RUMAH sendiri itu seperti surga. Tak ada yang lebih enak, tak ada yang lebih nyaman. Tak ada tempat yang bisa enak makan dan tidur kecuali di rumah sendiri.
Kalau ada pertanyaan, tempat apa yang paling indah yang pernah Anda kunjungi, mungkin jawabannya relatif. Seseorang bisa menyebut hotel, vila, rumah makan, taman, dan lainnya.
Tapi, semua yang disebutkan itu hanya bertahan beberapa hari. Contoh, ketika berkunjung ke vila, kita akan begitu takjub. Kita serasa ingin tinggal di tempat itu untuk selamanya.
Sayangnya, rasa nyaman dan takjub itu tidak bertahan lama. Setelah satu atau dua hari bermalam, kita pun mulai rindu dengan rumah sendiri.
Bisa dibilang, semua tempat yang dikunjungi hanya pengulangan dari kunjungan seperti di atas. Awalnya kagum, merasa betah; tapi beberapa hari kemudian akan bosan. Dan ujung-ujungnya ingin pulang ke rumah.
Bahkan saat kunjungan ke Mekah dan Madinah sekali pun, hal yang sama akan dirasakan. Beberapa hari berselang, mulai rindu dengan suasana rumah, rindu makanannya, bahkan toiletnya.
Ada sebagian orang yang tidak bisa buang air besar kalau tidak di toilet rumahnya sendiri. Meskipun toilet rumahnya tidak sebagus di tempat-tempat yang dikunjungi.
Ada juga yang tidak bisa tidur pulas kalau tidak di tempat tidur rumahnya sendiri. Meskipun tempat tidur di rumahnya jauh lebih biasa saja dari tempat yang dikunjungi.
Rumah sendiri sejatinya bukan sekadar sebuah bangunan. Bukan sekadar sebuah wujud fisik yang bisa dilihat, disentuh, dan dinikmati.
Rumah sendiri adalah jiwa kita itu sendiri. Di rumah kita ada suasana keluarga yang tidak ada di tempat lain. Di rumah kita ada suasana relasi orang sekitar yang juga tidak ada di tempat lain. Di rumah kita juga ada lingkungan sosial yang tidak akan ada di tempat lain.
Mungkin saja suatu tempat di Eropa jauh lebih indah dan menawan dari rumah kita. Tapi, seindah-indahnya tempat yang dikunjungi, tidak akan mampu menghadirkan jiwa rumah kita. Sebuah tempat di mana jiwa kita berlabuh dan menyatu.
Dengan begitu, melupakan rumah sendiri, sama artinya dengan menghapus memori dan suasana jiwa kita itu sendiri. Sebuah hal yang tidak mungkin.
Ada ungkapan mutiara: baiti jannati. Rumahku surgaku. Itulah representasi dari wujud rumah sendiri yang sebenarnya.
Di mana pun, tidak ada yang lebih indah dan menakjubkan kecuali di surga. Dan surga dunia yang Allah anugerahkan untuk kita adalah rumah kita sendiri.
Bersyukurlah mereka yang hidup dalam sebuah keluarga. Dan hampir tidak ada interaksi antar manusia di dunia ini yang lebih tulus dan penuh cinta, kecuali di keluarga. Dan itulah ruh sejati dari wujud rumah sendiri.
Jadi, keindahan dan kenyamanan rumah bukan pada fisiknya. Tapi pada suasana jiwa-jiwa yang saling terikat dalam kasih sayang dan cinta.
Karena itu, tak ada yang paling berharga yang kita miliki, selain keluarga. Tentu keluarga yang memiliki ikatan abadi: dunia dan akhirat. [Mh]