ChanelMuslim.com – Bagaimana cara memperbaiki warisan pengasuhan masa lalu yang kurang baik? Seorang Ibu bertanya, bagaimana cara menjadi orangtua terbaik dan sekaligus anak terbaik karena sewaktu kecil mengalami masa kecil yang kurang bahagia, orangtuanya suka bertengkar hebat dan anak-anak selalu kena dampaknya.
Sampai sekarang, luka batin itu kadang suka muncul dan ketika lelah melanda, suka tak tertahan marah dengan anaknya. Ia suka menyesal dan minta maaf kepada anaknya. Akan tetapi, akhirnya perasaan marah kepada diri sendiri, suka muncul.
Hingga saat ini, orang tuanya masih seperti itu, tapi karena ia sudah berumah tangga, dan akhirnya merantau. Ketika ibunya telepon, ibunya bercerita selalu masih seperti dulu ayah dan ibu masih berantem hebat karena masalah yang kecil.
Bagaimana menghilangkan luka batin dan warisan pengasuhan dari sewaktu kecil dan bagaimana membuat ibunya bahagia tanpa mengingat perlakuan yang pernah dulu dan sampai sekarang diterima. Supaya tetap menjadi ibu dan anak terbaik?
Baca Juga: Resensi Parenting ++, Kiat Pengasuhan Lengkap
Memperbaiki Warisan Pengasuhan Masa Lalu yang Kurang Baik
Pertama, tentang bakti kita kepada orang tua. Bunda, seyogyanya apapun kondisi yang kita alami. Kita harus berbakti kepada kedua orang tua. Tidak peduli apakah orang tua kita dulu pernah jahat kepada kita.
Tidak peduli apakah kita sering dimarahi orang tua. Tidak peduli apakah orang tua dulu menelantarkan kita dan membuat kita sengsara. Tidak peduli apakah orang tua kita beda agama.
Apapun kondisi kita dulu yang terpenting saat ini adalah kita berbakti kepada kedua ibu dan bapak. Ingatlah Bunda, bahwa durhaka kepada kedua orang tua itu termasuk dosa besar.
“Dosa-dosa besar yang paling besar adalah: syirik kepada Allah, membunuh, durhaka kepada orang tua, dan perkataan dusta atau sumpah palsu” (HR. Bukhari dan Muslim).
Jadi yang pertama, apapun yang terjadi pada diri kita, perlakuan apapun yang orang tua lakukan kepada kita maka sebagai anak kita tetap berusaha berbakti kepada keduanya.
Orang tua itu pintu surga yang terdekat. Ibu itu benar-benar pintu surga bagi anaknya, baik di dunia ataupun di akhirat. Jika kita berbakti kepada orang tua, di akhirat, Allah akan hadiahkan kita surga.
Di dunia, Allah akan beri kita berbagai macam kemudahan-kemudahan termasuk kesuksesan karier dan rezeki. Jadi, jika kita ingin surga di akhirat dan surga di dunia, maka berbaktilah kepada kedua orang tua khususnya kepada ibu kita.
“Bahwasanya ia (Mu’awiyah bin Jahimah) datang kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam., lalu ia berkata, “Wahai Rasulullah, aku ingin berperang, dan aku datang untuk meminta petunjukmu.”
Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Apakah engkau memiliki ibu?”, “Iya” “Menetaplah dengannya, karena sungguh surga di bawah kedua kakinya” (HR. Ibnu Majah, An-Nasa’i, Ahmad, Ath-Thabarani).
“Orang tua adalah pintu surga yang paling tengah. Jika engkau ingin maka sia-siakanlah pintu itu atau jagalah ia.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Baca Juga: Mengenal Pengasuhan Anak di Jepang
Setiap manusia itu diuji
Lalu yang kedua, bagaimana menyikapi perlakuan orang tua yang memberikan warisan pengasuhan masa lalu yang kurang menyenangkan? Bunda, yang harus kita pahami adalah bahwa pada dasarnya memang setiap manusia itu diuji.
Apa yang Bunda hadapi adalah bagian dari ujian itu sendiri. Bunda sedang diuji dengan sikap orang tua. Orang lainpun juga sedang diuji. Ada yang diuji sakit, orang tua yang meninggal, belum memiliki anak, kesulitan ekonomi, anak yang nakal dsb.
Jadi yang Bunda hadapi itu adalah ujian dari Allah Subhanahu wa taala. “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka akan dibiarkan (saja) mengatakan: Kami telah beriman, lantas tidak diuji lagi?
Sungguh Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan mengetahui orang-orang yang dusta” (QS. Al Ankabut: 2-3).
“Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata ‘Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un’ (sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali).
Mereka itulah yang memperoleh ampunan dan rahmat dari Tuhannya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk”. (QS. Al Baqarah 155-157).
Dari ujian-ujian itulah Allah mengampuni hamba-hamba-Nya. “Tidak ada satu musibah yang menimpa setiap muslim, baik rasa capek, sakit, bingung, sedih, gangguan orang lain, resah yang mendalam, sampai duri yang menancap di badannya, kecuali Allah jadikan hal itu sebagai sebab pengampunan dosa-dosanya” (HR. Bukhari).
Jadi yang perlu dipahami terlebih dahulu bahwa setiap orang, siapapun dia memiliki ujiannya sendiri-sendiri karena dengan ujianlah cara Allah untuk mengampuni dosa-dosa hamba-Nya, menaikkan derajat hamba-Nya, mengingatkan hamba-Nya untuk lebih dekat lagi kepada-Nya, menghujani hamba-Nya dengan pahala tanpa putus sehingga hamba-Nya lebih mudah menggapai surga yang lebih tinggi lagi.
Baca Juga: Mengenal Pengasuhan Anak di Belanda
Tiga Kunci Hidup Bahagia
Ketiga, lalu bagaimana sikap kita menghadapi ujian itu. Sekaligus bagaimana menghilangkan beban trauma atas warisan pengasuhan masa lalu. Bunda, dalam menghadapi kehidupan ini kita harus memiliki 3 kunci hidup bahagia, apa itu?
Ikhlas dan Ridho atas Ketentuan Allah
Pertama, ikhlas dan ridho atas semua takdir dan ketentuan Allah. Apapun yang terjadi pada diri kita, kejadian yang kita sukai ataupun tidak itu sudah atas kehendak Allah.
Saat ada orang tua yang anaknya meninggal, maka kejadian itu sudah Allah kehendaki. Nah, bagaimana jika kita tidak ikhlas, marah, protes, tidak terima maka kita akan semakin tertekan, semakin depresi, semakin stress.
Kenapa banyak orang menjadi gila, depresi berat bahkan bunuh diri sebab mereka tidak bisa menerima apa yang terjadi pada diri mereka. Dan Allah juga benci kepada orang yang tidak terima, protes dan marah akan kehendak Allah kepadanya.
Jadi saat menghadapi masalah ikhlaskan dan terima saja. Allah akan sangat sayang kepada hamba-Nya yang ikhlas menerima ujian-Nya. Jika saat diuji lalu kita ikhlas, menerima, pasrah, sabar, terus berikhtiar, Allah akan siapkan hadiah yang istimewa bagi kita.
Jika ikhlas adalah menerima keadaan saat ini maka pasrah adalah pasrahkan diri kepada Allah apapun yang terjadi nanti. Allah itu sebaik-baiknya penolong, Allah lah yang tahu apapun yang terbaik bagi kita.
Jadi saat kita diuji, kita ikhlas menerimanya, dan pasrahkan diri kepada Allah apapun yang terjadi nanti, setelah kita lakukan itu, yakinlah apapun yang terjadi pada diri kita, itu adalah yang terbaik bagi kita. Allah sudah takar kemampuan kita.
Saat kita diuji, itu artinya Allah sudah takar bahwa kita mampu menjalaninya. Allah tidak mungkin salah memilih. Allah tidak mungkin membebani hamba-Nya di luar kemampuan hamba-Nya. Allah tidak mungkin memberi ujian kepada hamba-Nya yang tidak mampu.
Jadi saat kita diuji berarti Allah sudah takar kita akan mampu melewati ujian itu. Memang Allah tidak berjanji bahwa hidup ini mudah, tapi Allah berjanji bahwa bersama kesulitan ada kemudahan.
Allah berjanji, di saat kita menghadapi kesulitan, Allah juga mudahkan urusan yang lain. Perhatikanlah saat kita menghadapi masalah di satu sisi, ternyata Allah memudahkan di berbagai sisi yang lain.
Sobat, dengan kesulitan itulah cara Allah mengampuni dosa yang mungkin sulit diimbangi dengan amal ibadah, sebab bisa jadi amal ibadah yang kita rasa banyak, ternyata di hadapan Allah sangat sedikit karena hati yang kurang ikhlas saat beramal.
Allah memberi ujian agar kita bersabar. Saat kita mampu bersabar, Allah akan hujani kita dengan banyak pahala, sebaliknya jika kita tidak mampu bersabar maka kita akan semakin menderita.
Sobat, saat diberi ujian maka bersiap-siaplah sebentar lagi Allah akan memberi kita hadiah istimewa. Masalah itu ibarat bungkus hadiah, jika kita sabar menerimanya maka sebentar lagi Allah akan beri hadiahnya.
Baca Juga: Toxic Positivity dalam Pengasuhan Anak
Bersyukur
Kedua adalah bersyukur. Untuk mengurangi beban hidup kita dan agar kita lebih bahagia mesti lebih banyak bersyukur. Sebenarnya kebahagiaan itu tak jauh dari diri kita. Kebahagiaan itu bukan terletak pada kekayaan, bukan pada ketenaran, bukan pada kecantikan, bukan pada kekuasaan.
Jika kekayaan bisa membuat orang bahagia, tentunya Adolf Merckle, orang terkaya dari Jerman, tidak akan menabrakkan badannya ke kereta api.
Jika ketenaran bisa membuat orang bahagia, tentunya Michael Jackson, penyanyi terkenal di USA, tidak akan meminum obat tidur hingga overdosis. Jika kekuasaan bisa membuat orang bahagia, tentunya G. Vargas, Presiden Brazil, tidak akan menembak jantungnya sendiri.
Jika kecantikan bisa membuat orang bahagia, tentunya Marilyn Monroe, artis cantik dari USA, tidak akan meminum alkohol dan obat depresi hingga overdosis.
Kebahagiaan itu ternyata sama sekali tidak ditentukan oleh kekayaan, kekuasaan, ketenaran, kecantikan. Kebahagiaan juga tidak ditentukan pada tempat yang indah, pantai, gunung, hotel mewah, tempat wisata.
Kebahagiaan seseorang itu ternyata sangat sederhana yakni saat kita bisa merasakan kesyukuran atas apa yang kita miliki dan apa yang kita rasakan.
Sering-seringlah melihat ke bawah. Banyak orang yang masih tidur di kolong jembatan. Masih banyak orang yang hidup di pinggiran sungai yang kotor. Masih banyak orang yang terbaring tak berdaya di rumah sakit.
Masih banyak orang yang menjadi korban perang. Masih banyak orang yang hidupnya lebih susah daripada yang kita alami, ujiannya lebih berat daripada yang kita jalani. Sering-seringlah melihat ke bawah maka kita akan selalu bersyukur dan sulit mengeluh.
Baca Juga: Peduli Pengasuhan Anak, Salimah Papua Selenggarakan Webinar Parenting
Berprasangka Baik kepada Allah
Yang ketiga husnudzon yaitu selalu berprasangka baik kepada Allah apapun yang terjadi pada diri kita. Meskipun kita merasa sangat tidak suka pada ujian tersebut, kita harus berusaha menundukkan hati agar selalu berprasangka baik kepada Allah.
Kita harus senantiasa berpikir bahwa apa yang Allah tetapkan pada diri kita pasti yang terbaik bagi diri kita meskipun kita tidak menyukainya.
Pada saatnya nanti kita akan benar-benar menyadari dan bersyukur kepada Allah atas apa yang menimpa kita saat ini. Kita akan sadar dan bersyukur bahwa apa yang kita alami hari ini menuntun kita menuju tangga kehidupan yang lebih baik nantinya.
Percayalah kesedihan yang engkau alami hari ini, kesusahan yang engkau rasakan saat ini, ujian yang engkau terima hari ini, pada ujungnya nanti akan memberikan kebahagiaan dan keberuntungan bagimu.
Dan saat engkau tidak menerimanya di dunia, engkau akan menerimanya di akherat dengan berkali-kali lipat kebahagiaan dan keberuntungan daripada di dunia. Kuncinya selalu berprasangka baik kepada Allah apapun yang terjadi pada dirimu.
Oh iya, jika Bunda masih teringat dengan warisan pengasuhan masa lalu yang tidak menyenangkan, maka katakan “Ya Allah Aku Ikhlas, Aku Pasrah, semua atas kehendak-Mu dan itu yang terbaik bagi saya”.[ind]
sumber: Kulwap Tumbuh Yuk! Randy Ariyanto W. dan Dyah Lestyarini. Rumah Pintar Aisha: Juli 2021.