.
Tapi sering kali kita kurang sabar menerapkan apa yang sudah kita pelajari. Padahal pembentukan perilaku itu butuh proses. Kematangan emosi itu butuh proses.
Habit mengatur jadwal bulanan, pekanan dan harian itu butuh proses. Bahkan menghafal dan memahami Al-Qur’an itu butuh proses. Apatah lagi menerapkannya dalam kehidupan kita sehari-hari.
Al-qur’an yang diturunkan perlahan-lahan selama 22 tahun 2 bulan 22 hari (menurut riwayat), memungkinkan para sahabat untuk meresapi dan memahaminya dengan baik.
Para sahabat belajar Al-quran secara perlahan-lahan. Mulai dari mendengarkan dari guru beberapa ayat, memahaminya, menghafalkannya dan mengamalkannya, setelah itu baru beralih ke ayat yang baru.
Begitulah para sahabat yang mulia, tumbuh dan berkembang, menjadi manusia-manusia baru, di bawah naungan Al-quran dan contoh langsung dari baginda Rosulullah shallallahu alaihi wa sallam.
Begitulah mereka disebut sebagai “Umat yang terbaik, yang dilahirkan untuk manusia.”
Kita perlu waktu untuk melakukan refleksi, merenungi secara perlahan tentang apa saja kekurangan kita, dan apa yang bisa kita lakukan untuk memperbaikinya.[ind]