ChanelMuslim.com- Sebagai orang tua, perlu memahami bahwa kesalahan adalah bagian penting dari tumbuh kembang manusia. Melalui kesalahan, kita mempelajari yang benar. Namun, kita perlu memahami cara mendidik kesalahan anak dengan tepat.
Dilansir dari laman parenting plus Indonesia bahwa ada tiga tingkatan sebab kesalahan anak. tingkatan ini memperbaiki cara orang tua mendidik kesalahan anak.
Menurut Alddino G. Rachmadi, S.Psi ilmuwan psikologi Pendidikan mengatakan bahwa orang tua perlu memperbaiki cara mendidik kesalahan anak. Karena seringkali orang tua terburu-buru memarahi anak yang melakukan kesalahan.
Orang tua ingin agar mereka mampu segera memperbaiki kesalahannya. Namun yang terjadi, justru anak semakin mengulangi kesalahannya di kemudian hari. Untuk itu, sebagai orang tua, sangat penting kita merespons kesalahan anak dengan tepat.
Buruknya cara mendidik kesalahan anak berdampak negatif terhadap perkembangan mereka.
Pertama, sangat mungkin anak sulit mandiri. Mereka cenderung mengulangi kesalahannya.
Ini terjadi karena orang tua kurang memberikan pemahaman yang tepat saat mereka melakukan kesalahan. Saat memarahi anak tanpa memahami sebab kesalahan mereka, kita akan cenderung mengajarkan anak untuk “jangan melakukan kesalahan jika tak ingin dimarahi.”
Kita mengharapkan anak mampu menghindari kesalahan karena buruknya kesalahan itu sendiri. Terlepas dari apakah ada orang tua yang mengawasi atau tidak. Tanpa respons pendidikan yang tepat, mungkin sulit untuk mencapainya.
Kedua, cara yang kurang tepat mendidik kesalahan anak, khususnya dengan kemarahan, perlahan-lahan memudarkan rasa percaya anak kepada orang tua.
Begitu pun sebaliknya. Tidak ada seorang pun yang suka dimarahi secara emosional. Bahkan meskipun jika memang benar-benar salah.
Sekali lagi, kesalahan adalah bagian dari tumbuh kembang anak. Semua aspek dalam diri mereka masih berkembang. Sebagaimana bangunan yang belum utuh, masih banyak kekurangan di sana sini.
Namun, kekurangan tersebut bukanlah keburukan. Melainkan pertanda bahwa kita masih harus terus membangun.
Kuncinya adalah kita terus belajar. Kita terus eksplorasi dan memperbaiki diri. Begitu pun anak-anak kita. Namun, memarahi anak secara konsisten akan menghilangkan rasa aman dan nyaman pada anak.
Baca Juga: Cara Mendidik Anak agar Terhindar dari Pornografi
Berikut tiga sebab kesalahan anak.
Anak melakukan kesalahan karena belum mengerti konsepnya
Sebab kesalahan ini sangat umum terjadi di rentang usia 1-12 tahun. Terlebih di usia pra-sekolah yaitu 0-6 tahun.
Sebagian besar kesalahan anak terjadi karena ia masih belajar membentuk konsepnya. Apakah Anda berpikir, anak usia 4 tahun memukul adiknya karena benci dan ingin menyakiti? Tentu tidak.
Mereka masih berusaha memahami konsep tentang bagaimana mengungkapkan perasaan, bagaimana bertindak sopan, tidak menyakiti orang lain, empati dan belajar memberi pengertian. Bagaimana agar kita bisa mengajarkan dengan efektif?
Ajarkan konsepnya dengan satu kalimat sederhana
Jika anak memukul adiknya, sampaikan, “Kalau marah tak boleh memukul, ya.”. Terkadang kita menegur anak dengan nasihat yang berkepanjangan, “Nggak boleh pukul adik ya! Itu nggak baik! Dosa! Kalau kamu dipukul juga gimana? Sakit? Mau nggak?”.
Meskipun semua penjelasan tersebut benar. Seringkali anak kesulitan memahaminya sekaligus. Mereka tidak menemukan konsep utamanya. Semakin sederhana, semakin mudah konsepnya dipahami.
Gunakan kalimat yang konkrit, sesuai kapasitas pemahaman anak
Mengajarkan anak usia 4 tahun agar tak memukul dengan kalimat, “Memukul itu zalim, dosa besar! Nanti masuk neraka!”, meskipun benar adanya, namun jangan terkejut jika anak masih sulit memahaminya.
Bagi anak usia 4 tahun, konsep “zalim, dosa besar, neraka” masih sangat abstrak. Meski pun mereka mampu mengucapkan katanya, namun anak belum memiliki gambaran yang utuh. Jelaskan dengan, “Memukul itu sakit, tidak baik ya!”. Semakin konkrit, semakin mudah konsepnya dipahami.
Anak melakukan kesalahan karena belum cakap mengaplikasikannya
Setelah memahami konsep, anak belajar mengaplikasikannya. Sekali waktu, mereka mampu tidak memukul adiknya.
Sekali waktu, mereka kembali memukul. Tak perlu pusing jika itu terjadi. Sebab mengaplikasikan konsep butuh latihan. Apalagi di usia anak-anak, khususnya pra-sekolah. Apa yang perlu dilakukan?
Sabar mendampingi proses latihan anak butuh kesabaran. Tak perlu buru-buru lelah mengingatkan anak, mengajarkan kembali, memberi motivasi.
Kenali usaha anak. Ini adalah satu kunci pentingnya. Saat anak sudah berusaha mengaplikasikan apa yang diajarkan, tunjukkan bahwa orang tua menghargai itu.
Meskipun hasilnya masih jauh dari sempurna. Misalnya, anak masih memukul adik namun ia sudah terlihat berusaha menahan diri.
Karena sejatinya inilah yang akan memberikan hasil. Selama anak berusaha, ia akan mampu mengaplikasikannya dengan baik di kemudian hari.
Tentu saja, contohkan. Begitulah pentingnya teladan. Lalu, cara terbaik mengajarkan anak konsep “tidak memukul saat marah” apakah dengan memarahinya? Justru itu sangat sempurna mencontohkan sebaliknya.
Apa yang mungkin terjadi jika anak tak diberi ruang untuk berlatih? Anak akan ragu untuk mencoba lagi. Mereka cenderung kurang percaya diri.
Bahkan mungkin belajar menghindar dan berbohong. Sekali lagi, konsep yang baik perlu dilatih.
Setiap latihan membutuhkan waktu. Bahkan berdasarkan teori perkembangan, anak baru akan benar-benar “mantap” memahami konsep, lalu mengaplikasikannya secara efektif di rentang usia 7 sampai 9 tahun. Artinya, sekali lagi, jangan lekas menyerah dan memberi “label” negatif pada anak.
Baca Juga: Kebutuhan Memahami Anak Usia Dini
Anak melakukan kesalahan karena sengaja
Anak sudah memahami konsepnya. Mereka sudah mampu menerapkannya dengan baik. Kemudian di waktu tertentu, mereka sengaja melakukan kesalahan.
Pada saat inilah kita bisa menghukum anak. Bukan berarti bisa memarahi sepuasnya. Sebab menghukum pun ada caranya, sehingga anak belajar mengambil hikmah.
Berikut yang penting diperhatikan terkait hukuman
Hukuman harus relevan dengan kesalahan. Menghukum anak yang memukul adiknya dengan membentak mereka tentu sangat tak sejalan.
Hukuman sebaiknya berupa langkah perbaikan dari kesalahan yang dilakukan. Jika memukul, maka meminta maaf dan melakukan kebaikan, seperti memeluk dan mengajak bermain.
Jika sengaja melalaikan PR, maka hukumannya menyelesaikan PR tersebut hingga tuntas sebelum bisa bermain kembali. Dengan cara ini kita dapat mengajarkan tanggung jawab kepada anak.
Memberi hukuman tidak disertai emosi. Harus tegas.Namun tidak melibatkan luapan emosi yang berlebihan.
Tentu ini tak mudah bagi orang tua. Emosi yang berlebihan “mengaburkan” fungsi hukuman.
Harapan orang tua ingin anak dapat mengambil hikmah, diganti menjadi usaha menghindari rasa takut.[Ind/Wld]