BEBERAPA riwayat mengisahkan percakapan antara Umar bin Abdul Aziz, sosok khalifah yang bijaksana, dengan anak-anak yang cerdas dan tidak malu mengungkapkan pikirannya bahkan dihadapan seorang pemimpin sekalipun.
Saat Umar bin Abdul Aziz diangkat menjadi khalifah, banyak utusan dari seluruh negeri mengucapkan selamat kepadanya. Di antara orang-orang Hijaz, tampil seorang anak yang usianya belum genap sebelas tahun untuk mewakili mereka.
Umar bin Abdul Aziz berkata kepadanya, “Kembalilah Engkau dan suruhlah orang yang lebih tua dari kamu untuk berbicara di sini!”
“Semoga Allah menguatkan Amirul Mukminin, seseorang yang bergantung pada dua hal kecil, hati dan lisannya. Jika Allah memberikan lisan yang mampu berbicara dengan hati yang terpelihara kepada seorang hamba, maka hamba itu berhak untuk berbicara. Dan jika yang dipersoalkan oleh Amirul Mukminin adalah usia, maka sudah barang tentu di dalam umat ini ada yang lebih berhak daripada Engkau untuk memangku jabatan khalifah ini!”
Baca Juga: Kisah Abdullah bin Umar yang Tidak Melupakan Jasa Orang lain
Kisah Umar bin Abdul Aziz dan Anak-Anak yang Cerdas
Khalifah Umar bin Abdul Aziz terkejut lalu ia mengucapkan syair:
Belajarlah!
Karena seseorang itu tidak dilahirkan dalam keadaan pandai.
Dan tidaklah sama orang-orang yang berilmu dengan orang yang bodoh
Sesungguhnya pemimpin umat itu apabila tidak mempunyai ilmu maka ia adalah kecil bila berada di pertemuan-pertemuan.
Kisah di atas memberikan gambaran kepada kita tentang anak-anak pada masa kaum salaf. Bagaimana mereka tidak malu mengungkapkan pikiran dan perasaan mereka.
Satu hal yang tak kalah mencengangkan adalah bagaimana anak seusia itu mempunyai kecerdasan pikiran dan kecakapan lisan seperti itu.
Jadi jika saat ini ada anak-anak yang mempunyai kecakapan yang luar biasa, pada masa salaf hal itu sudah bukan suatu yang luar biasa.
Mari kita lihat contoh lain di bawah ini,
Pada suatu hari raya, Umar bin Abdul Aziz melihat anaknya mengenakan pakaian yang sudah usang sehingga ia menangis.
“Mengapa Engkau menangis wahai Amirul Mukminin?” tanya anaknya keheranan.
“Wahai anakku, aku khawatir hatimu akan hancur ketika melihat anak-anak lain melihatmu mengenakan pakaian usang ini.”
“Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya tidak akan pernah hancur kecuali hati yang tidak mendapat keridhoan Allah atau mendurhakai ibu dan ayahnya. Sedangkan aku sungguh sangat mengharapkan keridhoan Allah melalui keridhoan Engkau.”
Anak-anak biasanya memiliki perasaan minder. Mereka takut untuk mengungkapkan perasaan. Mereka khawatir jika mereka mengungkapkan pendapatnya, ternyata pendapatnya itu salah dan mereka menjadi malu dan merasa bersalah.
Langkah pertama untuk mengatasi rasa minder itu adalah dengan mengajak anak-anak untuk bergaul dengan orang lain. Kita bisa mengundang teman-temannya bermain di rumah atau kita ajak anak untuk bertandang ke rumah teman atau kerabat.
Minta anak untuk berbicara dengan orang lain dengan santun. Misalnya jika sedang ada di pusat perbelanjaan, kita bisa meminta anak untuk bertanya pada petugas pusat perbelanjaan dimana letak mushola.
Dengan membiasakan anak-anak untuk mudah bergaul dengan orang lain maka perasaan minder akan berkurang. Mereka akan terdorong untuk lebih percaya diri dan akan terdorong untuk berkata benar tanpa takut pada celaan orang lain.
Belajar dari orang-orang dulu, mereka mendidik anak-anaknya untuk membebaskan diri dari rasa minder, takut, dan bergantung kepada orang lain.
Hal ini karena mereka dibiasakan untuk bersikap berani, biasa ikut menemani orangtuanya menghadiri majelis-majelis umum, berkunjung ke rumah teman-temannya, didorong untuk berani bicara di hadapan orang-orang besar, para cendekia, dan khalifah.
Di samping itu mereka dibiasakan untuk bermusyawarah untuk memecahkan berbagai permasalahan umum dan persoalan ilmiah baik di dalam rumah maupun di dalam forum-forum umum.
Sikap berani yang santun ini dapat menumbuhkan pemahaman dan kesadaran yang sangat teruji dalam jiwa anak-anak yang kelak akan mendorong mereka untuk mencapai tangga yang lebih tnggi, kesempurnaan akhlak, kematangan berpikir dan kesadaran sosial. [My/Ln]