Anakku, Engkaulah ‘Hajar Aswad’ yang Sesungguhnya
“Ibu.. maju terus. Ke kanan Bu. Sedikit lagi Bu. Saya jaga Ibu di belakang. Saya lindungi Ibu.” seraya pemuda itu terus menerus berdzikir sambil menangis “Yaa Latiiif.. Yaa Latiiif..”
Air mata ini sungguh tak terbendung mengingat saat-saat itu, menulis-pun masih gemetar.
Dini hari sekitar pukul 2 pagi, setelah saya menyelesaikan tawaf sunnah, saya menuju kerumunan antrian hajar aswad. Sepi? Subhanallah tak pernah sepi dan selalu berdesakan.
Saya mencoba masuk antrian bersama jamaah lain dari segala penjuru dunia yang badannya kekar tinggi besar.
Awalnya, ketika mulai masuk antrian, posisi saya paling belakang, tanpa sadar seperti ada yang menarik saya maju dijajaran depan begitu lancar.
Sudah selesaikah perjuangan? Belom.
Semakin mendekati Hajar Aswad, desakan semakin kuat, semakin rapat, hingga bernafaspun butuh tenaga.
Tak henti-hentinya bibir ini berucap hingga meneteskan air mata.
“Allahumma yassir wa laa tuassir” (Ya Allah permudahlah dan jangan Engkau persulit)
Tiba-tiba ada seorang pemuda, yang saya yakini lebih muda dari saya, orang Indonesia. Muncul dan berkata
“Ibu.. maju terus. Ke kanan Bu. Sedikit lagi Bu. Saya jaga Ibu di belakang. Saya lindungi Ibu.” seraya pemuda itu terus menerus berdzikir sambil menangis
“Yaa Latiiif.. Yaa Latiiif..”
“Ibu sedikit lagii..”
“Ibu.. cium Bu, cium Bu..”
“Ibu sudah mencium?”
Saya pun mengikuti arahannya.
Allahu Akbar Allahu Akbar, ataz izin Allah, Allah memberi kesempatan pada saya untuk mencium dan meraba hajar aswad.
Batu dari surga yang ditemukan Nabi Ismail dan diletakkan oleh Nabi Ibrahim.
Batu yang sama dimana Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam pun mencium di setiap Tawafnya.
Apakah perjuangan sudah berakhir? Belum. Perjuangan yang sesungguhnya baru dimulai.
Selesai saya mencium Hajar aswad, ketika akan berbalik badan bergantian dengan jamaah lainnya, saya hampir terpeleset batu yang menempel di pinggir kabah karena licin, hingga hampir jatuh, posisi lutut ini pun sudah rukuk.
Hanya satu yang terbayang, wajah anak-anak, suami, dan orangtua.
Saya merasa sangat lemah selemah-lemahnya dan sangat kecil bagikan debu.
Saya pun hanya mampu berdoa, “Ya Allah aku pasrahkan, ikhlaskan, dan sandarkan hidup matiku hanya pada Mu.
“Allahumma yassir wa laa tuassir”
Pemuda dibelakang saya tadi tiba-tiba berkata..
“Ibuu. Ibu jangan jatuh. Ibu berdiri Bu. Saya bantu angkat Ibu yaa..” seraya ia membantu mengangkat lengan saya ke atas dan membantu memberi jalan keluar dari kerumunan.
Dengan nafas yang masih tersenggal-senggal…
“Terimakasih mas.. Jazakallahu khoiron katsiron. Hanya Allah yang bisa membalas kebaikan.”
Pemuda itu pun hanya menunduk dan hilang dalam kerumunan jamaah lainnya.
Hingga detik ini pun masih terngiang kata-kata pemuda itu.
Satu hal yang pasti, pertolongan Allah dari arah yang tak disangka.
Entah apa yang terjadi jika saya jatuh saat itu, mungkin sudah terinjak oleh kerumunan jemaah, suara minta tolong pun pastilah tak terdengar. Membayangkannya pun saya tak sanggup.
Moment yang menghentak hati saya. Perjalanan spiritual yang tidak akan pernah terlupa.
Jika mencium hajar aswad adalah cerminan cinta pada Allah dan Rasul-Nya.
Ketika Allah memberi wujud nyata cinta-Nya kepada hamba-Nya dengan anugerah anak, suami, dan orangtua, apa yang sudah saya perbuat untuk mereka?
Apakah saya sudah dengan gigih dan berjuang keras mencurahkan kasih sayang terhadap mereka?
Apakah saya sudah cukup sabar mendidik anak-anak seperti sabarnya saya meraih hajar aswad?
Apakah saya sudah cukup ikhlas membersamai anak-anak seperti ikhlasnya saya meraih hajar aswad?
Apakah saya sudah cukup bersyukur seperti bersyukurnya saya ketika mencium hajar aswad?
Jika terhadap batu saja bersungguh-sungguh berusaha begitu dahsyatnya, pasti lebih lagi terhadap anak-anak, suami, dan orangtua yang telah Allah amanahkan langsung kepada kita.
Astagfirullah.. Astagfirullah.. Astagfirullah..
‘Hajar aswad’ itu ternyata di depan mata saya.
Peluuuuk eraaat anak-anak.
Minta maaf pada anak, suami, dan orangtua.
-Ervika Dian Anggia Putri
Menulis sebagai pengingat diri
Ditulis oleh Dian Anggia Putri di akun Facebook nya pada 12 Januari 2018 pukul 13.21
Semoga Bermanfaat