Oleh: Dra. Hj. Siti Faizah, Ketua Umum Persaudaraan Muslimah.
ChanelMuslim.com- Jihad seringkali diwacanakan dalam sudut pandang keliru dan negatif. Mengarah kepada arogansi dan perlawanan bersenjata, pembunuhan, perampasan dan pemaksaan. Memahami secara sempalan dan serampangan peperangan dan penaklukan di masa kenabian dan kerasulan. Padahal tiadalah seorang muslim diseru untuk berperang sebagai salah satu realisasi jihad, melainkan dipicu oleh kondisi menjaga pertahanan diri, kepemilikan masyarakat, kehidupan beragama, penegakan agama dan keruntuhan negara yang terganggu dan terancam. Sehingga menuntut perlawanan dan ketahanan.
Sesungguhnya Islam menghadirkan makna jihad sebagai tuntutan pada seseorang agar bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu, menegakkan kebenaran, melaksanakan kebaikan dan memasyarakatkannya, mencegah keangkaraan, kemunkaran, kebrutalan, kejahatan, kezaliman dan keburukan lainnya. Sehingga perhelatan dunia tetap dalam perwajahan yang tenteram, aman dan nyaman.
“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridaan) Kami, Kami akan tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sungguh, Allah beserta orang-orang yang berbuat kebaikan.”
Ayat enam puluh sembilan yang mengakhiri surat kedua puluh sembilan, dengan nama Al Ankabut di atas, menurut Ibnu Atiyyah merupakan ayat yang turun sebelum turunnya perintah jihad yang biasa dikenal. Dengan demikian, makna jihad dalam ayat tersebut berbentuk umum, yakni jihad mengendalikan hawa nafsu agar tetap dalam ketaatan kepada Allah sebagai jihad terbesar. Termasuk di dalamnya menegakkan agama Allah Ta’ala dan mencari keridaan-Nya, memperjuangkan agama, mematahkan argumentasi orang-orang sesat, membungkam kezaliman dengan menegakkan perbuatan baik dan meninggalkan larangan-Nya.
Dengan demikian, tuntutan yang paling besar pada orang mukmin yang berilmu, yakni jihad untuk mengamalkannya. Ranah aplikasi sangat dibutuhkan bukan sekedar tuntutan pelaksanaan, melainkan sebagai bentuk pertanggungjawaban sekaligus kemanfaatan yang bisa diberikan oleh seseorang dan kegunaannya untuk orang lain.
Hal ini sejalan dengan sabda Rasul SAW., “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi sesama.” tiadalah pengetahuan, ilmu, kreatifitas, inovasi Allah Ta’ala berikan kepada seseorang, melainkan sedikit. Sebab tiada guna seseorang memiliki ilmu yang banyak tanpa pelaksanaan dan perwujudan kebaikan, kemanfaatan pada dirinya dan orang lain. “Tiadalah kalian diberi ilmu kecuali sedikit” (Qs. Al Isra’ : 85). Sebab, Dzat Yang Mahapandai ingin melihat dulu manfaat apa yang sudah diberikan, sehingga Ia berhak memberikan tambahan ilmu kepada manusia.
Setelah kesungguhan, komitmen, usaha keras dalam melakukan ketaatan, menegakkan kebenaran dan menebarkan kebaikan, menolong agama Allah Ta’ala, menolak kejahatan, memberantas kezaliman dan kebrutalan sebagai realisasi kearifan dalam berjihad, niscaya Allah Ta’ala akan memberi seseorang petunjuk dan membimbingnya menuju surga. Menambah ilmu dan meningkatkan kebaikan pada seseorang, menempuh jalan kebahagiaan serta kebaikan bagi dunia dan di akhirat, “Dan orang-orang yang mendapat petunjuk, Allah akan menambah petunjuk kepada mereka dan menganugerahi ketakwaan mereka.” (Qs. Muhammad:17)
Petunjuk yang Allah Ta’ala berikan setelah proses jihad dilaksanakan berbentuk bimbingan menuju jalan kebaikan, keimanan dan kebahagiaan, bantuan, dukungan dan pemeliharaan. Umar bin Abdul Aziz pernah berkata, “Sesungguhnya yang menyebabkan kita tidak mendapatkan ilmu tentang hal-hal yang belum kita ketahui disebabkan kita tidak mengamalkan ilmu yang kita miliki. Sekiranya kita mengamalkan sebagian saja dari ilmu yang kita miliki, niscaya Allah Ta’ala akan mengucurkan kepada kita ilmu yang sangat banyak,” sebagaimana firman-Nya, “Dan bertakwalah kepada Allah, Allah akan memberikan pengajaran kepadamu.” (Qs. Albaqarah: 282). Allohu a’lam bish shawab. [Mh]