Oleh: Ahmad Rofiqi
ChanelMuslim.com- Malam itu, dalam pesan di akun media sosial, Fadi menulis sebuah pesan tidak biasa, “Ya Allah, aku bertaubat nasuha,” tulisnya. “Aku meniatkan kemenangan di jalan Allah atau kematian syahid…”.
Fadi Aluun. Pemuda 19 tahun. Tinggal di Al Quds. Tampan. Modis. Sangat dicintai keluarga dan lingkungannya. Pemuda gaya, sering menampilkan foto selfie di akun pribadi. Malam itu, dalam pesan di akun, Fadi menulis sebuah pesan tidak biasa, “Ya Allah, aku bertaubat nasuha,” tulisnya. “Aku meniatkan kemenangan di jalan Allah atau kematian syahid…”.
Pesan ini, ditanggapi gurau oleh teman-teman. “Fadi, kamu lagi sakit?”
Canda temannya dalam chat itu.
Tapi Fadi yakin, “Taubat nasuha, malam ini sampai fajar…”
Fajar. Ya, di fajar itu, Fadi yang teguh ini keluar menuju masjid. Kemunculannya di waktu gelap bersamaan dengan pecahnya Intifadhah ketiga, membuat penduduk Israel yang sedang berjaga mengejarnya. Fadi dianggap peserta intifadhah yang berbahaya.
Terkepung, Fadi berlari. Tiba-tiba, sirine mobil meraung-raung dan sekelompok polisi Israel mendekat dengan menodongkan senjata. Dalam teriakan kecaman dan provokasi warga, polisi menembakkan timah panas. Peluru-peluru pedih itu meluncur berkali-kali tidak kurang dari sepuluh tembakan.
Fadi pun terjatuh, meregang dan syahid. Jasadnya dibawa oleh polisi-polisi biadab itu beberapa hari sebelum diserahkan pada keluarganya…
Status akun itu adalah catatan akhir. Sebuah ketulusan yang disambut langit. Fajar itu Fadi ingin menemui Rabb-Nya dalam shalat shubuh di masjid. Namun, Allah berkehendak lebih indah. Fadi dijemput ruhnya untuk kembali pada Rabb-Nya di surga. Sebuah kepulangan dalam kesyahidan fajar, di langkah menuju Masjid, di Tanah Suci Al Quds, di negeri Palestina.
(ind/mp4palestine)