ChanelMuslim.com – Ki Hadjar Dewantara dikenal sebagai Bapak Pendidikan Indonesia. Sebelum mendirikan Taman Siswa dikenal sebagai jurnalis dan penulis ulung. Dia menulis esai berjudul Als ik een Nederlander was (Seandainya saya seorang Belanda). Esai ini merupakan kritik yang sangat tajam terhadap rencana pemerintah kolonial untuk menyelenggarakan 100 tahun kemerdekaan Belanda. Karena kritiknya yang sangat tajam tersebut, Ki Hadjar kemudian dikirim ke Negeri Belanda selama enam tahun (1913-1919)
Namun, pengasingannya ke Negeri Belanda itu tidak membuat idealisme perjuangan Ki Hadjar surut. Sebaliknya ia justru belajar banyak hal, terutama dalam bidang politik dan pendidikan. Ia juga berkenalan dengan gagasan pendidikan Friederich Wilhelm August Frobel (1782-1852), yang menjadikan permainan sebagai media pembelajaran, dan Maria Montessori (1870-1952), yang memberikan kemerdekaan kepada anak-anak.
Pemikiran kedua tokoh itu menjadi dasar pengembangan Perguruan Tamansiswa yang didirikan oleh Ki Hadjar Dewantara tiga tahun berikutnya setelah pulang dari Negeri Belanda, tepatnya pada 3 Juli 1922.
Tujuan Perguruan Tamansiswa itu adalah menuju Indonesia merdeka, demi terwujudnya masyarakat tertib dan damai. Menurut Ki Hadjar Dewantara, Pendidikan Nasional Tamansiswa adalah antitesa terhadap sistem pendidikan penjajah yang mengutamakan intelektualistis, individualistis, dan materialistis.
Perguruan Tamansiswa juga didirikan untuk menampung minat masyarakat Hindia yang ingin bersekolah namun terkendala oleh berbagai hal, termasuk status sosial. Sebab, pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Hindia Belanda saat itu lebih diperuntukkan bagi kaum bangsawan maupun pangreh praja (pegawai pemerintah), sehingga rakyat jelata tidak bisa bersekolah.
Kehadiran Perguruan Tamansiswa membuka kesempatan bagi semua orang untuk bisa bersekolah secara mudah dan murah. Mudah karena tidak ada persyaratan-persyaratan khusus, sedangkan murah dalam artian biayanya terjangkau oleh semua golongan. Tidak mengherankan bila dalam kurun waktu delapan tahun (1922-1930) jumlah Perguruan Tamansiswa telah mencapai 100 cabang dengan jumlah puluhan ribu murid.
Sekolah pertama yang didirikan adalah taman indria (taman kanak-kanak) dan kursus guru, kemudian diikuti taman muda (SD), dan taman dewasa (SMP merangkap taman guru). Setelah itu, diikuti pendirian taman madya (SMA), taman guru (SPG), prasarjana, dan sarjana wiyata. Dalam waktu 8 tahun, Perguruan Tamansiswa telah hadir di 52 tempat.
Perkembangannya yang pesat memantik kecemasan Pemerintah Belanda sehingga mengundang dikeluarkannya Undang-Undang Sekolah Liar (Onderiwijs Ondonantie) pada 1932.
UU itu menyatakan sekolah swasta harus beroperasi dengan izin pemerintah, mesti menggunakan kurikulum pemerintah, dan para guru harus tamatan dari sekolah guru pemerintah.
Bila UU itu dilaksanakan, Perguruan Tamansiswa akan tutup. Sebab, sebagai sekolah swasta, Tamansiswa menggunakan kurikulum sendiri dan pamong (guru) dari sekolah guru sendiri.
Menghadapi tekanan ini, Ki Hajar Dewantara mengirim telegram kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda di Bogor. Telegram itu dikirim pada 1 Oktober 1932, persis di hari pertama pemberlakukan UU tersebut.
Petikannya, "…makhluk yang tak berdaya mempunyai insting untuk menangkis bahaya guna menjaga diri dan demikianlah juga boleh jadi kami terpaksa akan melakukan perlawanan sekuat-kuatnya dan selama-lamanya dengan cara tenaga diam."
Menurut Ki Hadjar, mengajukan protes hanya efektif jika kedua pihak setara, memiliki hak yang sama. Maka, melawan dengan diam. "Dalam batin, kita harus terus merdeka, tidak mengakui kekuasaan lawan," tulis Darsiti Soeratman, penulis biografi Ki Hajar.
Masalah ini akhirnya dibawa ke Volksraad (semacam parlemen masa kolonial, dengan sejumlah kaum pribumi sebagai anggota). Setelah melewati perdebatan panjang, UU ini ditunda selama 1 tahun.
Lalu, akhirnya pemerintah kolonial dan Volksraad menyusun UU baru yang jauh lebih bersahabat. Misalnya, tak diperlukan lagi izin dari pemerintah. Tamansa Siswa terus berkembang dan Ki Hadjar menjadi tokoh pendidikan termashyur.
Pada 16 Desember 1959, pemerintah RI menetapkan hari kelahiran Ki Hadjar sebagai Hari Pendidikan Nasional atau Hardiknas. Ia wafat pada 26 April 1959. Ribuan orang mengantar jenazahnya menuju pemakaman Wijaya Brata, Yogyakarta. (MAY)
Sumber: Geotimes.co.id dan liputan6.com