ChanelMuslim.com – Bunda, hati-hati, takjub bisa membawa penyakit ain. Hal ini dijelaskan oleh motivator dan pegiat parenting dari Rumah Pintar Aisha Dyah Lestyarini.
Katakanlah ada seorang ibu yang baru saja melahirkan anaknya. Kebetulan, hari itu, keluarga Ibu ini akan mengadakan acara aqiqahan untuk putrinya. Ibu ini begitu bangga dengan kondisi fisik bayinya, putih, bersih, gemuk, menggemaskan dan lucu.
Rasa bangganya mendorongnya untuk mem-posting anak yang baru beberapa hari lahir di medsos. Satu jam kemudian, beratus-ratus pujian dari berbagai koleganya.
“Aduh lucu sekali anak ini, putih, bersih, cantik,” kata temannya di medsos.
“Bahagianya keluarga ini ya, sudah ibunya cantik, ayahnya tampan, anaknya putih dan cantik pula,” kata koleganya yang lain.
“Perpaduan yang pas dan indah, dari ibu yang cantik dan ayah yang tampan,” kata kawannya yang lain.
Pujian datang bertubi-tubi dari berbagai koleganya di medsos yang melihat foto anak yang memang sangat menawan penampilan fisiknya. Hal itu tentu saja membuat ibu ini sangat bangga kepada anaknya.
Saat acara aqiqah di mulai, tiba-tiba bayi kecil ini menangis sekencang-kencangnya. Bayi ini terus menangis dengan kencang yang membuat heboh tamu aqiqah yang datang.
Suasana aqiqah yang seharusnya dipenuhi rasa senang dan bahagia berubah menjadi heboh dan kacau.
Sudah berbagai cara dilakukan oleh ibu dan keluarganya untuk mendiamkan bayi ini namun sama sekali tidak ada yang berhasil.
Mulai dari digendong keluar rumah secara bergantian oleh ibu, ayah dan neneknya, diminumi ASI ibunya, sampai berbagai cara tetap saja anaknya rewel, menangis sekencang-kencangnya.
Baca Juga: Doa Berlindung dari Penyakit ‘Ain Sesuai Sunnah
Bunda, Hati-hati, Takjub Bisa Membawa Penyakit Ain
Lalu ada seorang tamu undangan, kebetulan teman baik sang ibu berkata: “Mungkin terkena ‘ain”.
“Ain, apa itu ain?” tanyanya. Lantas sebagian tamu undangan membacakan ayat-ayat penangkal ‘ain lalu berangsur-angsur bayi ini menjadi lebih tenang.
Nah, sekarang apa itu ‘Ain, Bunda? Secara sederhana, penyakit ‘ain adalah penyakit yang dapat terjadi pada badan (fisik) maupun jiwa disebabkan oleh pandangan mata orang yang dengki ataupun pandangan penuh takjub/kagum sehingga dimanfaatkan oleh setan dan bisa menimbulkan bahaya bagi orang yang terkena.
Jadi, ‘ain itu bisa terjadi dari tatapan orang yang kagum ataupun orang yang iri/benci. Tidak hanya orang yang bisa terkena ‘ain, barang atau benda pun bisa.
Jika ada orang yang takjub dengan barang-barang yang kita miliki karena mungkin barang itu sangat mahal atau sangat indah, sehingga menimbulkan rasa iri, barang itu bisa jadi tidak akan berfungsi karena terkena ‘ain.
Dari berbagai hadist, nabi menegaskan bahwa ‘ain itu memang benar-benar ada. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Pengaruh ‘ain itu benar-benar ada, seandainya ada sesuatu yang bisa mendahului takdir, ‘ainlah yang dapat melakukannya” (HR. Muslim).
Dari Aisyah radhiallahu’anha, ia berkata: “Dahulu Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam memintaku agar aku diruqyah untuk menyembuhkan ‘ain.” (HR. Muslim).
Pada zaman dahulu, ada sebuah cerita seorang sahabat yang terkena ‘ain.
“Suatu saat ayahku, Sahl bin Hunaif, mandi di Al Kharrar. Ia membuka jubah yang ia pakai, dan ‘Amir bin Rabi’ah ketika itu melihatnya. Dan Sahl adalah seorang yang putih kulitnya serta indah. Maka ‘Amir bin Rabi’ah pun berkata: “Aku tidak pernah melihat kulit indah seperti yang kulihat pada hari ini, bahkan mengalahkan kulit wanita gadis”.
Maka Sahl pun sakit seketika di tempat itu dan sakitnya semakin bertambah parah. Hal ini pun dikabarkan kepada Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam,
“Sahl sedang sakit dan ia tidak bisa berangkat bersamamu, wahai Rasulullah”.
Maka Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam pun menjenguk Sahl, lalu Sahl bercerita kepada Rasulullah tentang apa yang dilakukan ‘Amir bin Rabi’ah.
Maka Rasulullah Shallallahu’ alaihi Wasallam bersabda, “Mengapa seseorang menyakiti saudaranya? Mengapa engkau tidak mendoakan keberkahan? Sesungguhnya penyakit ‘ain itu benar adanya, maka berwudhulah untuknya!”.
‘Amir bin Rabi’ah lalu berwudhu untuk disiramkan air bekas wudhunya ke Sahl. Maka Sahl pun sembuh dan berangkat bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam” (HR. Malik).
Baca Juga: Penyakit Ain dari Foto
Cara Terhindari dari Ain
Nah, terus apa yang harus kita lakukan agar terhindar dari sakit ain. Sebisanya Bun, kita jangan ujub, sombong, takabur, atau membanggakan diri termasuk juga membanggakan anak kita.
Sebisa mungkin kita hindari menyebut kekayaan, kesuksesan usaha, kebahagiaan keluarga. Kita juga menghindari memamerkan foto diri, foto kelucuan anak, foto kemesraan.
Sering kali kita memamerkan diri kita saat kita sedang berada di sebuah tempat wisata, apalagi saat kita berada di luar negeri.
Bunda, saat Bunda pergi ke sebuah tempat wisata di luar negeri misalnya, ketahuilah banyak orang yang tidak bisa menikmati sebagaimana yang Bunda rasakan.
Saat Bunda mem-posting anak Bunda yang lucu dan menggemaskan, sadarlah masih banyak keluarga yang belum dikaruniai anak atau keluarga yang anaknya sedang dalam masalah, misalnya sakit.
Saat Bunda mem-posting keharmonisan keluarga, pahamilah Bun, banyak keluarga yang masih tertimpa masalah atau musibah.
Mereka yang tidak bisa menikmati kebahagiaan sebagaimana kebahagiaan Bunda yang ditunjukkan melalui foto itu, besar kemungkinan akan menimbulkan rasa iri dan dengki (jika negatif) atau rasa takjub dan terkesima (jika positif).
Kedua rasa iri dan takjub itu akan mengakibatkan penyakit ain bagi yang mem-posting. Jadi Bun, berusahalah untuk tidak membuat orang lain iri berlebih atau sampai membenci. Berusaha juga untuk tidak membuat kekaguman berlebihan dari orang lain yang melihatnya.
Sekali lagi Bun, hendaknya kita berhati-hati jika kita share sebuah video atau foto keluarga karena penyakit ain bisa terjadi melalui foto dan video tersebut.
Penyakit ini bahkan bisa ditimbulkan oleh seorang yang buta sebagaimana yang Ibnu Qayyim rahimahullah jelaskan,
”Jiwa orang yang menjadi penyebab ‘ain bisa saja menimbulkan penyakit ‘ain tanpa harus dengan melihat. Bahkan terkadang ada orang buta, kemudian diceritakan tentang sesuatu kepadanya, jiwanya bisa menimbulkan penyakit ‘ain, meskipun dia tidak melihatnya.
Ada banyak penyebab ‘ain yang bisa menjadi sebab terjadinya ‘ain, hanya dengan cerita saja tanpa melihat langsung”.
Begitu juga saat memuji anak. Memuji anak itu wujud kekaguman Bunda kepada anak.
Saat anak juara I di kelas, Bunda bangga atas prestasinya lalu Bunda memuji, wah hebat anakku dapat juara I di kelas. Padahal Bun, yang membuat anak Bunda hebat itu adalah Allah.
Seringkali saat Bunda bertemu dengan sahabat, Bunda tanpa sengaja membangga-banggakan anak Bunda misalnya nih: “Jeng, anakku itu sholeh banget lho, pagi-pagi sudah berangkat ke masjid tanpa disuruh, tiap malam bacaannya Al Quran.”
Nah, terus bagaimana Bun, solusinya. Solusinya, sebelum memuji anak, sertakan kalimat kesyukuran dan keagungan kepada Allah bahwa kehebatan yang kita miliki, kekayaan yang kita miliki, anak yang sholeh itu semua adalah wujud kasih sayang Allah kepada kita.
Tanpa Allah, kita bukan siapa-siapa. Tanpa kehendak Allah, kita tak mungkin bisa kaya, kita tidak akan pernah bisa punya anak sholeh, kita tak akan mampu menjadi hebat.
Semuanya itu atas karunia Allah. Jadi jika ingin memuji seseorang atau anak kita sendiri, maka sertakan kalimat pujian kepada Allah seperti Masha Allah, Tabarakallah, Barakallah dan Alhamdulillah.
Misalnya seperti ini: “Masha Allah, anak Mamah, rajin sekali belajarnya” atau “Barakallah anak Ayah memang hebat, nilai ujian matematikanya 100”.
Jika kita melihat kekaguman atas diri kita, harta yang kita miliki, kekaguman kepada anak atau orang lain, sertakan pujian dengan mendoakan keberkahan untuknya dengan mengucapkan Barakallah atau Masha Allah.
Sebab, sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, pandangan kagum yang tidak disertai kalimat pujian bagi Allah sangat mungkin mencelakakan orang yang dikagumi.
Perumpamaannya seperti ini, kenapa kita lebih kagum pada orang padahal Allahlah yang mengkaruniakannya kelebihan dan kehebatan.
Karena Allah tidak rela ada yang dikagumi selain Allah, maka Allah cabut kelebihan orang tersebut untuk membuktikan bahwa semua itu karunia Allah.
Dengan demikian, manusia akan sadar bahwa bukan hamba-Nya yang hebat tetapi Allahlah yang hebat.
Sekarang bagaimana caranya menyembuhkan orang yang sudah telanjur terkena ain.
Ada tiga cara yang dijelaskan dalam Hadist Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam.
Cara tersebut adalah sebagai berikut.
Mandi dari air bekas mandi orang yang menyebabkan ‘ain
“‘Ain itu benar adanya. Andaikan ada perkara yang bisa mendahului takdir, maka itulah ‘ain. Maka jika kalian mandi, gunakanlah air mandinya itu (untuk memandikan orang yang terkena ‘ain)” (HR. Muslim)
Mandi dari air bekas wudhu orang yang menyebabkan ‘ain
“Dahulu orang yang menjadi penyebab ‘ain diperintahkan untuk berwudhu, lalu orang yang terkena ‘ain mandi dari sisa air wudhu tersebut” (HR Abu Daud)
Ruqyah syar’iyyah
“Wahai Rasulullah, Bani Ja’far terkena penyakit ‘ain, bolehkah kami minta mereka diruqyah? Nabi menjawab: iya boleh. Andaikan ada yang bisa mendahului takdir, itulah ‘ain” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Sahabat Muslim, semoga kita semua terhindari dari penyakit ‘ain.[ind]