Manusia itu lebih banyak berkeluh kesah daripada bersyukur. Terhadap Allah, juga terhadap manusia.
Kalau ditanya berapa kali kita mengucapkan terima kasih kepada ayah ibu dalam sehari, mungkin sulit menjawabnya. Tapi kalau ditanya berapa kali mengeluhnya, jawabannya lebih mudah.
Begitulah umumnya kita. Segala yang diterima seolah menjadi sebuah kepatutan. Kalau dapat, responnya biasa saja. Tapi kalau nggak dapat, responnya luar biasa: marah, ngambek, protes, dan lainnya.
Tidak heran jika ada ayah ibu yang begitu terharu ketika anaknya mengatakan, “Terima kasih, Yah, Bu!” Keduanya terharu karena tidak menyangka kalau ada ucapan seindah itu dari anak-anaknya.
Seolah-olah, kebaikan yang dilakukan ayah ibu sudah menjadi kemestian. Sementara kekhilafan ayah ibu menjadi tidak boleh terjadi.
Bawaan sifat dari rumah ini menular dalam cakupan yang lebih luas. Bisa di masyarakat, bisa juga di tempat kerja.
Misalnya, kalau dapat gaji tepat waktu, biasa saja. Tapi kalau gajiannya telat sehari, protesnya bukan main. Padahal, kasus telat itu mungkin tidak terjadi sekali dalam setahun.
Karena itu, biasakanlah sejak dalam rumah untuk mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya kepada ayah ibu. Dan hal itu akan terbawa secara refleks di dunia luar rumah, termasuk di tempat kerja.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tidaklah bersyukur kepada Allah, orang yang tidak berterima kasih kepada manusia.” (HR. Abu Daud)
Jadi, berikanlah apresiasi setiap kebaikan yang diterima, dari siapa pun dan tentu saja dimulai dari berterima kasih kepada ayah ibu. Setelah itu kepada anak-anak, tetangga, dan lainnya.
Pandanglah kebaikan yang diterima sebagai hadiah yang begitu berharga. Meskipun kebaikan itu sebagai sebuah hak yang biasa diterima.
Jangan dibalik. Kebaikan yang diterima menjadi hal biasa, sementara keburukan yang diterima menjadi luar biasa. Padahal, jumlah kebaikan yang diterima jauh lebih besar dari keburukan atau lebih tepatnya kekhilafan.
Dan terakhir, tentu saja ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Yang telah memberikan segalanya untuk kita. Yaitu, Allah subhanahu wata’ala.
Salah satunya dengan banyak mengucapkan tahmid, zikir, dan tasbih. Setiap kali mendapatkan nikmat, kita ucapkan hamdalah, tulus sebagai penghargaan atas nilai nikmat yang begitu besar. Meskipun hanya seteguk air.
Satu hal yang kadang dilupakan banyak orang, bahwa ucapan terima kasih dan syukur, bukan hanya membahagiakan yang memberi. Tapi, juga menggairahkan si pemberi untuk menambah pemberian.
Jadi, kalau mau dapat lebih banyak lagi, berterima kasih dan bersyukurlah. [Mh]